Kontroversi Mahyeldi – Hendri Septa Terkuak : Apakah Audy juga tak Bahagia?

  • Bagikan

Oleh Bachtul)*

Dalam dua atau tiga hari belakangan, publik di Sumbar dihebohkan dengan kontroversi pelantikan Sekdako Padang yang dibebastugaskan sementara, Amasrul sebagai Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Propinsi Sumatera Barat oleh Gubernur Mahyeldi Ansharullah.

Pelantikan Amasrul itu sendiri memang agak unik, aneh bin ajaib kata Walikota Padang Hendri Septa kepada media. Amasrul baru saja dibebas tugaskan sementara (DTS) sebagai Sekda Kota Padang karena dianggap melanggar disiplin kepegawaian dan saat ini masih dalam proses pemeriksaan pihak terkait.

Tiba tiba saja dan tanpa sepengetahuan walikota Hendri Septa, Gubernur Mahyeldi melantik Amasrul sebagai Kadis PMD bersamaan dengan pelantikkan beberapa pejabat eselon II lainnya.

Pelantikan dilakukan malam hari dan terkesan diam diam karena hampir tidak diketahui media, tak pelak menimbulkan kontroversi ditengah masyarakat.

Bukan pelantikan malamnya yang menimbulkan kontroversi, karena ketika jadi Walikota Mahyeldi sering digambarkan pendukungnya sebagai sosok Pai Kalam Pulang Kalam (PKPK). JAdi pelantikan malam bukan hal yang asing bagi Mahyeldi.

Tetapi yang menjadi kontroversi adalah pejabat sedang diperiksa karena kasus disiplin dan tidak pula mengantongi izin atasan, dalam hal ini walikota Padang, dilantik oleh Gubernur sebagai salah seorang Kepala Dinas di Propinsi.

Sebelumnya, ketika Amasrul dibebas tugaskan sementara dari Sekda Kota Padang, Mahyeldi sebagai Gubernur juga terdengar menyuarakan ketidaksetujuannya atas kebijakan Walikota Padang.

Bahkan anggota DPRD Padang dari PKS atau partainya Gubernur Sumbar, sampai mendemo dan mendesak wako Hendri Septa untuk membatalkan pembebasan tugas sementara Amasrul sebagai Sekda dan meminta Amasrul diaktifkan kembali.

Jauh sebelum itu juga terdengar suara miring dari Mahyeldi atas mutasi pejabat dilakukan Walikota Padang di lingkungan Pemko Padang.

Kita tidak tahu apa yang melatarbelakangi ketidaksesuaian antara Mahyeldi sebagai Gubernur dengan Hendri Septa sebagai Walikota Padang.

Apakah murni karena masalah aturan, atau karena ada “orang” Mahyeldi yang tergusur akibat Mutasi yang dilakukan Hendri Septa atau ada “masalah keluarga” antara Mahyeldi dengan Hendri ketika mereka berpasangan sebagai Walikota dan wakil Walikota Padang sebelum Mahyeldi dilantik jadi Gubernur pada bulan Februari 2021?

Sebelum Mahyeldi dilantik jadi Gubernur, “Rumah tangga” pasangan walikota dan wawako Padang mahyeldi-Hendri Septa terkesan bahagia dan “Samawa” . Tidak ada terdengar riak apalagi ombak ke tengah publik.

Tapi tiba tiba setelah Mahyeldi dilantik jadi Gubernur dan Hendri Septa melakukan mutasi beberapa saat setelah dilantik jadi walikota, suara miring dan ketidaksetujuan muncul dari Mahyeldi atas mutasi tersebut yang disampaikan secara terbuka melalui media dengan macam macam pertimbangan dan tentunya juga alasan aturan.

Tanggapan yang disampaikan Mahyeldi secara terbuka terkait mutasi itu, mengindikasikan tidak ada komunikasi dan koordinasi baik formal maupun informal antara Hendri Septa dengan Mahyeldi sebelum mutasi dilakukan.

Memang tidak ada keharusan untuk seperti itu, tapi paling tidak sebagai sosok yang pernah berpasangan di kota Padang tidsk ada salahnya juga Mahyeldi diinformasikan tentang mutasi yang akan dilakukan di kota Padang.

Tidak adanya komunikasi maupun koordinasi, baik formal maupun informal antara Hendri Septa dengan Mahyeldi sebelum mutasi, memberi petunjuk kepada kita bahwa pasangan Mahyeldi-Hendri Septa bukanlah pasangan yg bahagia di kota Padang.

SIMAK JUGA :  Persaingan Prabowo, Ganjar, dan Anies Jadi Bahan Kuliah di Kelas

Hendri Septa mungkin makan hati di kota Padang, tapi karakter Hendri yang tenang dan tidak bikin gaduh membuat ketidabahagiannya di Padang tidak terungkap ke ranah publik selama ini.

Dalam hubungan berpasangan Wako dengan Wawako tidak mungkin terjadi Wako dirugikan oleh Wawako. Karena kewenangan sepenuhnya ada pada Wako.

Wawako adalah ban serap, baru berfungsi kalau difungsikan oleh Wako. Begitu aturan Undang undang.

Ketidakharmonisan hubungan Mahyeldi dengan Hendri Septa akhirnya makin terang benderang setelah Mahyeldi melantik Amasrul sebagai kepala Dinas PMD Propinsi.

Dimana menurut walikota kepindahan Amasrul ke Propinsi tanpa izin dari dirinya sebagai walikota.

Jika akhirnya ada yang mengatakan kalau Hendri Septa adalah pasangan Mahyeldi tidak bahagia ketika di Padang, siapa bisa membantah?

Mahyeldi menjadi walikota berpasangan dengan Hendri Septa adalah untuk periode kedua.

Sebelumnya pada periode pertama Mahyeldi menjadi walikota berpasangan dengan Emzalmi. Apakah “rumah tangga” mereka harmonis? Sepertinya tidak.

Apakah Emzalmi bahagia menjadi pasangan Mahyeldi?. Sepertinya juga tidak.

Apa indikasi dan buktinya? Buktinya untuk periode kedua Mahyeldi – Emzalmi pecah kongsi.

Emzalmi maju pula sebagai calon walikota. Seandainya bahagia jadi wakil Mahyeldi tak mungkin Emzalmi maju menantang Mahyeldi, karena karakter Emzalmi sama sepertinya dengan Hendri Septa. Sekilas beliau bukanlah type orang yang ambisius.

Majunya Emzalmi menantang Mahyeldi patut diduga juga didasari untuk memperlihatkan ketidakbahagiaan dan ketidakpuasan menjadi wakil Mahyeldi.

Karena ketika maju berpasangan dengan Mahyeldi, Emzalmi sempat berjanji hanya akan maju untuk sekali itu saja. Akhirnya Emzalmi maju lagi tentu ada motif yang melatarbelakanginya.

Yang menarik adalah mengamati pasangan Mahyeldi yang ketiga, yakni Audy Joinaldy.

Apakah Audy akan bahagia berpasangan dengan Mahyeldi atau bernasib sama dg dua pasangan sebelumnya yang patut diduga tak bahagia jadi pasangan Mahyeldi.

Hendri Septa bahkan tak sampai dua tahun menjadi pasangan tapi sepertinya memang tak merasa bahagia hidup bersama dengan Mahyeldi selama hampir dua tahun berpasangan.

Kalau seandainya bahagia berpasangan dengan Mahyeldi tak mungkinlah Hendri Septa melaporkan Mahyeldi mantan pasangannya ke Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian, yang kini menjabat Mendagri.

Jarang jarang lo orang melapor ke polisi langsung kepada jendralnya.
Kalau tak ada alang kepalang tak mungkin Hendri Septa melakukannya.

Kembali kepada Audy, kalau dilihat dari pembawaannya Audy tenang sama dengan Hendri Septa dan Emzalmi.

Tapi ada bedannya sedikit, Audy lebih progresive dan lebih bersemangat. Dia sepertinya butuh ruang untuk aktualisasi diri yang lebih lapang.

Jika Mahyeldi memperlakukan Audy sama dengan Emzalmi dan Hendri Septa, maka bisa saja riak lebih cepat tiba.

Tapi saya berharap Audy bahagia menjadi wakil Mahyeldi.

Apakah 2024 mau berpasangan lagi atau mau maju masing masing itu terserah saja. (*)

)* Penulis adalah mantan anggota DPRD Sumbar, politisi dan aktifis demokrasi.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *