Daripada Gunakan ‘Jurus Dewa Mabuk’, Yusril Sarankan Partai Demokrat Siapkan Pendekar Hukum

  • Bagikan

Ilustrasi Partai Demokrat terbelah /Ahyar/Arahkata

Jakarta – Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengaku heran dengan sikap kader Partai Demokrat yang menyerang pribadinya soal keberatan mengenai AD/ART diuji di Mahkamah Agung.

Lanjut Yusril, sikap kader partai berlambang mercy itu seolah-olah menggiring ke ranah politik dengan cara menggunakan jurus dewa mabuk.

“Tidaklah tepat para kader PD menyerang pribadi saya. Mereka seperti kehabisan argumen untuk membantah, lantas menggunakan ‘jurus dewa mabok’ untuk melawan. Saya kira, cara-cara seperti itu bukanlah cara yang sehat dalam membangun hukum dan demokrasi,” kata Yusril saat dimintai tanggapan oleh wartawan, Sabtu (25/9/2021).

Yusril menyampaikan hal itu menanggapi politikus Partai Demokrat Andi Arief yang mengungkit masa lalu perjalanan politik famili Yusril, termasuk menyebut-nyebut soal pertemuan dengan Moeldoko, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) yang sempat berupaya ‘mengkudeta’ Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Selain Andi Arief, ada pula elite Parti Demokrat Rachland Nashidik yang terus gencar menyerang secara politik Mantan Menkumham itu.

“Apa yang saya lakukan adalah tindakan profesional yang dilindungi oleh UU Advokat. Advokat tidak bisa diidentikkan dengan klien,” kata Yusril, yang juga Ketum Partai Bulan Bintang.

Yusril Ihza Mahendra. Foto: Istimewa Abadikini.com
Yusril Sarankan Partai Demokrat Siapkan Pendekar Hukum

Yusril menyarankan agar PD menyiapkan ‘pendekar-pendekar hukum’ untuk menghadapi judicial review AD/ART PD di MA. Yusril tahu ada nama-nama kelas berat di PD yang tergolong sebagai jagoan hukum.

“Mereka punya orang-orang sekaliber Amir Syamsudin dan Benny K Harman yang saya yakin mampu berargumen secara hukum. Bukan ungkit sana, ungkit sini. Serang sana, serang sini tidak tentu arah,” kata Yusril.

SIMAK JUGA :  Kemendagri klaim SIPD hemat anggaran daerah hingga Rp15 Miliar

Untuk membandingkan posisinya saat ini, Yusril menceritakan saat dia menjadi kuas hukum Aburizal Bakrie (Ical) dari Partai Gorkal. Saat itu, Golkar juga sedang dilanda konflik internal. Di sebarang Ical saat itu, ada kubu Agung Laksono. Saat itu, Yusril merasa tak ada yang menyerangnya sebagaimana saat ini dia diserang politikus PD.

“Saya kira kader-kader PD seperti Andi Arief dan Rachland Nasidik seyogianya mampu menunjukkan kedewasaan dalam bersikap,” kata Yusril.

Yusril menyebut langkah hukum yang dia kawal saat ini bukanlah gugatan, melainkan permohonan keberatan pengujian formil dan materiil ke MA.

Diberitakan sebelumnya, elite Partai Demokrat yang diketuai AHY, Andi Arief menyoroti perubahan sikap dalam isu ini. Dia menyebut perubahan sikap itu terjadi setelah pertemuan dengan Moeldoko.

“Poin saya adalah, perubahan sikap menafsirkan ad/art Demokrat 2020. Pilkada 2020 anggap sah, tapi setelah bertemu KSP Moeldoko 2021 kenapa berubah malah menggugat,” cuit Andi Arief melalui akun Twitter-nya.

Elite PD, Rachland Nashidik mengkritik netralitas Yusril. Yusril justru dinilai memihak dan mendapat keuntungan dari praktik politik Moeldoko.

“Yusril Ihza Mahendra mengaku netral dalam skandal pembegalan Partai Demokrat oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Ia mengaku menjadi kuasa hukum Moeldoko hanya karena peduli pada demokratisasi dalam tubuh partai politik,” kata Elite Partai Demokrat, Rachland Nashidik, dalam keterangannya, Jumat (23/9) kemarin.

“Tapi skandal hina pengambil-alihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh Presiden, pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik. Dan orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral, sebenarnya sedang memihak pada si kuat dan si penindas,” lanjutnya kepada Abadi kini/zal

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *