Wow! Bupati Wanita yang Dicokok KPK Sebelumnya Selingkuhan Bupati?

  • Bagikan

Puput Tantriana Sari. (probolinggokab.go.id)

HARIANINDONESIA.ID – Paras cantik Bupati Probolinggo non-aktif Puput Tantriana Sari, yang kini jadi tersangka KPK atas kasus dugaan jual beli jabatan kepala desa di Kabupaten Probolinggo, sudah tidak perlu diragukan lagi.

Dia memang cantik dan karena itulah Hasan Aminuddin kepincut padanya, hingga menjadikannya istri kedua pada tahun 2008.

Yang jadi sorotan publik waktu itu, Hasan menikahi Tantri–sapaan akrab Puput Tantriana Sari–tak lama setelah ia menceraikan istri pertamanya, Dian Prayuni. Ya, hanya dalam hitungan minggu saja kala itu.

Jauh hari sebelum sah menjadi istri Hasan, Tantri disebut-sebut sebagai selingkuhan Hasan saat ia masih bekerja di Bank Jatim.

Hal itulah yang membuat hubungan Hasan dan Dian Prayuni tak harmonis hingga mereka bercerai tahun 2008.

Tantri sendiri hanyalah lulusan SMA. Dia menempuh pendidikan di SDN Baosan Lor 1 Ponorogo (lulus 1995), SLTP Negeri 4 Ponorogo (lulus 1998), dan SMUN 2 Ponorogo (lulus 2001).

Begitu lulus SMA, ia berhasil jadi ASN di Pemprov Jawa Timur, bertugas di Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank Jatim dari 2004 hingga 2008. Tidak diketahui apakah Hasan punya andil di balik ini.

Tantri telah melahirkan empat anak dari pernikahannya dengan Hasan. Mereka adalah Faradina Salamah (dokter), Muhammad Ichsan Sani (pelajar), Daffa Taaj Mulkil Akbar (pelajar), dan Athaya Kahfi Mulkil Akbar (pelajar).

Menjadi istri Hasan membuat hidup Tantri sejahtera dan bergelimang harta. Wanita yang hobi membaca, memasak, menyulam, yoga, dan bersepeda itu bahkan punya harta senilai Rp10 miliar dalam berbagai bentuk.

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada laman elhkpn.kpk.go.id yang diakses pada Senin (30/8/2021), Tantri terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 26 Februari 2021 untuk tahun pelaporan tahun 2020 dengan jabatan sebagai Bupati Probolinggo.

Harta Tantri, yang punya motto hidup ‘Keep Shobr, Keep Shalawat’ itu berupa 10 bidang tanah senilai Rp2.163.000.000 yang seluruhnya berlokasi di Kota Probolinggo, Jawa Timur.

Tantri juga tercatat memiliki alat transportasi dan mesin berupa satu unit mobil Nissan Juke tahun 2011 senilai Rp100.000.000.

Tantri juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp797.165.100, surat berharga senilai Rp4.500.000.000, serta dan kas dan setara kas Rp2.459.101.806.

Tantri tercatat tidak memiliki utang sehingga total kekayaannya senilai Rp10.019.266.906.

Ditangkap KPK.
Tantri dan suaminya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (29/8/2021). Mereka terjaring OTT KPK dalam kasus dugaan jual beli jabatan kepala desa di Kabupaten Probolinggo tahun 2021 di tengah Pandemi Covid-19.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan, praktik jual beli jabatan itu dilancarkan oleh Hasan-Puput lantaran pemilihan kepala desa serentak tahap II di Probolinggo diundur karena Pandemi Covid-19. Semula, Pilkades tahap II Probolinggo digelar pada 27 Desember 2021.

Akibat pengunduran itu, 252 kursi jabatan kepala desa yang tersebar di pelbagai wilayah di Probolinggo harus diisi oleh pejabat kepala desa dari kalangan ASN per 9 September 2021.

Dari situlah, akal bulus Hasan-Puput bermula. Para calon pejabat kepala desa itu harus membayar upeti, dan dalam kasus ini, Hasan yang duduk di Senayan, punya ‘paraf sakti’ untuk membuat mereka duduk sebagai kades.

“Bayaran untuk jadi pejabat kepala desa sebesar Rp.20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp.5 juta per hektare,” terang Alexander.

SIMAK JUGA :  Borneo Tour 2018, Polres Katingan Turunkan 31 Personel

Dalam kasus ini, KPK menetapkan 22 orang tersangka. 18 orang lainnya adalah Doddy Kurniawan (Camat Krejengan), Muhammad Ridwan (Camat Paiton), Ali Wafa, Sumarto, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im, Ahkmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsudin.

Para calon pejabat kepala desa ini diwajibkan menyetor sejumlah uang. Dalam pertemuan di Krejengan, 12 calon pejabat kepala desa sepakat memberi uang kepada Puput melalui Hasan dengan perantara Doddy Kurniawan selaku Camat Krejengan.

“Pertemuan tersebut di antaranya dihadiri oleh AW (Ali Wafa), MW (Mawardi), MI (Maliha), MB (Mohammad Bambang), MR (Masruhen), AW (Abdul Wafi), KO (Kho’im) dan dari yang hadir ini telah disepakati untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp20 juta, sehingga terkumpul sejumlah Rp240 juta,” ujar Alexander.

Puput sendiri, sebagai bupati, mendapatkan tambahan uang Rp112.500.000 dari jual beli jabatan kepala desa di Kecamatan Paiton.

Dalam OTT Bupati Probolinggo ini, KPK turut mengamankan uang sebesar Rp362.500.000.

“Adapun barang bukti yang saat ini telah diamankan di antaranya berbagai dokumen dan uang sejumlah Rp362.500.000,” kata Alexander.

Ditahan 20 Hari.
Saat OTT, KPK belum menangkap semua tersangka. Alexander menjelaskan bahwa tersangka yang belum ditangkap, tidak berada di rumah saat hendak diciduk.

“Ini ada 22 tersangka sementara yang ditahan baru lima, yang lain ke mana? Mungkin masih di rumahnya karena pada saat kami melakukan OTT (operasi tangkap tangan), kami tidak menangkap secara keseluruhan 22 orang itu tetapi kami menangkap terhadap orang-orang yang kebetulan menyerahkan uang, yang membawa uang,” ujar Alexander.

Setelah ditangkap, para tersangka tersebut akan ditahan selama 20 hari.

“Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 31 Agustus 2021 sampai dengan 19 September 2021,” kata Alex.

Adapun Puput Tantriana Sari ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, sedangkan Hasan Aminuddin ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 (Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK).

Selanjutnya, Doddy Kurniawan selaku Aparatur Sipil Negara (ASN)/Camat Krejengan, ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat; Muhammad Ridwan selaku ASN/Camat Paiton, ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan; dan Sumarto selaku ASN/Pejabat Kepala Desa Karangren, Kecamatan Krejengan, ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

“Sebagai pemenuhan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada rutan masing-masing,” jelas Alexander.

Sebagai pihak pemberi suap, Sumarto dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai penerima, Puput Tantriana Sari, Hasan Aminuddin, Doddy Kurniawan, dan Muhammad Ridwan, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)

source: Indozone

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *