Jual 60 Hotel, Pengusaha Bali Angkat Bendera Putih Hadapi Pandemi

  • Bagikan

Ilustrasi hotel murah di Bali

DENPASAR – Para pengusaha properti di Bali terpaksa menjual hotel mereka imbas pandemi COVID-19. PHRI Bali mencatat ada sekitar 50-60 hotel bintang satu hingga lima dijual pemilik.

Ketua PHRI Badung Rai Suryawijaya mengatakan, ada beberapa alasan pengusaha menjual aset mereka. Pertama, pengusaha tidak memiliki pemasukan karena pembatasan kegiatan masyarakat. Akibatnya, wisatawan ke Bali sepi.

Kedua, tabungan pengusaha hanya mampu menanggung 8 bulan biaya operasional berupa listrik, air, gaji karyawan, perawatan properti dan lain sebagainya. Sementara itu, pandemi COVID-19 telah berlangsung sudah 1,8 tahun.

Ketiga, pemerintah belum merealisasikan bantuan berupa pinjaman lunak untuk membantu hotel tetap beroperasi. Bali meminta pemerintah memberikan pinjaman lunak sekitar Rp 9 triliun untuk sektor pariwisata di tahun 2021.

“Di situasi seperti ini sangatlah wajar pengusaha ingin mengalihkan investasinya dengan cara menjual karena ada kewajiban-kewajiban lain, ada seperti pinjaman harus dibayar. Selama ini bantuan soft loan (pinjaman lunak) belum terealisasi,” kata Rai saat dihubungi wartawan, Rabu (1/9).

Rai menuturkan, penjualan ini juga tak semulus yang diharapkan. Sebab, investor terutama yang berada di luar negeri kesulitan untuk melakukan transaksi keuangan di tengah COVID-19.

“Namun belum banyak yang deal, karena banyak investor terutama dari luar negeri duitnya masuk karena ada kebijakan moneter negara masing-masing,” kata Rai.

Rai mengungkapkan, para pengusaha sejatinya tak ingin menjual hotel tersebut. Sebab, harga properti sedang turun sekitar 20 persen dari harga normal. Namun, hotel terpaksa dijual untuk membayar utang di bank dan biaya operasional.

“Situasi dan kondisi seperti ini belum bisa sata prediksi sampai kapan, karena ini berkaitan dengan kapan berakhirnya pandemi,” kata dia.

SIMAK JUGA :  PDIP : Kami Juga Punya Projo Ganjar

Ada beberapa harapan Rai untuk sektor pariwisata Bali. Pertama, pemerintah segera merealisasaikan pinjaman lunak tersebut. Kedua, baik pemerintah dan masyarakat berkolaborasi mengendalikan kasus COVID-19 sehingga pariwisata internasional segera dibuka.

“Usaha bertahan kalau sudah lebih dari setahunpertahanan juga runtuh. Ini waktunya kita tangguh, sudah digempur terus tapi belum ada kepastian (jadwal pembukaan pariwista),” tambahnya

“Kalau pemerintah ingin menyelamatkan harus memberikan bantuan. Bantuan misalnya soft loan tidak hibah. Soft loan ini dikasih 3 tahun, jadi tahun 2024 baru kita mulai nyicil. Jadi untuk keselamatan industri dan karyawan yang PHK besar-besaran,” kata dia seperti dikutip Kumparan. ***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *