Andi Widjajanto : Ibu Mega Koreksi Suasana Demokrasi dan Konstitusi, bukan Mendung tapi Gelap

  • Bagikan

Deputi Politik 5.0 Andi Widjajanto menyampaikan keterangan pers bersama Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah usai mendengarkan pidato politik Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, Minggu (12/3/2023). (Foto : HI/AWE)

JAKARTA, HARIANINDONESIA.ID –

Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto, mengatakan, pidato Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri akan menjadi patokan bagaimana TPN Ganjar-Mahfud bersikap dan melakukan tindakan ke depan.

“Kami di TPN Ganjar-Mahfud berminggu-minggu merasakan suasana demokrasi dan konstitusi yang mendung. Tapi kini dikoreksi oleh ibu Mega dengan menyatakan itu bukan mendung tapi demokrasi yang gelap,” kata Andi Widjajanto dalam konferensi pers menanggapi Pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, di Rumah Cemara 19, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 12 November 2023.

Menurut Andi Widjajanto, pihaknya akan mengikuti arahan sesuai pidato Megawati Soekarnoputri. Yakni bagaimana menggunakan secercah cahaya dari putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjadi jalan untuk menjaga dan menegakkan demokrasi berbangsa dan bernegara.

Andi mengatakan, apa yang terjadi di pilpres dan pemilu 2024 saat ini bisa dianalogikan seperti pertandingan sepakbola.

“Pada saat kita bersiap-siap menanti pertandingan sepakbola untuk melihat kesebelasan yang terbaik tampil tapi ternyata timbul keraguan karena ada kejanggalan dalam praktik di lapangan soal pemain yang boleh turun bermain,” kata Andi.

Penonton ragu dengan kualitas pertandingan karena wasit yang seharusnya memimpin pertandingan dengan adil tapi ternyata wasit itu terlihat beberapa kali menengok ke ruangan kotak VIP yang ada di atas stadion. Wasit itu seakan menunggu instruksi sesuai arahan dari seseorang yang ada di box VIP. Sehingga pertandingan berlangsung dengan terjadinya berbagai anomali di lapangan.

“Titik awal kejanggalan adalah soal pengusulan capres dan cawapres. Tiba tiba ada sesuatu yang dipaksakan. Bisa mengambil contoh misal pertandingan U-17, ternyata ada satu kesebelasan yang di dalamnya ada pemain usianya di atas 17 tahun tapi bisa ikut bermain hanya karena diizinkan oleh penyelenggara pertandingan. Seperti itulah perasaan yang kami rasakan kami,” urai Andi.

Menurut Andi, berkaca dari pidato Megawati tersirat keinginan agar keputusan MKMK menjadi titik awal upaya menghentikan upaya rekayasa hukum dan rekayasa konstitusi yang kasat mata mengandung nepotisme.

Dalam putusan MKMK dengan menyatakan terbukti adanya pelanggaran etika berat yang dilakukan Ketua MK Anwar yang notabene Adik Ipar presiden Joko Widodo yang meloloskan ponakannya Gibran jadi cawapres.

SIMAK JUGA :  Bos Golkar Inginkan Komjen Paulus Waterpauw Wagub Papua

“Ibu Mega nadanya tenang, itu yang jadi patokan kami bersikap. Mega sama sekali tidak menyebutkan nama dalam pidato. Ibu Mega ingin sampaikan pesan nurani yang idealis tentang apa yang dulu pernah dilakukan tahun 1997-1998 hingga sekarang. Yakni kita harus kembali ke cita cita reformasi. kita harus menguatkan kembali perjuangan reformasi,” kata Andi.

Menurut Andi, apa yang terjadi di kekuasaan saat ini justru arahnya malah memperlihatkan ke tindakan melakukan praktik NKK yaitu nepotisme, kolusi korupsi.

“Dimulai dari nepotisme. Dari penetapan calon nepotisme yang brutal dengan memanipulasi hukum. Mega meminta stop tidak boleh ada lagi rekayasa hukum. Sebab begitu hukum diombang-ambingkan maka kita akan kehilangan wasit yang bisa bertindak fair dalam pemilu dan pilpres 2024,” kata Andi.

Andi mengatakan, ketika peserta pemilu kehilangan tim wasit yang adil maka dapat dipastikan pertandingannya sudah pasti tidak fair. Dampaknya penonton atau rakyat akan kecewa karana pertandingan tidak fair.

“Ada kebutuhan dan keyakinan, ada perjuangan nurani yang harus kami lakukan hingga akhir agar menjaga pelaksanaan pemilu dan pilpres 2024 berlangsung jujur dan adil,” kata Andi.

Dalam kesempatan itu, Andi juga menyoroti soal netralitas TNI yang secara tegas diatur dalam UU bahwa TNI tidak boleh berpolitik praktis.

Jadi, kata Andi, atasan TNI harus tahu bahwa UUnya sudah mengatur tegas soal netralitas TNI. Karakter TNI yang profesional dan bersikap netral dalam pemilu dan pilpres itu adalah jati diri asli TNI.

“Jadi kalau ada pihak yang menjadikan TNI ikut serta dalam politik praktis maka dia telah mencabut karakter dan jati diri TNI serta menjerumuskan TNI menjadi TNI amatir,” kata Andi.

Andi mengingatkan, Presiden meskipun menyandang panglima tertinggi TNI tidak boleh mendegradasi TNI untuk berpolitik praktis. “Di sumpah prajurit, disebut tegas bahwa TNI netral tidak boleh berpolitik,” kata Andi dengan nada tegas.

Menurut Andi, Presiden Jokowi sudah tegas meminta TNI dan Polri untuk netral dalam pemilu dan pilpres 2024. Sehingga
Kalaupun ada personel TNI yang jelas jelas terlibat politik praktis di pemilu 2024 maka bisa jadi itu artinya ada prajurit di level bawah yang mbalelo tidak menjalankan perintah atasnya. Atau, kata Andi, bisa jadi malah pimpinan TNInya dicuekin alias tidak dianggap oleh prajurit yang membalelo itu. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *