Pakar Kriminal Ingatkan Kemungkinan Penjarahan Bisa Saja Terjadi

  • Bagikan

ILUSTRASI

Jakarta, Harianindonesia.id ‐ Kriminolog Universitas Indonesia Reza Indragiri mengingatkan bahwa penjarahan di Pulau Jawa selama pandemi virus corona yang dirancang kelompok Anarko Sindikalis bisa saja terjadi. Meski Anarko bukan organisasi terstruktur, penjarahan besar-besaran tetap bisa terjadi.

Itu semua berkat kemajuan teknologi. Manusia bisa meniru tindakan apapun yang membuat mereka merasa mendapat penghargaan, tak terkecuali tindakan kekerasan melalui pembelajaran jarak jauh (vicarious learning).

“Si observer bisa menduplikasinya guna mengalami sensasi rewardingserupa. Alhasil, tanpa komando sekali pun, pemunculan perilaku tetap bisa berlangsung lewat proses peniruan jarak jauh,” kata Reza seperti dikutip CNNIndonesia.com, Minggu (12/4).

Pernyataan Reza itu terkait dengan penangkapan sejumlah anak muda di Kafe Egaliter, Tangerang, Jumat (10/4). Mereka disebut menebar sejumlah pesan provokatif di Tangerang.

Bahkan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana menyebut Kelompok Anarko tengah menyusun skenario agar tercipta penjarahan di sejumlah wilayah di Pulau Jawa saat wabah virus corona berlangsung.

Reza menjelaskan bahwa era serba virtual seperti sekarang, penyebaran ideologi terjadi dengan mudah, yakni lewat melalui proses perekrutan mandiri (self-recruitment) dan radikalisasi mandiri (self-radicalization).

Dua hal itu, kata dia, juga terjadi pada kasus-kasus terorisme. Dua hal itu pun berpotensi terjadi pada penyebaran ideologi anarkisme yang sedang jadi sorotan.

“Kedua mekanisme tersebut membuat pembentukan jaringan menjadi sangat mudah, bentuk jaringan menjadi sangat cair, yakni, dari terstruktur ke sel-sel aktif,” tutur dia.

Reza menilai paham anarkisme bisa lebih cepat menyebar jika banyak kalangan menyepelekan. Karenanya, ia menilai tindakan kepolisian bisa jadi benar.

Meski begitu, Reza juga mengingatkan agar kepolisian tetap dalam koridor hukum dalam merespons kelompok Anarko. 

“Saya berharap tidak ada tindakan-tindakan extrajudicial, apalagi sampai extrajudicial killings, dalam penanganan jaringan anarko dan lain-lain,” imbuhnya.

Sementara itu, Salah satu musisi yang mengamini paham anarkisme, Leonardo Ichwan, membantah klaim aparat kepolisian bahwa kelompok anarko merencanakan penjarahan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).

SIMAK JUGA :  Yenny Wahid Mengaku Pilih Pemimpin yang Dekat dengan Gus Dur

Ichwan yakin ada kesalahpahaman aparat kepolisian dan masyarakat secara umum mengenai anarkisme. Di Indonesia, kata dia, anarkis selalu dikaitkan dengan tindak kekerasan.

“Menurut saya sih, itu bahasa aparat saja, sebagian ada bahasa media selalu kalau ada kejadian apa pasti disebutnya anarki, tindakan anarkis. Walaupun para kaum anarki bilang pasti itu bukan tindakan kami,” kata Ichwan kepada CNNIndonesia.com, Minggu (12/4).

Dia menjelaskan bahwa tak ada ajaran melakukan kekerasan mau pun penjarahan dalam anarkisme. Sebagian tindakan itu masuk dalam gerakan vandal, sebagian lagi hanya tindak kekerasan biasa.

Ichwan menjelaskan anarkisme adalah filosofi utopis bahwa manusia hidup tanpa otoritas negara. Namun pengamalannya tergantung dari pemahaman masing-masing manusia.

“Kalau menurut saya sih enggak [mengajarkan penjarahan], kalau dari anarkonya sendiri. Tapi kan kalau sudah sampai di aparat, ya dikait-kaitkan saja sudah, ini sebutannya ini,” tuturnya.

Ichwan pun mengaku heran anarko mulai sering digunakan aparat kepolisian, setidaknya sejak kelompok berseragam hitam mengikuti aksi unjuk rasa pada Hari Buruh, 1 Mei 2019 di Kota Bandung.

Dia juga yakin aksi penjarahan yang disebut-sebut aparat tak akan terjadi. Ichwan sangsi anak-anak muda yang ditangkap benar-benar mendalami filosofi anarkisme.

“Ah itu mah enggak ada, bikin gerah doang. Kalau menurut saya zonk itu dan pasti ada dalangnya, belum kena saja dalangnya,” ucap dia.

Sejauh ini, kepolisian berencana mengejar kelompok anarko di Jakarta, Bandung dan beberapa kota lainnya. Pengembangan kasus dilakukan usai kepolisian menangkap tiga orang, dua di antaranya berperan sebagai admin grup WhatsApp dan Telegram.

“Pada 18 April 2020 mereka berencana melakukan aksi besar-besaran di pulau Jawa, vandalisme, tujuannya menciptakan keresahan, dan memanfaatkan masyarakat untuk melakukan keonaran hingga penjarahan,” ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana , Sabtu (11/4).

(awe)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *