Nasib 14 Siswa yang Masuk Salah Prosedur di Sawahlunto Masih Belum ada Titik Temu

  • Bagikan

Sawahlunto, harianindonesia.id – Nasib 14 siswa dari 17 siswa  SMA 1 Sawahlunto, Sumatera Barat, yang di keluarkan dari sekolah akibat dugaan kesalahan prosedur dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 oleh manajemen sekolah, masih belum menemukan titik temu.

Kini, masalah tersebut mendapat perhatian Pimpinan Sementara dan seluruh Anggota DPRD Kota Sawahlunto, yang membawa langsung persoalan itu ke Kementerian Pendidikan dan kebudayaan di Jakarta, dua hari lalu.

Targetnya, anak-anak tersebut kembali bersekolah di tempat yang sama,  SMA 1 Sawahlunto.

Pimpinan Sementara  DPRD Kota Sawahlunto Eka Wahyu,SE, di  dampingi anggota Elfia Rita Dewi,SH saat sebagaimana di kutip Rakyat Sumbar,, usai menerima para orang tua dan anak-anak mereka yang dikeluarkan dari sekolah, Senin (23/9) mengatakan, mereka akan tetap memperjuangkan hak siswa untuk kembali ke bangku sekolah yang sudah di tinggalkan sekitar sepekan lebih itu.

Pernyataan pimpinan dewan itu muncul setelah memperoleh lampu hijau dari  Kementerian Pendidikan, dan staf kepresidenan yang mendukung upaya DPRD Sawahlunto memperjuangkan nasib siswa-siswa yang terancam kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan, sebagaimana diatur dalam Undang Undang Dasar 1945.

“Kemarin kami ke Kementerian dan staf kepresidenan, mereka merespon  persoalan yang kami kemukakan. Jawabannya, minta anak-anak tersebut tidak boleh di keluarkan, bahkan harus kembali ke bangku sekolah. Jika ini tidak di akomodir, saya akan  kembali ke kementerian itu” tegas Eka wahyu, tanpa menyebut nama pejabat terkait yang memberi pernyataan.

Dibalik upaya memperjuangkan itu, 14 siswa SMA 1 Sawahlunto yang dikeluarkan kini dalam keadaan bingung, sedih, kuatir, bahkan ada yang pingsan karena nasib mereka yang terancam tidak bisa ke bangku sekolah, padahal mereka sudah mulai mengikuti kegiatan belajar di kelas masing-masing.

Pertanyaan mereka, jika tidak di terima, bagaimana hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

“kami punya hak mendapatkan pendidikan, kenapa kami di keluarkan. Sehingga kami bingung, kuatir tidak bisa kesekolah, dengan pikiran menerawang. bahkan saya sampai pingsan dan tak sadarkan diri akibat kebijakan ini.” tuitur Kanza, di temani Nurhasrin, Laning, Azizah, dan Azira, yang juga bernasib sama.

Melanggar Prosedur

Sementara, secara terpisah, Senin petang (23/9), Kepala Dinas Pendidikan  Provinsi Sumatera Barat, Adib Al Fikri, sebagai pemegang otoritas  pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di Sumbar, saat di konfirmasi Rakyat Sumbar via telepon genggam menyatakan dengan tegas, tidak akan menerima anak-anak tersebut kembali ke sekolah yang sama, kecuali di salurkan ke SMA 2 dan SMA 3, sesuai sistem kebijakan zonasi penerimaan peserta didik baru.

Menurutnya, peristiwa yang terjadi merupakan kesalahan prosedur dari pihak sekolah yang tidak mengacu pada regulasi.

Ketentuannya, dalam satu rombel maksimal 36. Tapi, kenapa dibuat 42 orang. Inilah  kesalahan fatal yang terjadi. Ingat, sebutnya, bukan pihaknya ingin menelantarkan anak-anak tersebut sebagaimana isu yang dihembuskan pihak lain.

“Kami tidak menelantarkan anak-anak tersebut, tapi difasilitasi untuk masuk kesekolah di luar SMA 1. Kenapa harus dipaksakan di SMA 1, karena awalnya sudah tidak mengacu pada aturan .
Kalau mau dipaksakan masak maksimalnya 36 di buat 42, itukan tetap salah.” tegasnya.

SIMAK JUGA :  Haidir Siap Maju di Pilkada 2020 Mukomuko

Adib melanjutkan, yang jadi persoalan, selaku Kepala Dinas dia dipaksa untuk membuka rombel baru yang tidak sesuai aturan. Tapi, dia tak bergeming, karena konsisten tidak ingin mendobrak aturan dan regulasi.

Bisa dipahami, ungkapnya, tidak ada aturan yang mengatur dia boleh menginzinkan buka lokal baru itu.

Dalam persoalan ini, banyak pihak melihat dari satu sisi yang menganggap telah terjadi penelantaran terhadap anak-anak di SMA 1 itu.

Melainkan, ini adalah   murni kesalahan pihak kepala sekolah, yang telah menerima sangsinya  harus berhenti dari  kepala sekolah. Ini merupakan sangsi jabatan, kalau sangsi lain yang bersangkutan akan di lakukan pemeriksaan oleh  inspektorat.

“Kalau kami dari Dinas Pendidikan, jabatan itu kami cabut, sekarang upaya yang kami lakukan adalah bagaimana menyelamatkan anak-anak yang terlanjur dikeluarkan itu dapat kembali bersekolah di tempat lain. kalau ada pihak yang berusaha ke kementerian atau pihak lain boleh-boleh saja, nanti kita lihatlah. Yang pasti saya tidak akan bergeming, dan tak mau melanggar aturan” tegas dia.

Terkait nasib kepala sekolah, proses masih berjalan, nanti akan ada inspektorat turun memeriksa pihak terkait. Untuk sementara, kepala sekolah di non jobkan, karena itu kewenagan Gubernur dan pihaknya selaku kepala dinas.
Jika nanti, dalam pemeriksaan dia (kepsek) tidak bersalah, maka haknya  bisa dikembalikan seperti biasa, tapi jika dalam pemeriksaan ditemukan dugaan pelanggaran, maka dia dapat disangsi dalam aturan kepegawaian. Bisa turun pangkat dan sangsi lainnya, tapi itu bukan kewenangannya, melainkan pihak yang berkompeten untuk itu. 

“Saya tegaskan lagi, anak-anak tersebut tidak bisa kembali ke SMA 1 lagi, tapi kami fasilitasi masuk ke SMA 2 dan SMA 3, jika ini dipaksakan untuk diterima di SMA 1 lagi,  maka yang dirugikan anak-anak itu sendiri.

Jika nanti mereka lulus, akan menghadapi kendala mendapatkan sertifikat dan ijazah, karena prosesnya tidak sesuai prosedur dan regulasi yang ada” ungkapnya.

Weldison, salahsatu orang tua siswa, dari 13 siswa yang terlantar berharap, pihak Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat arif, dan bijaksana untuk dapat membentuk rombel dan kelas baru guna menampung anak-anak tersebut.

Sebab, katanya, para orang tua sangat kuatir, kelak anak-anak mereka  akan mengalami gangguan psikoligis, karena tidak mendapat kesempatan mengikuti kegiatan sekolah, hingga terjadi penelantaran.

Selaku orang tua akan terus berjuang, dan berharap anak-anak kembali kesekolah seperti biasa.

“Insya Allah, setelah libur karena kabut asap, Kamis ini, anak-anak dapat kembali ke kelas untuk belajar.” harapnya.

Semula ada 17 siswa yang di keluarkan akibar prosedur yang tidak sesuai ketentuan penerimaan anak didik baru, namub 3 diantaranya sudah masuk ke sekolah lain sesuai ketentuannya, sekarang yang berjuang tinggal 14 lagi, yang masih menanti kepastian diterima di sekolah yang sama. (id)    

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *