Menyerah, SBY dan Agus Berkoalisi dengan Jokowi, Pengamat : Kemungkinan Jalan Itu yang Diambil

  • Bagikan

JAKARTA— Pengamat politik Hendri Satrio bicara kemungkinan SBY dan AHY menyerah dan berkoalisi dengan Pemerintahan Jokowi-MA. Demi selamatkan Demokrat, bisa saja jalan itu diambil.

Dosen Universitas Paramadina ini menyebut, opsi SBY dan AHY merapat ke Jokowi, bisa saja menjadi pertimbangan karena Demokrat sudah punya basis dan banyak kursi di DPR RI, provinsi dan kabupaten/ kota.

“Maka, kalaupun harus menyerah dan kemudian berkoalisi dengan pemerintah, saya rasa kemungkinan jalan itu akan diambil,” kata Hendri Satrio, Sabtu (6/3) seperti dikutip Pojoksatu.com

Pendiri KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) itu mengatakan bahwa Demokrat sangat penting bagi Ketua Umum PD hasil Kongres V AHY maupun Pak SBY.

“Terutama untuk menjaga kendaraan politik mereka tetap ada kan,” ucap Hendri melalui sambungan telepon.

Karena itu, berbagai opsi mungkin saja ditempuh oleh AHY dan SBY demi mempertahankan partai berlambang bintang mercy tersebut.

Hendri juga menyinggung kemungkinan pertemuan SBY selaku Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dengan Presiden Jokowi untuk membahas persoalan partainya usai Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit Deli Serdang Sumut.

“Kemudian ada deal-deal seperti itu, kan mungkin saja. Karena partai politik ini penting. Daripada mereka harus mulai dari awal,” jelasnya.

Sebelumnya, melalui akun Twittter pribadinya, Hendri bicara kemungkinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY bergabung dengan koalisi pemerintah.

“Demi Demokrat, akankah SBY dan AHY masuk ke dalam koalisi pemerintah, walau tanpa kursi menteri?” tulis Hendri melalui akun @satriohendri, Sabtu (6/3).

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud Md menyampaikan tidak ada permasalahan hukum terkait KLB Partai Demokrat yang disebut ilegal di Deli Serdang, Sumut.

Mahfud MD menyebut pengurus resmi Partai Demokrat hingga saat ini yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

“Kalau ditanya apakah setelah KLB di Medan atau di Deli Serdang Medan dan bagi pemerintah, kita tidak bicara sah dan tidak sah, sekarang karena bagi pemerintah belum ada secara resmi tentang laporan KLB itu,” kata Mahfud melalui rekaman video kepada wartawan, Sabtu (6/3/2021).

SIMAK JUGA :  Menko Polhukam : Jenderal Moeldoko Bukan Wakil Istana

“Jadi nggak ada masalah hukum, sekarang pengurusnya yang resmi di kantor pemerintah itu adalah AHY putra Susilo Bambang Yudhoyono,” lanjutnya seperti saat wawancara di salah satu televisi nasional.

Mahfud MD menuturkan pemerintah mengganggap acara yang diklaim KLB Partai Demokrat itu sebagai pertemuan antar kader, namun tidak dapat dihalangi, karena ada landasan aturannya.

Mahfud menyebut, menyelenggarakan KLB perlu ada pemberitahuan resmi.

“Sampai dengan saat ini, ini pemerintah itu menganggap belum ada kasus KLB Partai Demokrat, karena kan kalau KLB mestinya ada pemberitahuan resmi sebagai KLB, pengurusnya siapa,” jelasnya.

“Sehingga yang ada di Medan itu kita anggap sebagai temu kader, yang itu tidak bisa dihalangi,” tuturnya.

Dia mengatakan, masyarakat memiliki hak untuk berkumpul dan mengadakan rapat umum, asal memenuhi syarat dan tidak melanggar aturan.

Seperti menggelar rapat di istana hingga arena objek vital.

Lebih lanjut, Mahfud menyampaikan pemerintah dapat menindaklanjuti dan memutuskan KLB itu sah atau tidak setelah menerima laporan.

Pemerintah kata Mahfud saat ini dalam posisi serba salah.

“Sehingga kalau ada perkembangan baru nanti, misal dari KLB atau misalnya dari kelompok yang menyatakan di Deli Serdang itu lalu melapor ini hasilnya,” katanya.

“Baru pemerintah menilai apakah ini sah atau tidak, sesuaikan undang-undang atau tidak sesuai AD/ART atau tidak penyelenggaranya siapa baru kita nilai nanti,” ucapnya.

“Nanti pemerintah akan memutuskan oh ini sah, oh ini tidak sah, dan seterusnya. Nanti silakan pemerintah akan berpedoman pada aturan-aturan,” jelasnya.

“Kalau ada masalah internal partai seperti itu, pemerintah memang dihadapkan pada serba sulit untuk bersikap apakah ini akan dilarang atau tidak, secara opini kita mendengar oh ini tidak sah. Tapi secara hukum tidak bisa kita lalu menyatakan ini sah tidak sah, sebelum ada data dokumen resmi,” jelasnya.

Muhammad Rizal Tanur

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *