Politik Pembangkangan dan Dinasti Politik ada di Pilpres 2024 : Negara Vs Kontestan?

  • Bagikan

Diambil dari ilustrasi Tempo (foto : kredit Tempo)

Oleh : Awaluddin Awe*)

PUBLIK akhirnya tercerahkan dengan pernyataan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto kepada wartawan, Minggu (29/10/2023) dengan membuka seluas dan selebarnya isu tentang Jokowi dan keluarganya, sekaligus hubungannya dengan PDIP.

Hasto menyebutkan bahwa praktik politik yang dilakukan Jokowi dan putranya Gibran Rakabuming Raka adalah Political Disobedience atau politik pembangkangan yang dipadukan dengan rekayasa hukum Mahkamah Konstitusi, untuk memperjuangkan sang putra menjadi Wakil Presiden.

Tindakan ini, belum pernah dilakukan oleh Presiden RI sebelumnya. Mantan Presiden Soeharto hanya sempat sebentar mendudukan putri sulungnya, Mbak Tutut menjadi menteri. Tidak ada dukungan terhadap anaknya untuk meneruskan kekuasaan presiden. Padahal, saat dia menjelang jatuh, putri bungsu pak Harto Tommy Mandala Putra sudah masuk ke ranah politik praktis.

Sejumlah putra putri beliau juga masuk dalam kegiatan kepartaian dalam proses yang lazim dan tidak mendapatkan peran yang terlalu menonjol.

Mantan Presiden SBY juga melegitimasi putranya AHY dalam proses yang wajar juga saat masuk dalam bursa pencapresan, atau tidak dalam keadaan masih menjabat sebagai Presiden.

Kesadaran Presiden Jokowi membiarkan anaknya menjadi Cawapres liwat penggunaan mekanisme keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) adalah satu keberanian besar. Sebab sampai saat ini isu tentang KKN belum reda, tetapi Jokowi dengan sadar membiarkan proses di MK seolah olah memberikan keberpihakan kepada anaknya sendiri menjadi Cawapres.

Tindakan ini mengesankan bahwa Jokowi sedang membangun stigma bahwa kontestasi Pilpres 2024 adalah para konstentan sedang berhadapan dengan negaranya sendiri. Sebab posisi Jokowi adalah Kepala Negara Republik Indonesia.

Jokowi sama sekali tidak memedulikan reaksi rakyat atas keputusan MK itu. Seolah olah Jokowi menganggap biasa saja anaknya menjadi Cawapres. Sebab Gibran sudah dewasa dan sudah punya KK sendiri, tidak terkait dengan kemauan sang Presiden sebagai orangtua.

Keputusan politik ini juga mengesankan bahwa rakyat Indonesia masih belum melek politik dalam melihat persetubuhan politik dan kalangan petinggi hukum. Saya melihat Jokowi seperti sedang menguji kesadaran rakyat untuk mengawal demokrasi. Jika tidak peduli maka ia jalankan skenario pencawapresan anaknya sampai menang.

Tanda tanda ke arah itu sudah terlihat. Pemanfaatan jabatan dalam pemerintahan untuk pemenangan putera mahkota presiden sudah terjadi. Ada seorang Wamen disebutkan dalam sebuah video memimpin rapat pemenangan untuk Gibran.

Bertentangan dengan prinsip Ketuhanan

Dalam terminologi politik, termasuk di Indonesia, tentunya, tidak dikenal istilah kawan yang abadi, mungkin juga lawan abadi. Yang ada itu, adalah kepentingan, kesamaan dan atau keberpihakan yang abadi.

Saya tidak tau apakah Jokowi juga menganut paham seperti ini?. Tetapi jika benar, maka Jokowi dengan secara sadar telah melakukan sesuatu untuk kepentingan pertaruhan jabatan dan moralitas seorang presiden terhadap anaknya.

SIMAK JUGA :  Jokowi Yakin Pasar Modal Bisa Dorong Pemulihan Ekonomi Nasional

Jika seorang presiden melanggar hak hak dan kepentingan kelompok tertentu untuk kepentingan negara dan persatuan negara, masih wajar. Tetapi jika seorang presiden membiarkan proses keputusan hukum yang jelas berpihak terhadap anaknya sendiri, maka ini sudah bisa disebut dengan pembangkangan konstitusi.

Sebab itu sudah sangat wajar jika pihak DPR meminta bertanya kepada presiden tentang apa yang sudah dia lakukan untuk menyukseskan putranya sendiri menjadi Cawapres.

Hasto sendiri juga sudah menyebut di dalam pemberitaan bahwa apa yang dilakukan Jokowi bersebarangan dengan prinsip prinsip Ketuhanan. Bahwa rakyat Indonesia yang menganut paham religius menolak sikap sikap yang melanggar pranata kebaikan dan konstitusi.

Secara politik PDIP adalah Ibu ideologis Jokowi yang telah melahirkan dirinya menjadi Walikota Solo, Gubernur dan bahkan melahirkan dirinya menjadi Presiden RI dua periode. Kata Hasto PDIP telah memberikan privilage yang luar biasa terhadap Jokowi.

Lalu, setelah masa jabatannya sebagai Presiden berakhir Jokowi berkhianat terhadap Partai yang telah membesarkan dirinya maka dikotomi politik kepentingan harus dihapus. Sebab hal itu tidak menjadikan seorang presiden sebagai seorang negarawan tetapi memberikan peluang untuk menjadi tirani. Apalagi seperti disebutkan Hasto para pemimpin Partai di koalisi itu terpaksa saja mendukung karena kartu truff mereka dipegang oleh Jokowi. Jika ini benar maka koalisi itu sedang menyisakan bom waktu, yang satu saat akan meledak.

Kita sejak awal terpengaruh oleh kebijakan Presiden Jokowi tentang Indonesia Emas dengan memperkenalkan sejumlah program prestisius, termasuk pemindahan Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan. Dan kita awalnya sependapat proses keberlanjutan menuju Indonesia itu harus dikawal.

Tetapi dengan cara cara yang dilakukan Jokowi melalui suksesi kepemimpinan dengan melibatkan anaknya kita jadi bertanya tanya ada apa sebenarnya dibalik Indonesia emas itu. Apakah benar berkahnya untuk kemaslahatan rakyat Indonesia semata?

Namun membaca pernyataan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebutkan awalnya tidak mau membuka sikapnya, dan baru mau bicara setelah mendengar pernyataan sejumlah tokoh kebudayaan seperti Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, dapat kita pahami bahwa apa yang dilakukan Jokowi tidak hanya menyakiti hati kader PDIP tetapi lebih dari itu juga mengkhianati perjuangan Pro Jokowi yang didukung oleh ratusan bahkan ribuan pencinta Indonesia yang Pro Demokrasi dan Pro Hukum.

Artinya, Jokowi sedang menyiapkan antitesa terhadap dirinya sendiri. Dalam bahasa Melayu ada satu pantun yang juga bisa menjadi pembelajaran bagi semua : Raja Lalim Raja Disanggah! (*)

*) Penulis adalah wartawan senior, CEO Harianindonesia.id, Pemimpin Redaksi Kabarpolisi.com, dan pegiat media sosial berdomisili di Jakarta.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *