Ganjar Pranowo Lebih Baik dari Jokowi dalam Penegakan Demokrasi, Jika Prabowo dan Anies Maka Chek and Balance akan Surut

  • Bagikan

JAKARTA, Harianindonesia.id- Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan memaparkan kinerja demokrasi Ganjar Pranowo terhadap Presiden Jokowi dan dua Paslon Pilpres lainnya, jika nanti terpilih jadi Presiden. Dari ketiganya, penegakan demokrasi Ganjar Pranowo jauh lebih baik.

Secara Spesifik Halili Hasan menyatakan lebih optimistis Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo akan tampil lebih baik dibanding Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penegakan demokrasi, bila memenangkan Pilpres 2024.

Halili menegaskan hal itu saat ditanya soal Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), Sabtu (6/1/2024) di Jakarta, jelang Debat Ke-3 Pilpres 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, akan menggelar Debat Ketiga Capres di Istora Senayan, Jakarta, pada Minggu (7/1/2024), bertema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik. Sebagai Subtema adalah Globalisasi dan Politik Luar Negeri.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Athiqah Nur Alami menyatakan, selama kepemimpinan periode kedua Presiden Joko Widodo, IDI menurun. Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan India.

“Demokrasi adalah “jualan” Indonesia di dunia internasional. Bagaimana kebijakan luar negari kita untuk menyelamatkan demokrasi ke depan,” ujarnya.

Checks and Balance

Lebih lanjut, Halili menjelaskan, bahwa kepemimpinan Ganjar akan lebih baik dibanding Jokowi, bila dilihat dari sisi kelembagaan dan konsolidasi demokrasi.

Artinya, bila Ganjar memenangkan Pilpres 2024, maka checks and balance antar lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif lebih berpotensi terjadi, dibanding Capres Nomor 2 Prabowo Subianto, dan Capres Nomor 1, Anies Baswedan.

Hal ini antara lain, berdasarkan komposisi parpol pengusung Ganjar yang lebih sedikit, yaitu PDI Perjuangan, Partai Hanura, PPP, Partai Perindo.

Sementara itu, Prabowo diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri atas Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Gelora, PAN, Partai Demokrat, PSI.

SIMAK JUGA :  Presiden : Tidak Ada Perpanjangan Jabatan Kepala Daerah

Menurut Halili, bila Prabowo memenangkan Pilpres 2024, checks and balance antar lembaga akan surut. Pasalnya, akan ada pembagian kotak perangkat pada level eksekutif seperti bagi-bagi jabatan, juga pada tingkat yudikatif.

Halili mencontohkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Putusan ini menjadi karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi cawapres Prabowo.

Selain putusan MK, Halili juga menyebut bahwa orang yang pernah menjadi korban penculikan pada era Orde Baru, kini bergabung mendukung penculiknya.

Dia menambahkan, bahwa jika Anies memenangkan Pilpres 2024, maka dari sisi konfigurasi parpol akan lebih memungkinkan checks and balance. Hanya saja persoalannya, ada kelompok konservatif yang bergabung dengan koalisi parpol pengusung Anies.

Kelompok konservatif ini sulit menyatu dengan kelompok lain yang memiliki platform nasionalis.

“Secara umum kalau memberi akomodasi pada kelompok konservatif akan melahirkan blunder,” pungkasnya.

Adapun, Capres Anies dan Cawapres Muhaimin Iskandar diusung Partai Nasdem, PKS, dan PKB. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *