Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Konflik Dayak vs Madura Disebabkan Beda Sistem Nilai

  • Bagikan

JAKARTA – Perbedaan etnis tak akan menjadi masalah, selama tidak diikuti perbedaan yang tajam dalam sistem nilai dan orientasi budaya. Inilah yang menjadi penyebab utama konflik etnis Dayak vs Madura di Kalimantan Barat. Hal itu dikatakan Satrio Arismunandar, doktor filsafat dari Universitas Indonesia.

Satrio Arismunandar mengomentari tema webinar tentang Etnisitas dan Identitas di Kalimantan Barat, yang diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA. Webinar dengan pembicara Dr. Rosadi Jamani, dosen UNU (Universitas Nahdlatul Ulama) Kalbar itu berlangsung di Jakarta, Kamis 2 Februari 2023.

Satrio Arismunandar menjelaskan, pernyataannya itu mengutip hasil penelitian Arkanudin (2006) tentang akar konflik antaretnis, khususnya antara etnis Dayak dan Madura di Kalimantan Barat.

“Setidaknya tercatat 10 kali konflik terbuka antara etnis Dayak dan Madura di Kalbar antara 1933 sampai 1977. Konflik itu bereskalasi ketika ada warga etnis bersangkutan yang terbunuh,” ujar Satrio.

Ada berbagai teori yang mencoba menjelaskan penyebab utama atau akar konflik antara etnis Dayak dan Madura di Kalbar. Namun, mengutip penelitian Arkanudin, Satrio mengungkapkan, konflik Dayak vs Madura umumnya disebabkan oleh perbedaan sosial budaya.

”Sedangkan masalah perbedaan ekonomi, politik, dan hankamnas lebih merupakan pembenaran. Artinya, bukan merupakan penyebab utama,” jelas Satrio.

Hal ini terlihat dari fakta bahwa di Kalbar juga ada etnis-etnis lain yang lebih baik penghidupannya daripada warga Dayak. Seperti, etnis Melayu, Cina, Bugis, Jawa, Sunda, Minang, Batak dan Manado. “Tetapi hubungan mereka sangat harmonis,” tegas Satrio.

Bahkan, berdasarkan penelitian Pelly (1999), pada 1987 di daerah pedalaman Kalbar, keserasian sosial antara orang Dayak dan Melayu dengan orang Jawa dan Sunda telah berkembang ke arah kerja sama, akomodasi, akulturasi dan asimilasi.

SIMAK JUGA :  Tim Gabungan Satgas Terapkan Prokes di Rumah Makan, Warung dan Cafe

Orang Jawa mengajarkan orang Dayak dan Melayu tentang bagaimana mengembangkan teknologi pertanian sawah, dengan menggunakan bajak dan pengairan sederhana.

Sedangkan orang Dayak dan Melayu mengajarkan orang Jawa dan Sunda cara menanam lada dan tanaman keras lainnya. “Di samping itu, telah terjadi perkawinan antaretnis ini,” kata Satrio.

Satrio mengingatkan, maka dalam upaya merumuskan solusi penyelesaian konflik antaretnis, perlu mempertimbangkan budaya komunitas yang sedang mengalami konflik. ***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *