Penurunan Bunga Acuan BI, tak Otomatis Turunkan Bunga Perbankan

  • Bagikan

MISRAN P

PADANG – Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumbar menyatakan bahwa penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia tidak secara otomatis akan diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan.

“Jadi memang ada time lag dari penurunan suku bunga acuan BI dengan bunga Perbankan, sebab mereka butuh penyesuaian dulu,” kata Misran P dalam keterangan tertulisnya kepada Harianindonesia.id, Rabu (24/2/2021).

Menurut Misran, penurunan suku bunga dari BI memang tidak serta merta langsung bisa diikuti dengan penurunan suku bunga kredit.

(foto : warta ekonomi)

“Perlu waktu bagi perbankan untuk menyesuaikan suku bunga kreditnya karena dana yang dihimpun bank bervariasi pula suku bunganya dan berbeda – beda pula jatuh temponya,” ujar bankir plat merah ini.

Biasanya, jelas Misran, untuk nominal dana besar berjangka waktu 1 tahun dengan bunga yang relatif tinggi juga.

Selain itu, tambahnya, biaya operasional lainnya tentu terikat juga dengan kontrak kepada pihak ketiga termasuk biaya premi risiko yang harus diemban bank.

“Nah apabila semuanya sumber dana, biaya operasional, biaya premi risiko, asuransi, kontrak dengan pihak pihak ketiga lainnya dapat diselesaikan masing masing sesuai jangka waktu jatuh temponya maka bank bisa menyesuaikan suku bunga kreditnya,” jelas Misran.

Jadi, lanjutnya, memang ada time leg antara penurunan sk bunga acuan bank sentral dengan penyesuaian suku bunga kredit perbankan.

PERNYATAAN KADIN SUMBAR

Penjelasan ini disampai Kepala OJK Sumbar Misran P terkait dengan pernyataan Ketua Kadin Sumbar Ramal Saleh, yang mempertanyakan relevansi penetapan bunga acuan Bank Indonesia yang tidak sesuai dengan perbankan nasional, termasuk di Sumatera Barat.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, kemarin, memutuskan bunga acuan BI diturunkan menjadi 3,5% dan pelonggaran kebijakan kredit kendaràan bermotor dan KPR boleh DP 0%.

Kebijakan ini, dalam pandangan Ramal Saleh, sangat membantu pelaku usaha dan masyarakat konsumen pada masa pandemi.

Tetapi Ramal Saleh balik mempertanyakan apakah kebijakan BI ini akan dipatuhi oleh perbankan. “Sepanjang tidak ada sanksi kepada kalangan perbankan, kebijakan BI ini jadi macan ompong saja,” kata Ramal Saleh, di Padang, Jumat (19/2).

SIMAK JUGA :  Pasca Gempa, Warga Solok Selatan Butuh Tenda dan Bahan Makanan

Menurut Ramal Saleh, kebijakan penurunan suku bunga acuan BI saat ini tidak paralel dengan penetapan bunga kredit di perbankan nasional, termasuk di Sumbar.

“Pemberlakuan bunga kredit perbankan Sumbar masih jomplang dari acuan BI yakni berkisar 8-10 per tahun. Sementara di perbankan Asean hanya berkisar 1-3 persen saja per tahun,” tandas Ramal.

Ramal mengharapkan kebijakan suku bunga perbankan benar benar dikatrol sesuai dengan acuan Bank Indonesia sehingga perkembangan sektor ril di masa pandemi bisa digenjot sedikit lebih kencang.

DP NOL PERSEN

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo secara resmi mengesahkan aturan kebijakan uang muka (Down Payment) nol persen untuk kredit kendaraan bermotor. Aturan itu sendiri akan mulai diberlakukan 1 Maret mendatang.

“Ini berlaku efektif 1 Maret 2021 hingga akhir tahun ini” kata Fery seperti dikutip Industry.co.id dari keterangan resminya, Jumat (19/2/2021).

Menurutnya, pelonggaran uang muka kredit kendaraan bermotor 0 persen ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor industri otomotif. Insentif inipun berlaku untuk semua jenis kendaraan.

“Ini untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,” paparnya.

Dijelaskannya lebih lanjut, dalam hal menjaga prinsip kehati-hatian, nantinya tidak semua bank bisa memberikan fasilitas DP nol persen, BI akan memberikan ketetapan khusus hanya kepada Bank-bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF.

“Hanya bank yang memenuhi kriteria NPL/NPF NPF tertentu yang mampu menyalurkan kredit dengan insentif baru tersebut,” tegas Perry.

Adapun bank dimaksud ialah bank yang mencatatkan posisi rasio kredit macet NPL atau NPF di bawah 5 persen.

Tak hanya sektor otomotif, menurut Perry, BI juga melonggarkan aturan pembiayaan kredit untuk sektor properti menjadi 100 persen atau kredit

“Pelonggaran rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) Kredit/Pembiayaan Properti menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti (rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan),” ucapnya.

“Ini juga berlaku efektif dari 1 Maret 2021-31 Desember 2021,” tandas Perry. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *