Ahli Epidemiologi Ramal Puncak Covid -19 Awal Semester 2021

  • Bagikan

PANDU RIONO

JAKARTA ‐‐ Ahli epidemiologi (wabah) Pandu Riono menyebut puncak kasus covid-19 RI baru akan mencapai puncaknya pada awal semester pertama hingga pertengahan 2021.

Tingkat penularan lalu baru akan mulai melandai pada akhir 2021 hingga 2022.

Menurutnya, proyeksi tersebut memungkinkan jika penanganan pandemi virus corona masih lambat seperti saat ini.

Menurutnya, melihat kurva penyebaran sejak awal Maret, belum ada tanda-tanda kurva akan melandai. Bahkan, pada Jumat (28/8) kasus positif virus corona harian kembali memecahkan rekor baru, bertambah 3.003 orang dalam 24 jam.

Sebagai informasi, per Jumat (28/8) pukul 12.00 WIB, jumlah kumulatif kasus positif mencapai 165.887 orang.

“Kecepatan penularan dilihat bertahap, dari beta statistik percepatan transmisi, wow kaget. Kalau tidak melakukan penanganan secara serius, kemungkinan akan terus sampai 2021, pertengahan atau awal semester pertama baru sampai puncaknya,” ucapnya dalam diskusi daring Ancaman Karhutla di Tengah Pandemi COVID-19, Sabtu (22/8) seperti dikutip CNNIndonesia

Pandu mengatakan, jika penanganan pandemi tak kunjung serius,ia khawatir pada titik puncak tahun depan, infeksi harian tertinggi dapat mencapai 60 ribu kasus.

Dalam grafik yang ia tampilkan, angka penularan baru akan melandai setelah puncak, yakni mulai akhir 2021 hingga 2022.

Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk lebih agresif dalam mengendalikan penyebaran. Tak perlu khawatir soal gelombang kedua dulu, tapi fokus pada penanganan penyebaran gelombang pertama yang hingga saat ini pun tak kunjung melandai.

“Banyak pemimpin menyebut waspada gelombang dua, padahal gelombang pertama saja belum selesai,” lanjutnya.

Dia menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan acuh, tak serius melakukan testing massal. Dari seluruh provinsi, baru DKI Jakarta yang melakukan testing dalam skala besar. Sisanya bisa melakukan klaim zona hijau meski testing minim.

Lebih lanjut, ia menyebut pengendalian virus corona bergerak dua arah, tak hanya tanggung jawab pemerintah, namun juga masyarakat. Menurutnya, pengendalian penyebaran covid-19 yang efektif tak sulit atau mahal, hanya perlu disiplin menegakkan 3M; mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Ia menyarankan pemerintah untuk menggalakkan pembatasan sosial berbasis komunitas. Katanya, akan lebih efektif dalam mengendalikan penyebaran, daripada mengucurkan dana bombastis yang tujuannya tak terukur.

“Lebih efektif kalau PSBB berbasis komunitas karena kekuatan kita ada di komunitas. Ketahanan sosial masyarakat jauh lebuh besar nilainya dibandingkan uang pemerintah,” kata dia.

Zonasi tak Akurat

SIMAK JUGA :  Pemudik Wajib Urus SIKM Jika Balik ke Jakarta, Jika Tak ada Ditolak

Pandu Riono juga meragukan sistem zonasi yang ditetapkan pemerintah masih perlu untuk tetap diwaspadai. Ia menyebut banyak daerah yang ditetapkan sebagai zonasi hijau bukan karena kasus covid-19 rendah, melainkan karena terbatasnya testing massal.

Ia menyebut sebuah wilayah administratif hanya dapat dinyatakan zona hijau jika telah melakukan testing massal dan terbukti angka positif memang rendah. Namun, jika belum dilakukan testing, daerah tersebut tak dapat mengklaim menjadi zona hijau.

“Zonasi tidak akurat, jangan percaya,” katanya.

Dia berargumantasi bahwa zonasi tidak dapat digunakan sebagai dasar pemerintah membuka kegiatan ekonomi sosial sebuah daerah, apalagi sekolah. Sebab, data tersebut tidak akurat.

“Kenapa tidak ada kasus, ini dipengaruhi testing. Testing rendah tidak relevan dan dipakai oleh policy maker (pemerintah) untuk membuka kegiatan sosial ekonomi. Yang lebih parah mau membuka sekolah,” terangnya.

Pandu mengklaim bahwa dari data pergerakan atau mobilitas penduduk yang bersumber dari Facebook Disease Prevention Map menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Namun, ia tak menjabarkan data lebih rinci dari tingginya pergerakan masyarakat yang ia maksud.

Lebih lanjut, Pandu menilai bahwa akan lebih bijak jika pemerintah menegakkan PSBB berbasis komunitas daripada menggelontorkan dana untuk program-program yang tak terukur.

“Lebih efektif kalau PSBB berbasis komunitas karena kekuatan kita ada di komunitas. Ketahanan sosial masyarakat jauh lebuh besar nilainya dibandingkan uang pemerintah,” katanya.

Namun, ia setuju kalau pengendalian virus corona tak hanya tanggung jawab pemerintah, tapi bergerak dua arah dengan masyarakat.

Pengendalian penyebaran Covid-19 hanya akan efektif jika dikerjakan oleh seluruh komponen masyarakat. Cara yang efektif pun tak sulit atau mahal, hanya perlu disiplin menegakkan 3M; mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

Jika tidak fokus, ia memprediksikan puncak kasus virus corona RI baru akan terjadi pada awal semester pertama hingga pertengahan 2021. Sementara, tingkat penularan lalu baru akan mulai melandai pada akhir 2021 hingga 2022.

Menurutnya, proyeksi tersebut memungkinkan jika penanganan pandemi virus corona masih lambat seperti saat ini, karena melihat kurva penyebaran sejak awal Maret, belum ada tanda-tanda kurva akan melandai.

“Kecepatan penularan dilihat bertahap, dari beta statistik percepatan transmisi, wow kaget. Kalau tidak melakukan penanganan secara serius, kemungkinan akan terus sampai 2021, pertengahan atau awal semester pertama baru sampai puncaknya,” kata dia.

(awe/*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *