Diskusi SATUPENA, Wina Armada Sukardi: Di Era dan Media Media Sosial, Pengaruh Pers Nomor Empat

  • Bagikan
Wina Armada Sukardi. (Internet)

HARIANINDONESIA.ID – Pengaruh pers kepada publik di era digital dan media sosial sekarang ini hanya menempati peringkat empat menurut sebuah survei.

“Semua orang bisa menjadi pewarta, pemberi informasi. Maka pers pun menghadapi problem. Dengan kemajuan teknologi, pers seakan-akan sudah tertinggal,” ujar wartawan senior Wina Armada Sukardi.dalam diskusi tentang kondisi pers dalam demokrasi yang berlangsung di Jakarta, Kamis 22 Februari 2024 malam.

Diskusi yang menghadirkan Wina Armada Sukardi itu diselenggarakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA.

Diskusi itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Amelia Fitriani.

Dalam diskusi itu, Wina mengungkapkan, ada masalah yang dihadapi oleh pers Indonesia dewasa ini. Sekitar 70 persen perusahaan pers tidak sehat secara ekonomi dengan ditandai sulit mencari iklan.

Sebelumnya, ada UU ITE (Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang bisa mengancam pers.

“Tetapi ada kesepakatan Kapolri, Jaksa Agung dan Menkominfo, yang dengan tegas mengatakan UU ITE tidak berlaku bagi pers. Maka satu persoalan sudah selesai,” ujar Wina.

Persoalan berikutnya, katanya, adalah pers yang dulu gemuk, sekarang dengan teknologi mulai beralih.

Dulu faktor-faktor produksi hanya ada di tangan pers. Misalnya, perusahaan pers memiliki komputer, dan mesin cetak.

Sekarang dengan kemajuan teknologi, semua faktor produksi itu ada juga di publik, di masyarakat. Kemudian berkembanglah apa yang dinamakan media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan sebagainya.

“Semua orang bisa menjadi pewarta, pemberi informasi. Maka pers pun menghadapi problem. Dengan kemajuan teknologi, pers seakan-akan sudah tertinggal,” ujar Wina.

“Menurut survei, pengaruh pers adalah yang nomor empat dibandingkan yang lain-lainnya.”

Wina juga prihatin dengan wartawan sekarang ini. Kualitas mereka dalam logika, sistematika berpikir, kegigihannya jauh berkurang dibanding wartawan era lama.

SIMAK JUGA :  Ganjar Bicara Pelanggaran Kebebasan Jurnalistik Aiman Witjaksono dan Pegiat Medsos Palty Hutabarat, Kami Akan Bela!

“Dari segi daya juang, wartawan sekarang copy paste saja. Padahal jika mau melakukan risetnya, lebih tersedia dengan teknologi,” katanya.

“Dulu kan risetnya di perpustakaan, maka perpustakaan di sebuah perusahaan pers menjadi sangat penting. Sekarang dengan digital, semua sudah ada. Tetapi wartawan-wartawan kita cenderung malas,” katanya.

Ia menambahkan, dalam penguasaan teknologi, kemampuan wartawan relatif masih rendah dibandingkan dengan yang non-wartawan.

Misalnya, bagaimana dia bisa bekerja memakai handphone dengan berbagai multifungsinya.

Menurutnya, Dewan Pers juga harus mengadopsi perusahaan pers yang tadinya gemuk, tetapi sekarang bikin perusahan pers cukup dengan 3-4 orang.

“Padahal, syarat-syarat di Dewan Pers masih lama. Harusnya, cukup dengan 1 kamera, 2 orang sudah bisa bikin perusahaan pers. Tetapi persoalan ini tampaknya masih dalam masa transisi,” katanya. (K) ***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *