Pencopotan Baliho Ganjar Seperti Disengaja, TODUNG MULYA LUBIS : Kami Kesal dan Marah, Perlu Gerakan Rakyat!

  • Bagikan

Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahmud Dr Todung Mulya Lubis, Jubir Aiman dan Pengamat Politik Hendri Satrio memberikan penjelasan kepada wartawan di Markas Media Centre TPN Ganjar-Mahfud, Sabtu (11/11/2023. (Foto : Media Centre TPNGM)

JAKARTA, Harianindonesia.id – Pencopotan Baliho Paslon Capres Cawapres Ganjar-Mahfud diduga disengaja. Sebab sudah dua kali terjadi di tempat berbeda. Menanggapi ini, Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahmud Dr Todung Mulya Lubis menyatakan kesal dan marah.

“Kami kesal dan marah karena marak sekali upaya menciderai demokrasi saat ini. Untuk itu, saya ajak semua elemen bergabung dan berjuang menjaga integritas pemilu dan pilpres 2024.” kata Todung Mulya Lubis di Markas Media Centre TPN Ganjar-Mahfud Jalan Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 November 2023.

Menurut Todung, seharusnya aparat bersikap netral dalam penyelenggaraan Pemilu, bukan malah sebaliknya. Berkaitan dengan hal ini, sebutnya pula, TPN akan membuka pos pengaduan. Case by case

“Kami akan pelajari case by case dengan melihat bukti-buktinya. Kami akan memprioritaskan laporan ke Kapolri,” kata Todung Mulya Lubis

Todung mengatakan, TPN Ganjar-Mahfud dalam waktu dekat akan meluncurkan pos pengaduan dan mengundang semua pihak untuk melapor ke call center netralitas aparat negara.

Menurut Todung, kalau laporan tidak ditanggapi maka itu berarti kasat mata ada ketidaknetralan. TPN Ganjar-Mahfud tidak mengancam tapi masyarakat tidak bodoh dan diam saja bila ada ketidaknetralan aparat negara.

Todung mengimbau pejabat dan aparat pemerintahan untuk menjaga netralitas dan integritas pemilu. Sebab di tangan merekalah yang bertanggung jawab kalau pemilu ini nantinya cacat.

“Jangan anggap penyelesaian di Bawaslu dan KPU tidak akan mendelegitimasi hasil pemilu yang curang. Karena rakyat punya memori,” kata Todung.

Todung mengingatkan, ujung tindakan ketidaknetralan aparat pasti nantinya akan bermuara ke sengketa pemilu. Kalau pemilu ini cacat maka legitimasi hasil pemenang pemilu tidak akan diperoleh.

Todung mengatakan, keterlibatan aparat untuk capres tertentu dan mendiskreditkan capres lain itu akan mendelegitimasi hasil pemilu.

“Kami tidak ingin masyarakat menjadi divided society atau masyarakat terpecah karena ini tidak baik bagi bangsa yang sedang menyambut Indonesia emas,” kata Todung.

Todung mengingatkan, kalau masyarakat terpecah terjadi maka Indonesia mundur setback sangat jauh. “Kalau ini terjadi akan membuat saya sedih melihat pemilu 2024. Apa kita akan biarkan bangsa ini mundur? Tidak!” ucap Todung dengan nada tegas.

Menurut Todung, hal yang tidak kalah penting dalam pelaksanaan pemilu dan pilpres 2024 adalah prosesnya. Harga mati bahwa proses pemilu tidak boleh dicampuri pihak penguasa.

“Kami sangat kesal dan marah, begitu banyak kejadian yang menciderai proses demokrasi,” kata Todung.

Todung menyebutkan, dalam masa pemilu wajar apabila baliho capres dan cawapres ada dimana-mana. Namun sayangnya banyak baliho pasangan Ganjar-Mahfud yang diturunkan aparat kepolisian dan Babinsa dan Satpol PP. Namun di sisi lain ada baliho Prabowo-Gibran yang dibiarkan.

“Ini abuse of power oleh aparat. Apakah mereka mendapat perintah dari atas atau tidak, bagi saya itu tidak penting. Sebab mereka sebagai aparat hukum tidak boleh menciderai proses pemilu,” kata Todung.

Selain itu, kata Todung, ada keterlibatan kepolisian yang memasang baliho pasangan Prabowo – Gibran.

Menurut Todung, ini suatu hal yang kontras. Kenapa di satu sisi tidak boleh dan dikerjain dengan sistematis, namun di sisi lain ada baliho yang sengaja dipasang oleh aparat.

“Ini jadi akan jadi noda dalam pelaksanaan pemilu. Saya ingatkan jangan underestimate atau meremehkan reaksi dan respon masyarakat atas ketidaknetralan. Baik masyarakat dalam negeri maupun luar negeri, semua sedang mengawasi pelaksanaan pemilu 2024,” pungkas Todung.

Ganjar-Mahfud Tak Takut Jaga Demokrasi

Sementara itu, – Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono, mengatakan, dirinya mendapatkan sejumlah informasi dari beberapa kepolisian yang keberatan diminta komandan membantu kemenangan tim Prabowo-Gibran.

“Bahkan, kemarin, Harian Media Indonesia sudah memberitakan soal pemasangan baliho Prabowo-Gibran yang dilakukan oknum polisi,” kata Aiman Witjaksono dalam konferensi pers dan diskusi media bertajuk Perusakan Baliho Ganjar di Sumut, yang digelar Media Center TPN Ganjar-Mahfud, di Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 November 2023.

Tak hanya itu saja, Aiman juga mengungkapkan, adanya instruksi terhadap semua Polres di seluruh Indonesia agar meminta semua KPU daerah dan Bawaslu untuk menyesuaikan CCTV kualitas hd dengan suara yang diintegrasikan dengan polisi.

“Ini berarti segala gerak-gerik aktivitas penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu terpantau oleh aparat kepolisian. Padahal KPU dan Bawaslu ada sebuah lembaga independen penyelenggara pemilu,” kata Aiman.

Menurut Aiman, kalau tujuannya bagus tidak apa-apa tapi anehnya ini dilakukan jauh-jauh hari sebelum berlangsungnya proses pelaksanaan pemilu. Hal ini berpotensi luar biasa digunakan untuk memenangkan salah satu calon.

Meski begitu, Aiman yakin di kepolisian masih banyak polisi yang punya idealisme, integritas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugasnya. Termasuk Kapolri diyakini bisa menjaga netralitas institusinya.

“Semoga kecurigaan saya itu salah. Tapi kalau melihat beberapa indikasi yang terjadi di daerah sulit rasanya untuk mengatakan tidak ada sesuatu di sini,” kata Aiman.

SIMAK JUGA :  Pendaftaran Selesai dan Berkas Lengkap, Ganjar Sempat Jalan Kaki dari Rumah Relawan Pemenangan Prabowo ke KPU

Untuk itulah diharapkan polisi jangan menjadi institusi yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Aparat polisi diharapkan bisa tetap netral dan bekerja sesuai nurani.

“Jangan curang, kami tidak akan diam. kami akan berjuang mempertahankan demokrasi, kami tidak mau Indonesia kembali ke masa orde Baru,” kata Aiman.

Perlu Ada Simbol Gerakan Rakyat

Pengamat Politik Hendri Satrio, dalam kesempatan sama mengaku dirinya agak sulit mengharapkan netralitas aparat negara apabila melihat salah satu kandidat pilpresnya adalah anak presiden yang sedang berkuasa saat ini.

“Kita harus siap-siap kalau pada kenyataannya pemilu 2024 tidak netral. Nanti saya malah diiketawain karena berharap harap aparat negara netral. Kalau memang presiden mau netral seharusnya saat makan siang bareng capres, Jokowi berkata kepada Prabowo: Untuk menjaga netralitas saya maka saya tidak izinkan Gibran mendampingi Prabowo dan mempersilakan Prabowo mencari cawapres lain,” kata Hendri Satrio (Hensat) dalam konferensi pers dan diskusi media bertajuk Perusakan Baliho Ganjar di Sumut, yang digelar Media Center TPN Ganjar-Mahfud, di Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 11 November 2023.

Menurut Hensat, apabila menggunakan analogi sederhana maka pihak yang melakukan kecurangan itu biasanya adalah pihak yang sebenarnya lemah dan pasti kalah.

“Dia melakukan kecurangan karena tahu dirinya akan kalah sehingga untuk mencapai kemenangan harus lewat jalan curang,” kata pendiri lembaga Survei Kedai Kopi itu.

Hensat mengatakan, sebaliknya apabila ada pihak yang takut terjadinya kecurangan maka biasanya dia adalah pihak yang sebenarnya kuat.

Namun, kata Hensat, kalau pihak yang kuat ternyata takut adanya kecurangan maka ada kemungkinan pihak yang kuat itu tidak tahu bahwa dirinya mempunyai kekuatan. Atau tidak tahu bagaimana menggunakan kekuatannya itu.

Hensat memberikan satu contoh kasus kecurangan pemilu yang pernah terjadi di masa orde baru. Yakni saat pemilu 1992, di mana saat itu pada masa kampanye, ada salah satu parpol yang mendapatkan waktu untuk berkampanye di satu tempat tapi ternyata oleh penguasa izin kampanye di tempat itu dicabut. Sehingga parpol tersebut tidak bisa berkampanye.

“Saat itu ramai teriakan orang orang yang menyuarakan bahwa pemerintah ora adil yang diwujudkan dengan simbol warna putih yang artinya golput,” kata Hensat.

Namun, kata Hensat, untuk kondisi saat ini tidak tepat kalau untuk menyuarakan ketidakadilan dengan mengajak masyarakat untuk golput di pemilu. Justru masyarakat harus menggunakan hak pilihnya agar penguasa yang ingin terus menerus berkuasa tidak menang dalam pemilu.

“Saya sarankan kampanye dengan menggunakan satu simbol warna yang mencerminkan bahwa rakyat tidak menginginkan adanya kecurangan dan pemilu dan pilpres 2024,” kata Hensat.

Dalam gerakan massa menolak kecurangan pemilu, kata Hensat, paslon capres dan cawapres yang bisa dirugikan harus melibatkan penguasa negeri ini yaitu mengajak rakyat untuk lantang bersuara tolak kecurangan pemilu 2024.

Menyinggung soal apa bahayanya kalau pemilu berlangsung curang, Hensat menjelaskan, sebetulnya perjuangan reformasi itu pembatasan kekuasaan. Sedangkan yang terjadi saat ini arahnya memang mengarah ke penguasa yang ingin terus menerus berkuasa.

“Ini fenomena nepo baby, di mana anak-anak yang punya previlege mendapatkan akses tanpa melalui sebuah proses. Kondisi ini menurunkan semangat anak-anak muda yang sebetulnya berprestasi dan punya nilai juang proses dalam mencapai satu posisi,” kata Hensat.

Parahnya, kata Hensat, nepo baby ini terjadi di panggung politik nasional Pilpres 2024. “Saya lebih suka bilang ini anak presiden dan bukan anak berprestasi,” tukas Hensat.

Menurut Hensat, separah-parahnya zaman orde Baru, Presiden Soeharto tidak pernah dan tidak ada satu pun aturan yang dilanggar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbeda dengan penguasa saat ini yang justru mengubah aturan demi melanggengkan kekuasaannya.

“Yang namanya KKN itu ujung-ujungnya pasti tidak bagus dan justru merusak. Kalau dalam pemilu kali ini orang yang suka mengubah aturan demi kepentingan keluarganya kembali berkuasa maka aturan apa lagi yang mau diubah untuk kepentingan kelompok itu?” ucap Hensat.

Hensat juga mengritisi kenapa pembagian bantuan sosial (bansos) digelontorkan bersamaan dengan pelaksanaan pilpres.

“Parpol harus mengajak rakyat untuk melawan kecurangan pemilu dan pilpres 2024 dengan simbol warna. Sebab bahayanya kecurangan pemilu maka yang terpilih nantinya bukan hasil sesungguhnya pilihan rakyat,” kata Hensat.

Hensat mengatakan, dalam pelaksanaan pemilu, persoalannya bukan semata soal yang memilih tapi juga pihak yang menghitung perolehan suara. Di sinilah penguasa bisa curang. Kalau curang maka rakyat pastinya akan marah.

“Saya angkat jempol TPN Ganjar-Mahfud yang terus menerus mengangkat suara soal kecurangan pemilu. Bagaimana bangsa kita mau maju kalau terjadibkecurangan pemilu dan menghasilkan pemeng pemilu yang curang,” kata Hensat.

Hensat mengaku, di pilpres kali ini dirinya degdegan, sebab dia membayangkan bagaimana mungkin seorang bapak yang menjabat presiden membiarkan anaknya kalah dalam pilpres.

“Jadi jangan berharap Jokowi akan netral. Tapi kita harus memberikan dukungan ke KPU bahwa KPU dan segenap jajarannya akan baik-baik saja kalau KPU jujur dan tidak terjadi seperti apa yang terjadi di MK,” pungkas Hensat.(*)

AWALUDDIN AWE

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *