Tan Malaka seorang guru yang Mengkosep Republik Indonesia dan ikut berjuang di Medan Gerilya dan Ditembak Mati

Pembicara Daddy Palgunadi, Moderator Awaluddin Awe dan pembicara Sunggul Hamonangan Sirait SH MH dan Ben Ibratama Tanur (*)

DEPOK, Harianindonesia.i – Secara fisik tokoh bangsa Ibrahim Datuk Tan Malaka memang sudah tiada tetapi Tan Malaka sesungguhnya masih hidup. Sebab gagasannya tentang kemerdekaan dan pendidikan masih relevan dengan kondisi Indonesia saat ini. Dan Tan Malaka adalah: Konseptor Republik Indonesia, meyiapkan buku Gerpolek untuk perang gerilya.

Demikian rangkuman hasil diskusi publik Tan Malaka dan Pendidikan Nasional yang digelar Tan Malaka Institute Jawa Barat, berkaitan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional di Akara Space Limo, Depok, Jawa Barat, Jumat (2/5/2025).

Diskusi awalnya menampilkan pembicara utama Irjen Pol Amhar Azeth, mantan Duta Besar Rumania dan Moldova. Tetapi karena adiknya meninggal di Palembang maka digantikan oleh Ben Ibratama Tanur, Founder Tan Malaka Institute.

Pembicara kedua adalah Sanggul Hamonangan Sirait, Pengacara dan aktivis demokrasi dan pembicara ketiga, Daddy Palgunadi, Direktur Tan Malaka Institute Jawa Barat.

Ben Tanur dalam penyajiannya mengemukakan bahwa sosok Tan Malaka adalah tokoh penting dibalik kemerdekaan RI. Tan Malaka disebut Ben Tanur yang memberi nama Republiek Indonesia 20 tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan dibacakan Presiden Sukarno 17 Agustus 1945.

“Tan Malaka ini sebenarnya seorang guru. Sekolah Raja RI Bukittinggi — sekolah khusus orang pintar.

Saking pintarnya Tan Malaka disekolahkan ke negeri Belanda dengan bantuan biaya dari Horesma dan iyuran orang Sulikim Bahasa yg disebut Engku Fun

Selain berjuang secara gerilya selama lebih 35 tahun dengan menggunakan 23 nama samaran, Tan Malaka adalah seorang guru bangsa dan telah mendirikan Sekolah Rakyat Tan Malaka.

Sekolah ini, menurut Ben, didirikan pada 1920. Siapa tokoh bangsa yang sudah mendirikan sekolah pada masa 1920 an itu, kata Ben, tidak ada, kecuali Malaka.

Tetapi sekolah ini ditutup oleh Pemerintahan Belanda karena mengajarkan kebangsaan dan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda.

“Meski pun secara fisik sekolah Tan Malaka ditutup, tetapi pikiran pikiran Tan Malaka tentang kebangsaan dan kolonialisme serta imperialisme bisa tetap dibaca melalui buku buku Tan Malaka,” ujar pendiri Tan Malaka Institute ini.

SIMAK JUGA :  ILCtvone Berhenti Tayang, Karni Ilyas : Malam Ini Episode Terakhir

Sanggul Hamonangan Sirait menambahkan dengan kiprahnya sebagai guru maka Tan Malaka adalah seorang tokoh pendidilan nasional. Sebab Tan Malaka yang berjuang mencerdaskan anak bangsa dengan mendirikan sekolah.

Dimata Sanggul, potret sekolah Tan Malaka adalah gambaran ideal dari sistim pendidikan yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini, dimana tidak dipungut bayaran.

“Amat berbeda dengan sistim pendidikan di Indonesia saat ini yang bersifat sangat kapitalistik, dimana semuanya harus dibayar dan bayarannya sangat mahal,” tegas pengacara kondang ini.

Mengutip pasal 31 UUD 1945, Sanggul menyebutkan bahwa pendidikan bagi rakyat adalah kewajiban dari negara alias seharusnya gratis.

Dalam pengamatan aktivis 1998 itu, negara yang telah menggratiskan pendidikan untuk rakyatnya malah tidak ambruk ekonominya, tetapi justru sebaliknya menjadi negara kuat secara ekonomi.

“Artinya, pola sekolah rakyat oleh Tan Malaka sebenarnya bisa diadop oleh pemerintah,” paparnya.

Daddy Palgunadi pada sesi ketiga bicara, menambahkan bahwa metodologi dan sistim sekolah Tan Mala amat berbeda dengan sistim sekolah dan pendidikan yang berlaku saat ini.

Sekolah Tan Malaka, kata Daddy, bukan hanya memperkenalkan ilmu pengetahuan tetapi juga membangun empati siswa terhadap diri, lingkungan dan bangsanya.

Selain juga membangun wawasan rasional dalam memandang satu permasalahan dan tidak terjebak kultus dogmatik.

“Aspek bangun rasionalitas siswa Sekolah Tan Malaka sangat dominan, sehingga tidak terjebak dengan pikiran dogmatis, termasuk soal ketokohan dan agama,” ujarnya.

Dalam kaitan itu, Daddy juga menyatakan bahwa jika Indonesia berniat menjadikan bangsa ini tumbuh menjadi negara besar maka sistim pendidikannya juga harus diubah total sesuai dengan konsep pendidikan Tan Malaka.

Awaluddin Awe, selaku moderator menyimpulkan bahwa meskipun Tan Malaka telah tiada, namun semangat dan spiritnya masih hidup di hati para pendukungnya. Oleh sebab itu, jika semangat dan spirit Tan Malaka bisa diterima oleh negara maka para pengikutnya harus berjuang masuk dalam pemerintahan melalui perjuangan politik di jalur Pemilu dan Pilpres 2029.

Ketua panitia Musta’in SPd dengan apik menyiapkan acara. Musta’in adalah tokoh Pemuda Jakarta dan Direktur Tan Malaka Institute Jobetabek ( Jakarta Bogor Depok Bekasi) Dia mantan Caleg Hanura Jakarta
(Ceko)