Lahirkan Konsep Seks di Luar Nikah, Siapa Muhammad Shahrur?

  • Bagikan

JAKARTA, harianindonesia.id – Disertasi Abdul Aziz tentang hubungan intim di luar nikah dibahas secara luas. Disertasi yang berjudul ‘Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Shahrur sebagai Validitas Hubungan Seksual Non-Perkawinan’ diuji di Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta atau UIN Yogya.

Tapi siapa sebenarnya Muhammad Shahrur, yang menjadi subjek disertasi Abdul Aziz? Dalam sebuah jurnal yang diterbitkan di jurnal journal.uinjkt.ac.id , dikatakan bahwa Muhammad Shahrur bin Daib lahir di perbatasan Shalihiyyah Damaskus di Suriah, pada 11 April 1938. Saat itu, negara itu masih di bawah pendudukan Prancis.

Pendidikan formal Shahrur dimulai di Institut Pendidikan Abdurrahman alKawakibi, di al-Midan di pinggiran selatan Damaskus. Peristiwa penting yang mendasari pemikiran dan gaya hidup paradigma Shahrur terjadi pada bulan Maret 1958, satu tahun setelah lulus, tepat ketika Shahrur berusia 19 tahun.

Shahrur dianugerahi beasiswa teknik sipil untuk belajar di Fakultas Teknik, Institut Teknik Moskow. Selanjutnya, Shahrur memilih untuk tinggal di Saratow, tidak jauh dari kampus. Pada tahun 1964, Shahrur menerima Diploma Teknik Sipil dari fakultas.

Setelah lulus, Shahrur kembali ke Suriah untuk mempersiapkan masa depannya, dan pada tahun 1965, Shahrur diterima sebagai dosen di Universitas Damaskus. Dua tahun kemudian (1967), Shahrur adalah seorang peneliti di Imperial College London, Inggris. Namun, itu dihentikan, karena perang Juni 1967 antara Suriah dan Israel.

Shahrur kemudian memutuskan untuk pergi ke Universitas Dublin di Republik Irlandia sebagai delegasi ke Universitas Damaskus. Bahkan, pada tahun 1969, Shahrur mengambil program MA & Ph.D dalam Mekanika Tanah dan Teknik Fondasi hingga 1972. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Shahrur kembali ke Fakultas Teknik di Universitas Damaskus.

Sejak usia muda, putra Daib dan putri Siddiqah, Shaleh Filyun, terkenal. Ini terbukti dari kelancaran proses pendidikan dan tanpa kendala. Tingkat pendidikan Syahrur seperti anak-anak lain mulai dari Ibtidaiyah, Iadiyah (SLTP / Tsanawiyah) dan Tsanawiyah (SMP / Aliyah) di Damaskus.

Shahrur menikah dengan Azizah dan dikaruniai lima anak yaitu Thariq (Rihâb), al-Laits (hakim Olga), Rima (berkabung Luis), dan dua lainnya adalah Basil, dan Mashun. Adapun dua cucunya bernama Muhammad dan Kinan.

Perhatian dan cinta Syahrur untuk keluarganya sangat besar. Jelas dalam karyanya bahwa mereka selalu menyebut nama mereka. Selain itu, itu juga muncul di pernikahan putrinya Rima, yang dirayakan dengan mengundang tokoh agama, bahkan tokoh politik dari partai Bath, partai paling berpengaruh di Suriah saat ini.

SIMAK JUGA :  DPRD Gelar Paripurna HUT Kota Payakumbuh ke 51 dengan Khidmat

Patut dicatat bahwa Syahrur tidak berafiliasi dengan lembaga Islam mana pun, juga tidak pernah menerima pelatihan formal atau memperoleh sertifikat dalam ilmu-ilmu Islam. Karya-karya yang telah ia tulis antara lain, Al-Kitab wa Al-Qur’an – Qira’ah Mu’ashirah (1990), Al-Daulah wa al-Mujtama ‘(1994), Al-Islam wa al-Iman – Manzhumah al- Qiyam- (1996), Nahw Ushul al-Jadidah Li al-Fiqh al-Islamy (2000), dan Tajfif Manabi ‘al-Irhab (2008).

Di antara karya-karyanya yang paling terkenal adalah Al-Kitab wa Al-Qur’an – Qira’ah Mu’ashirah (Buku Islam Kontemporer dan Al-Qur’an) dan Nahw Ushul al-Jadidah Li al-Fiqh al-Islamy (Metodologi Keuangan Islam Kontemporer). Karya monumentalnya, Alkitab, Qira’ah Mu’ashirah adalah karya terbesarnya.

Namun, tulisannya telah ditentang oleh 15 buku tak lama setelah penerbitannya di Damaskus pada tahun 90-an. Sebenarnya, lihatlah latar belakang pendidikan Syahrur. menunjukkan bahwa ia bukan seorang muffler, filsuf, filsuf, atau ahli bahasa.

Meskipun demikian, ia sering terlibat dalam isu-isu liberalisasi dan dekonstruksi Syariah atas interpretasi Alquran. Beberapa hukum Islam dan aturan interpretasi dan filosofi telah direkonstruksi dengan memberikan pengetahuan teknis dan mengandalkan asal-usul Arabnya. Latar belakang lingkungannya, baik pendidikan maupun asosiasinya, juga memengaruhi cara berpikirnya dalam pekerjaannya.

Abdul Azis mengatakan Milk Al-Yamin Interpretation milik Syahrur, yang ia gunakan dapat ditawarkan untuk membantu negara itu merumuskan undang-undang alternatif. Penafsiran ini digunakan untuk memerangi kriminalisasi orang-orang yang dituduh berzina.

“Hubungan intim di luar nikah tidak melanggar hukum Islam menurut interpretasi Syahrur. Dalam Al-Quran tidak ada definisi perzinahan dan hanya disebut perzinahan. Definisi perzinaan berasal dari para ulama yang kemudian dikodifikasi dalam fiqh atau tradisi hukum Islam,” Abdul Aziz mengatakan kepada Tempo baru-baru ini.

Bagi Syahrur, Abdul Azis mengatakan, hubungan intim disebut perzinahan saat mereka dipublikasikan. Ketika hubungan itu terjadi di sebuah kamar pribadi, berdasarkan cinta timbal balik, keduanya dewasa, tidak ada penipuan, dan niatnya tulus dan tidak bisa disebut perzinahan. Maka hubungan itu halal.

Sumber: Tempo.co

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *