Mahfud Ungkap Modus Cuci Uang, Bangun Hotel hingga Judi di Luar Negeri

  • Bagikan

Menko Polhukam Mahfud Md

Harianindonesia.id  –  Jakarta, Menko Polhukam Mahfud Md mengungkapkan sejumlah modus pencucian uang yang terjadi. Dia mengatakan modus pertama adalah membawa uang rupiah ke luar negeri untuk ditukar menjadi dolar dan diklaim sebagai hasil berjudi.

“Cara korupsi yang jahat ini juga pencucian uang. Uang itu, uang haram dihalalkan. Misalnya ada seorang pejabat daerah di ujung sana, anggaran transfernya dari pusat berapa… Rp 2 triliun, lalu uang itu diturunkan, Rp 600 miliar diturunkan. Dia bawa uang tunai Rp 600 miliar ke luar negeri,” kata Mahfud saat dialog kebangsaan bertajuk ‘Strategi Nasional di Bidang Polhukam Guna Antisipasi Dinamika Politik Global’ di Lemdiklat Polri dan disiarkan secara langsung melalui YouTube, Senin (21/8/2023).

Ketika uang itu diturunkan dari bank, tidak ditulis untuk apa dan ke rekening apa, untuk proyek apa, pokoknya ini untuk pembangunan. Dibawa judi ke Singapura, ke Malaysia, ke Las Vegas. Pulangnya uang itu sudah jadi dolar,” lanjutnya.

Mahfud menuturkan, sesampai di luar negeri, pelaku pencucian uang kemudian mendatangi tempat judi untuk meminta surat keterangan. Uang tu kemudian dimasukkan ke rekening pribadi dengan dalih hasil menang judi.

“Sebenarnya mereka di sana itu tidak judi, itu ditukar uang lalu minta surat keterangan bahwa dia datang ke rumah judi itu, nanti masuk ke Indonesia. Ini uang saya halal, kenapa? Saya judi dan judi di Singapura itu boleh. Masuk ke bank rekening pribadi. Sesudah diperiksa, saya menang judi. Itu namannya pencucian uang. Uang yang haram dimasukkan rekening seakan-akan halal, dicuci,” ujarnya.

Selain judi, modus pencucian uang lainnya adalah menggunakan uang tersebut untuk membangun usaha. Padahal, menurut Mahfud, usaha tersebut tidak laku, namun penghasilannya tidak masuk akal.

“Saudara ada korupsi, mendirikan Hotel Melati, lalu apa, Hotel Melati ndak ada yang nginap, hotelnya kotor, tapi laporan asetnya Rp 600 miliar, bayar pajak sekian. Lah hotel ndak pernah ada yang nginep kok Rp 600 miliar. Itu pencucian uang, dapat suap, ngentit APBN lalu dibangun hotel, lalu dibilang ini hotel maju. Ndak masuk akal, hotelnya ndak laku tapi asetnya Rp 600 miliar. itu namannya pencucian uang TPPU,” ucapnya.

SIMAK JUGA :  Begini Penyebab Santri di Sumbar yang Dikeroyok dan Akhirnya Meninggal Dunia

Mahfud juga menyinggung dugaan TPPU Rp 349 miliar yang pernah disampaikannya dan ramai di DPR. Dia mengatakan modus pencucian uangnya terkait mengubah pajak emas hasil impor.

“Ini yang ramai kan, yang saya katakan tindak pidana pencucian uang. Maaf, salah satu modus di tindak pencucian uang yang sampai ramai di DPR itu, apa, tindak pidana pencucian uang misalnya info emas. Seorang info emas dari Singapura, nilainya Rp 49 triliun, lalu di dalam aturan kepabeanan sebelum masuk ke negara tertentu, negara sebelumnya memberi keterangan, ini negara info emas ini emas apa, emas jadi apa emas mentah. Kalau emas jadi, pajaknya bea cukainya nanti 5 persen, kalau ndak, kalau mentah 0 persen,” ungkapnya.

Mahfud mengatakan emas yang harusnya dikenai pajak sebesar 5 persen, namun diubah jadi 0 persen. Uang hasil korupsi itu, menurut Mahfud, kemudian bisa dititipkan ke mana saja, termasuk juga ke saham.

“Ada kasus yang terjadi real terjadi 49 persen dari Singapura aparat kepabeanan Singapura mengatakan ini emas jadi, impornya, bea cukainya itu 5 persen berarti Rp 39 miliar. Sampai di Jakarta diubah 0 persen. Nggak ada pajaknya, kenapa, karena emas mentah, padahal Singapura mengatakan emasnya sudah jadi. Uangnya dibagi tentu saja. Nah itu uang sebanyak itu baru satu kasus, kalau sampai 10 kasus sudah berapa ratus miliar, bisa dia bangun hotel, bisa bangun apa, bisa dititipkan sebagai saham di mana-mana. Ini warisan dari mertua, dari apa, ditulis. Di situlah pencucian uang,” imbuhnya.

 

( Tri )

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *