Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Banyak Orang Mengaku Tahu tentang Kehendak Tuhan

  • Bagikan
Satrio Arismunandar

JAKARTA – Banyak orang mengaku tahu lalu kehendak Tuhan atau sudah menjadi penghubung Tuhan, ketika terjadi bencana alam.

Hal itu dikatakan Satrio Arismunandar, doktor filsafat dari Universitas Indonesia (UI) mengomentari tema webinar, Teologi Bencana dan Pola Pikir Umat Beragama, yang diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA.

Webinar yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan pembicara alumni Al-Azhar Mesir dan tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Taufik Damas. Webinar itu berlangsung di Jakarta, Kamis, 23 Februari 2023 malam.

Satrio Arismunandar memaparkan beberapa contoh. Ketika terjadi bencana tsunami di Aceh pada Desember 2004, yang menewaskan ratusan ribu orang, ada yang berkomentar di medsos atau dalam percakapan bahwa bencana itu adalah hukuman Tuhan.

“Mereka berani menyimpulkan bahwa tsunami itu adalah azab yang diturunkan Tuhan, karena di kawasan pantai Aceh sudah banyak orang yang melakukan kemaksiatan. Tahu dari mana? Apakah mereka mendapat wahyu atau wangsit dari Tuhan?” kata Satrio bertanya.

Menurut Satrio, pola-pola penghakiman oleh umat beragama itu juga terjadi pada sejumlah bencana alam lain yang terjadi di Indonesia. Termasuk yang terjadi di Jawa Barat belum lama ini. Warga Jawa Barat dihukum karena dianggap membiarkan kemaksiatan terjadi di wilayahnya.

“Pola-pola penghakiman itu secara implisit mengekspresikan bahwa si penuduh merasa dirinya orang baik atau berada di pihak yang benar. Di sini ada rasa kesombongan atau takjub diri, yang tersembunyi dan samar,” ujar Satrio.

“Bencana itu menimpa orang lain. Mereka diazab oleh Tuhan karena berbuat maksiat atau berkolaborasi dalam kemaksiatan. Sedangkan saya tidak diazab dengan bencana. Oleh karena itu, berarti saya di pihak yang baik, bukan pelaku maksiat,” tutur Satrio.

SIMAK JUGA :  Selamat, BUMDes Tewah Jari Juara II Terbaik Lomba BUMDes Tingkat Provinsi Kalteng

Satrio berpendapat, tidak ada jawaban yang mudah dalam menjawab pertanyaan teologis atau filsafat, mengapa Tuhan “menghukum” atau menimpakan bencana pada umat.

Terutama ketika bencana itu menimpa orang yang kita anggap “tidak terlalu berdosa.” “Bahkan, orang yang kita anggap baik sekalipun bisa terkena bencana. Bayi atau anak kecil yang tidak berdosa juga bisa jadi korban bencana,” tutur Satrio.

“Sebagai orang beriman, saya meyakini ada hikmah dari Tuhan di balik semua bencana yang menimpa kita. Namun, apa persisnya hikmah tersebut, saya tidak berani mengklaim mengetahui semuanya atau membuat penghakiman. Saya cuma bisa menduga-duga,” jelas mantan pengurus Masjid ARH UI Salemba ini.***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *