Ribuan warga AS demo Donald Trump. Para pendemo menyebut Trump bukan presiden mereka. (Foto : kredit reuters)
JAKARTA – Pemerintah akhirnya memutuskan membahas soal kenaikan tarif ekspor ke Amerika dengan mengumpulkan kalangan dunia usaha, untuk mencari solusi dan strategi menghadapi kenaikan tarif ekspor tersebut.
Menurut rencana, Pemerintah akan mengumpulkan dunia usaha imbas kebijakan tarif baru yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Senin (7/4/2025).
“Besok (hari ini, red) seluruh industrinya akan diundang untuk mendapatkan masukan terkait dengan ekspor mereka dan juga terkait dengan hal-hal yang perlu kita jaga terutama sektor padat karya,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Koordinasi Terbatas Lanjutan terkait Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat yang digelar secara virtual, Minggu (6/4/2024).
Kata Airlangga, Pemerintah akan menempuh jalur diplomasi dan negosiasi untuk mencari solusi yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Pemerintah menyebut langkah tersebut diambil dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang hubungan perdagangan bilateral, serta untuk menjaga iklim investasi dan stabilitas ekonomi nasional.
“Kita dikenakan waktu yang sangat singkat, yaitu 9 April, diminta untuk merespons. Indonesia menyiapkan rencana aksi dengan memperhatikan beberapa hal, termasuk impor dan investasi dari Amerika Serikat,” ujar Airlangga.
Selain itu Pemerintah juga memperhatikan potensi dampak kebijakan tarif terhadap industri apparel dan alas kaki yang dinilai rentan terhadap fluktuasi pasar global, sehingga Pemerintah berkomitmen untuk terus memberikan dukungan melalui berbagai insentif yang tepat sasaran untuk menjaga daya saing dan keberlangsungan usaha.
Pemerintah mengatakan akan terus berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, termasuk asosiasi pelaku usaha untuk memastikan bahwa suara industri dalam negeri turut menjadi bagian dari proses perumusan strategi kebijakan.
Kajian dan perhitungan terus dilakukan secara mendalam terhadap implikasi fiskal dari berbagai langkah kebijakan yang tengah dipertimbangkan.
Evaluasi tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap sejalan dengan prinsip kehati-hatian fiskal serta menjaga stabilitas APBN dalam jangka menengah dan panjang.
“Karena ini masih dinamis dan masih perlu working group untuk terus bekerja, Bapak Presiden minta kita bersurat sebelum tanggal 9 April 2025. Namun teknisnya, tim terus bekerja untuk melakukan dalam payung deregulasi sehingga ini merespons dan menindaklanjuti daripada Sidang Kabinet yang lalu di bulan Maret,” jelasnya.
Tidak hanya merespons kebijakan tarif baru Amerika Serikat, Pemerintah juga menyiapkan langkah strategis menyambut pembukaan pasar Eropa yang juga penting karena merupakan pasar terbesar kedua setelah China dan Amerika Serikat.
“Ini juga bisa kita dorong, sehingga kita punya alternatif market yang lebih besar,” pungkasnya.
50 Negara Minta Nego
Sementara itu dari Amerika dilaporkan, Menteri Keuangan Amerika Serikat Scott Bessent mengatakan lebih dari 50 negara sudah memulai negosiasi terkait kebijakan tarif yang diumumkan Presiden Donald Trump pada Rabu (2/4).
Ia tidak menjelaskan secara detail negara mana saja yang sudah menghubungi Gedung Putih. Namun, Bessent mengklaim negosiasi ini merupakan bukti Trump memiliki pengaruh besar di perdagangan global.
“[Trump] telah menciptakan pengaruh yang maksimal bagi dirinya sendiri,” ujar Bessent, seperti diberitakan Reuters pada Senin (7/4).
Donald Trump juga mengakui berbincang dengan para pemimpin negara dari Eropa dan Asia selama akhir pekan. Sebagian besar pemimpin itu, ungkap Trump, berharap tarif negara mereka dapat turun hingga 50 persen.
Namun, negara-negara itu disebut harus membayar dengan banyak uang agar tarif besar itu diturunkan atau dicabut.
Ia juga mengibaratkan kebijakan tarif yang mengguncang pasar saham itu bagaikan obat yang harus ditelan untuk menyembuhkan penyakit.
“Mereka datang untuk berunding. Mereka ingin bernegosiasi, tetapi tidak akan ada pembicaraan kecuali mereka membayar kami dengan banyak uang setiap tahun,” ujar Trump.
“Saya tidak ingin ada yang rusak. Namun, kadang Anda harus minum obat untuk memperbaiki sesuatu,” lanjutnya.
Kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden AS Donald Trump telah menimbulkan gejolak secara global. Pengumuman itu menyebabkan nilai saham AS turun hampir US$6 triliun pada pekan lalu.
Hal itu menyebabkan pasar saham di negara lain ikut bernasib sama, termasuk pasar-pasar di Asia. Gejolak itu pun masih berlanjut hingga awal pekan perdana setelah pengumuman tarif.
Pemerintahan Trump sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda mengurungkan tarif baru tersebut. Di sisi lain, negara luar AS mulai meluncurkan langkah balasan terhadap tarif tersebut.
China menjadi salah satu negara yang menanggapi kebijakan itu dengan tegas, yakni memberlakukan tarif tambahan sebesar 34 persen terhadap barang impor ke Amerika Serikat.
Besaran tarif tambahan itu sama seperti tarif timbal balik atau resiprokal yang ditetapkan AS terhadap China pekan lalu. Langkah itu menandai eskalasi baru dalam ketegangan dagang antara AS dan China.
“Kami tidak mencari konflik, namun kami juga tidak takut menghadapinya. Tekanan dan ancaman bukanlah cara yang tepat untuk berinteraksi dengan China,” tegas Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataan resminya dikutip CNN, Minggu (6/4).
China Lawan Trump
Dari China dilaporkan bahwa Pemerintah China mengeluarkan pernyataan tegas menanggapi kebijakan terbaru Presiden AS Donald Trump yang memberlakukan tarif tambahan sebesar 34 persen terhadap barang-barang impor dari China ke Amerika Serikat.
“Kami tidak mencari konflik, namun kami juga tidak takut menghadapinya. Tekanan dan ancaman bukanlah cara yang tepat untuk berinteraksi dengan China,” tegas Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataan resminya dikutip CNN, Minggu (6/4).
Sebagai balasan atas kebijakan tersebut, China menyatakan akan mengenakan tarif balasan sebesar 34 persen untuk berbagai produk impor dari AS. Langkah ini menandai eskalasi terbaru dalam ketegangan dagang antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu.
“Langkah AS berusaha menggulingkan tatanan ekonomi dan perdagangan internasional yang telah ada, dengan memprioritaskan kepentingan nasional AS di atas kepentingan bersama komunitas internasional,” kata Kementerian Luar Negeri China.
Dalam pernyataan sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, juga menyindir melalui kalimat “Pasar telah berbicara,” merujuk pada jatuhnya tiga indeks utama bursa saham AS.
Guo menyerukan kepada Amerika Serikat untuk mengubah arah kebijakan dan menyelesaikan perselisihan melalui konsultasi yang setara dan adil.
“Perang dagang dan tarif yang dimulai AS terhadap dunia tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan,” tambahnya.
Sementara itu, media Pemerintahan China melaporkan kamar dagang China dari berbagai sektor industri – mulai dari bahan mentah hingga produk jadi – menyatakan penolakan terhadap kebijakan tarif baru AS.
Mereka mendesak kerja sama internasional dan solidaritas global untuk menghadapi kebijakan sepihak tersebut.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan dampak lanjutan terhadap rantai pasokan global dan stabilitas ekonomi internasional di tengah ketidakpastian geopolitik yang terus meningkat.
Trump di Demo Warga AS
Dari Amerika dilaporkan, ribuan warga Amerika Serikat menggelar unjuk rasa menolak kebijakan Presiden Donald Trump, Sabtu (5/4).
Pedemo memadati National Mall di Washington DC dan berbagai kota lainnya di Amerika Serikat.
Ini menjadi gelombang protes terbesar sejak Trump kembali menjabat sebagai presiden.
Spanduk besar bertuliskan “HANDS OFF!” membentang di atas panggung sebuah teater terbuka tak jauh dari Gedung Putih. Para pengunjuk rasa membawa poster bertuliskan “Not My President!”, “Fascism has Arrived,” “Stop Evil,” dan “Hands Off Our Social Security.”
Salah satu peserta aksi, Jane Ellen Saums (66 tahun), menyuarakan kekhawatirannya atas kebijakan Trump yang menurutnya merusak institusi demokrasi yang telah lama menjadi fondasi Amerika.
“Sangat mengkhawatirkan melihat bagaimana pemerintahan ini melibas seluruh sistem checks and balances – dari lingkungan hidup hingga hak-hak pribadi,” ujar pekerja real estate yang datang dengan kostum Mother Nature, dibalut tanaman rambat dan memegang replika bumi, dikutip AFP, Minggu (6/4).
Protes serupa juga terjadi di berbagai ibu kota dunia seperti Paris, Roma, dan London, menunjukkan kemarahan global terhadap kebijakan Presiden dari Partai Republik tersebut.
Aksi ini digagas oleh koalisi longgar dari puluhan kelompok progresif di AS, termasuk MoveOn dan Women’s March, dalam kampanye bertajuk “Hands Off.”
Menurut penyelenggara, demonstrasi serentak digelar di lebih dari 1.000 kota dan distrik kongres di seluruh negeri.
Tema utama aksi ini adalah penolakan terhadap kebijakan-kebijakan Trump. Pedemo menilai sebagai “Perebutan kekuasaan paling terang-terangan dalam sejarah modern yang dipimpin oleh Donald Trump, penasihatnya Elon Musk, dan sekutu-sekutu miliardernya.”
Trump menuai kritik tajam karena berbagai kebijakannya yang dinilai agresif, termasuk upaya memperkecil ukuran pemerintahan, mendorong nilai-nilai konservatif, serta memberlakukan tekanan besar kepada negara-negara sahabat dalam urusan dagang – yang bahkan menyebabkan gejolak di pasar saham.
“Trump, Musk, dan para miliarder pendukung mereka tengah menjalankan serangan habis-habisan terhadap pemerintahan, ekonomi, dan hak-hak dasar kita – dan itu didukung penuh oleh Kongres,” kata pedemo.
Banyak pendukung Partai Demokrat mengungkapkan kekecewaannya karena partai mereka, yang saat ini menjadi minoritas di Senat dan DPR, tampak tak berdaya dalam menghadapi langkah-langkah agresif Trump.
Demonstrasi ini menjadi sinyal bahwa penolakan terhadap pemerintahan Trump terus menguat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. (*)
Dari berbagai Sumber
Awaluddin Awe
awal.batam@gmail.com