PRABOWO SUBIANTO
JAKARTA – Kabar bagus dari Istana. Presiden Prabowo Subianto ternyata sudah sangat siap menghadapi kenaikan tarif resiprokal (timbalbalik) sebesar 32 persen yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Bahkan, Presiden Prabowo menyebut Indonesia bisa mengatasi surplus dagang dengan AS yang diklaim mencapai US$ 17 miliar.
Sejumlah program yang telah disiapkan Presiden Prabowo menghadapi kenaikan tarif ekspor ke Amerika itu adalah dengan penambahan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG), minyak, Bahan Bakar Minyak (BBM), hingga alat pengeboran minyak dan gas bumi (migas).
“Surplus kita US$ 17 miliar dari AS, kita bukan negara miskin, apa yang kita butuh dari Amerika? kita butuh LPG, LPG US$ 9 miliar, kita butuh minyak, BBM impor lagi, kita butuh alat-alat teknologi drilling dari mereka, kita akan membuka 10 ribu sumur lama dengan teknologi baru, gandum apalagi kapas, pesawat terbang tapi sekarang pesawat terbang dari Tiongkok murah-murah, we have.. yang penting kita confidence,” tutur Prabowo saat menanggapi respons dari ekonom dan pelaku usaha dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Lantas, berapa besar sebenarnya RI sudah mengimpor LPG dari AS selama ini?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Januari-Desember 2024 RI mengimpor Liquefied Propane and Butane alias LPG sebanyak 3,94 miliar kilo gram (kg) atau sekitar 3,94 juta ton dari Amerika Serikat.
Adapun nilai impor LPG dari AS selama 2024 tersebut tercatat mencapai US$ 2,03 miliar atau sekitar Rp 32,22 triliun (kurs rata-rata sepanjang 2024 Rp 15.847 per US$).
Selain LPG, RI ternyata juga mengimpor minyak mentah (crude) dari AS. Namun, sepanjang 2024 impor minyak dari AS tercatat 668,47 juta kg dengan nilai sebesar US$ 430,87 juta atau sekitar Rp 6,8 triliun.
Berdasarkan data BPS, total impor LPG, liquefied propane dan butane, sepanjang 2024 tercatat mencapai 6,89 miliar kg atau 6,89 juta ton. Adapun total nilai impor LPG pada 2024 tercatat mencapai US$ 3,79 miliar.
Artinya, impor LPG dari Amerika Serikat mendominasi, yakni mencapai 57% dari total volume impor LPG RI. Sementara dari sisi nilai, impor LPG dari AS mencapai 53% dari total impor LPG RI.
Seperti diketahui, Indonesia dikenakan tarif resiprokal 32% oleh Pemerintahan Donald Trump, yang diumumkan pada Rabu (2/4/2025) waktu setempat.
Jika dilihat dari perdagangan AS, neraca perdagangan Paman Sam dengan Indonesia saat ini negatif (defisit) untuk tahun 2024, artinya nilai impor AS dari RI lebih besar daripada nilai ekspor AS ke RI. Dari data Gedung Putih, nilainya minus US$ 18 miliar.
Namun apabila dilihat dari sisi Tanah Air, Indonesia mencatat surplus tak sampai US$17 miliar pada 2024.
Merujuk data Kementerian Perdagangan RI, Indonesia surplus perdagangan sebesar US$14,34 miliar pada Januari-Desember 2024. Defisit tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-15 dalam daftar negara dengan defisit perdagangan terbesar bagi Negeri Paman Sam.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membeberkan, berdasarkan data BPS, neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) mencatatkan surplus sekitar US$ 14 miliar hingga US$ 15 miliar.
Maka, pihaknya telah mendapat arahan langsung dari Presiden untuk melihat potensi barang apa saja yang bisa dibeli dari AS.
Adapun, khusus di sektor energi, ia mengungkapkan bahwa selama ini sekitar 54% impor LPG RI berasal dari Amerika Serikat.
“Nah, khususnya di sektor ESDM, memang 54 persen impor kita LPG itu dari Amerika,” kata Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Rabu (9/4/2025).
Selain LPG, pemerintah juga melihat peluang penambahan volume impor untuk minyak mentah. Mengingat, selama ini impor minyak mentah dari negara lain cukup besar.
Bahlil membeberkan porsi impor minyak mentah RI dari Amerika Serikat selama ini hanya sekitar 4 persen dari keseluruhan impor.
Adapun, impor minyak untuk konsumsi dalam negeri selama ini berasal dari Singapura, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin.
“Beberapa negara. Ada dari Singapura, dari Middle East, kemudian dari Afrika, Amerika Latin,” katanya.
Bahlil menegaskan bahwa rencana penambahan volume impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan minyak mentah dari Amerika Serikat tidak akan menghentikan impor dari negara-negara Timur Tengah.
Namun demikian, dia mengakui pemerintah akan mengurangi volume pembelian LPG dari negara-negara selain AS.
“Tidak disetop juga, tapi volumenya yang mungkin dikurangi. Tidak disetop, volumenya yang mungkin dikurangi,” kata Bahlil.
Ia membeberkan, porsi impor minyak mentah RI dari Amerika Serikat selama ini hanya sekitar 4% dari keseluruhan impor minyak RI. Sementara untuk LPG, impor dari AS berkisar 54%.
Adapun, impor migas untuk konsumsi dalam negeri selama ini berasal dari Singapura, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin.
“Beberapa negara. Ada dari Singapura, dari Middle East, kemudian dari Afrika, Amerika Latin,” katanya.
Jaringan Distribusi Gas
Pada bagian lain, sebelumnya Pemerintah tengah berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Salah satunya, yakni melalui program jaringan distribusi gas bumi untuk pelanggan rumah tangga (jargas).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan, saat ini pihaknya terus menggencarkan program pengganti LPG tersebut, bahkan ditargetkan hingga tahun 2030 sebanyak 5,5 juta sambungan rumah (SR) sudah terkoneksi dengan jargas.
Yuliot menyebutkan, pihaknya kini mencari cara agar jargas bisa dibangun oleh swasta atau non-BUMN. Dengan demikian, target 5,5 juta sambungan rumah tangga bisa terealisasi.
“Jadi untuk 5,5 juta, kita lagi membuat perencanaan dalam implementasinya bisa dilaksanakan oleh badan usaha BUMN dan juga bisa dilaksanakan oleh badan usaha non-BUMN,” katanya di sela acara Hilir Migas Conference, Expo, & Awards 2024 di Jakarta, dikutip Selasa (24/12/2024).
Namun untuk lokasi detailnya, menurutnya masih dikaji terlebih dahulu.
“Untuk lokasi ini kita masih dalam perencanaan dan didetailkan,” tambahnya.
“Jadi kita lagi mendorong bagaimana untuk yang 5,5 juta itu bisa tercapai,” imbuhnya.
Dalam paparannya, dia menyebut, hingga September 2024 jargas telah tersambung pada lebih dari 1 juta sambungan rumah tangga.
Detailnya, Yuliot mengatakan, jargas menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah tersambung pada 703.000 SR, lalu ditambah dengan jargas tanpa dana APBN telah terpasang pada sebanyak 400.000 SR.
“Peningkatan pemanfaatan gas bumi pada sektor industri maupun rumah tangga melalui jargas. Sampai dengan September 2024, telah terpasang jargas APBN sebanyak 703 ribu SR, dan jargas non APBN sebanyak 400 ribu SR,” paparnya.
Dia menyebut, bila target 5,5 juta SR ini terwujud, maka Indonesia berpotensi menghemat anggaran subsidi LPG hingga Rp 5,6 triliun per tahun pada 2030 mendatang.
“Target pengembangan jargas tahun 2030 sebanyak 5,5 juta SR yang diharapkan dapat menurunkan impor LPG sebesar 550 KTPA dan menghemat subsidi sebesar kurang lebih Rp 5,6 triliun per tahun,” bebernya. (*)
Awaluddin Awe
awal.batam@gmail.com
Dari berbagai sumber