Asia Bereaksi Terhadap Pemberlakuan Tarif Dagang Amerika Serikat, Baca Disini!

Oplus_0

Batam adalah salah satu kawasan ekonomi di Indonesia paling besar memberikan kontribusi devisa ekspor untuk negara. Kawasan ini diperkirakan bakal menjadi daerah paling besar juga terkena dampak pemberlakuan tarif dagang AS. (FOTO : AWE/HI)

JAKARTA – Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberlakukan tarif dagang baru memancing reaksi negara di kawasan Asia.

Sejumlah negara di Asia seperti Indonesia, Singapura, China dan Jepang memberikan reaksi keras terhadap Donald Trump Impack itu.

Berikut reaksi dari sejumlah negara tersebut yang dihimpun Harianindonesia.id :

Indonesia

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Novyan Bakrie berencana terbang ke Amerika Serikat (AS) pada awal Mei intuk bernegosiasi terkait kebijakan tarif timbal balik sebesar 32 persen yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.

Anindya mengatakan pihaknya akan menggunakan jalur hubungan dengan Kamar Dagang AS (US Chamber of Commerce) yang sudah terjalin baik selama ini.

“Awal Mei rencananya nanti, berkoordinasi dengan pemerintah, Kadin Indonesia akan ke AS untuk menindaklanjuti kerja sama dengan US Chamber of Commerce dan menghadiri beberapa konferensi bisnis/ekonomi untuk menyikapi perkembangan terakhir,” kata Anindya seperti dikutip Detik Jumat (4/4).

Menurutnya, Trump masih membuka ruang negosiasi. Ia pun menyebut Indonesia mempunyai posisi strategis di Pasifik sebagai bagian dari ASEAN dan anggota APEC.

Selain itu, lanjut dia, faktor Indonesia sebagai negara muslim terbesar dan pemimpin negara nonblok juga bisa menjadi pertimbangan dalam lobi diplomasi.

“Saya yakin, kita bisa melakukan negosiasi dengan AS, antara lain karena posisi geopolitik dan geoekonomi Indonesia. Saya melihat pernyataan Presiden Trump merupakan opening statement. Artinya pintu negosiasi masih terbuka,” tuturnya.

Di sisi lain, Anindya turut menyoroti soal posisi Duta Besar Indonesia untuk AS yang kosong hampir dua tahun terakhir.

Padahal, kata dia, dibutuhkan figur yang bisa berperan dalam memperkuat komunikasi bilateral.

Anindya menyebut komunikasi yang intens dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan, termasuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan pemerintah AS adalah langkah yang tepat.

Aksi Sejumlah Pihak

Sementara itu, sejumlah pihak di Indonesia juga mendesak pemerintah melakukan negosiasi ulang soal tarif resiprokal yang ditetapkan pemerintah Amerika Serikat (AS) sebesar 32 persen terhadap RI.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Evita Nursanty mengatakan pemerintah perlu membuka komunikasi dengan pemerintah AS terkait tarif baru bagi barang ekspor RI.

“Kita meminta komunikasi terus dilakukan dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan melakukan negosiasi langsung, dan menyiapkan langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh pemerintah AS,” dalam keterangannya, Jumat (4/4).

Di samping itu, Evita meminta pemerintah memperkuat industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saing produk lokal dengan memberikan insentif bagi industri terdampak. Langkah itu perlu dilakukan agar agar ketergantungan terhadap bahan baku atau barang impor berkurang.

“Termasuk dalam hal ini adalah mempertahankan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), yang menjadi salah satu perisai industri yang bisa mendorong industri dalam negeri lebih kuat dan kompetitif,” katanya.

Evita mengakui produk ekspor Indonesia selama ini sangat bergantung pada pasar AS, terutama untuk produk mesin dan perlengkapan elektronik, pakaian dan aksesorisnya, alas kaki, palm oil, karet dan barang dari karet, perabotan, ikan dan udang, olahan daging dan ikan dan lainnya.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada tahun 2024 tiga negara itu berkontribusi sebesar 42,94 persen dari total ekspor nonmigas nasional.

“Dengan China dan India kita tampaknya cukup baik, tapi kita perlu mencari pasar baru dan membuka peluang ekspor baru sehingga ketika terjadi masalah produk ekspor kita tetap aman,” katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, RI perlu mengurangi ketergantungan tersebut dengan memperluas pasar ke negara lain seperti China dan India.

“Kita juga perlu untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan memperluas ekspor ke negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Begitupun dengan upaya mempercepat perjanjian dagang dengan negara mitra untuk membuka peluang ekspor baru,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Indonesia Business Center (IBC). IBC mengusulkan pemerintah mengambil langkah renegosiasi dengan pemerintah AS dan mengkaji kembali kerangka perjanjian dagang antara kedua negara.

Langkah itu perlu dilakukan tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan hubungan dagang yang telah berlangsung, tapi juga memperluas potensi penguatan perdagangan melalui penguatan diplomasi dagang yang aktif.

“IBC meminta pemerintah untuk melakukan renegosiasi tarif dan memperluas perjanjian dagang (FTA) dengan negara dan kawasan mitra baru,” kata CEO IBC Sofyan Djalil dalam pernyataannya.

Menurut Sofyan, tarif baru memberi tekanan besar pada daya saing ekspor nasional, khususnya ke pasar Amerika yang menyumbang USD 38,7 miliar ekspor Indonesia di 2024.

Tanggapan Ekonom Unand

Sebelumnya, Ekonom Senior Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof Dr Syafruddin Karimi menegaskan pemerintah tidak perlu panik menanggapi pemberlakuan tarif 32 persen untuk ekspor barang Indonesia ke Amerika.

Sebaliknya dia menyarankan pemerintah Indonesia untuk memberlakukan tarif ekspor yang sama untuk produk asalan Amerika yang dikirim ke Indonesia.

“Mengapa harus mengirim delegasi besar ke Washington untuk menanggapi kebijakan tarif pemerintah Amerika Serikat itu. Cukup berlakukan saja tarif yang sama untuk produk AS yang dikirim ke Indonesia. Itu sudah bisa menjawab kebijakan tarif Presiden Trump,” tulis Syafruddin Karimi kepada Harianindonesia.id, Jumat (4/4/2025).

Menurut Ekonom Senior Unand ini, Pemerintah Indonesia tidak perlu membuka secara rinci dokumen tarif yang secara faktual diberlakukan terhadap produk impor dari Amerika Serikat.

“Kita bisa menyatakan bahwa Indonesia menerima tarif resiprokal sebesar 32% dari AS, dan sebagai balasan, kita juga menerapkan tarif 32% untuk produk AS yang masuk ke pasar Indonesia.” paparnya.

Pemerintah telah menurunkan tarif tersebut dari sebelumnya 64% demi menciptakan keseimbangan, sehingga kedua belah pihak menerapkan tarif pada tingkat yang sama.

Menurut Prof Syafruddin Karimi, Pemerintah Indonesia harus memahami bahwa kebijakan tarif Trump bukan semata-mata tentang tarif dalam pengertian ekonomi yang biasa kita pelajari, tetapi lebih sebagai instrumen geopolitik.

Indonesia sebenarnya memiliki posisi tawar yang kuat dalam konteks geopolitik, terutama karena letak strategis wilayah perairan kita. Dalam hal ini, strategi China tampaknya patut untuk kita tiru.

Oleh sebab itu, kata dia, jika Indonesia ingin tampil lebih strategis, maka pemerintah bisa membuka koridor tarif nol.

“Artinya, kita menawarkan tarif nol untuk ekspor dari AS ke Indonesia, dan pada saat yang sama kita meminta perlakuan tarif nol terhadap ekspor kita ke AS.” papar Syafruddin Karimi pula.

Dalam kaitan ituz menurut diaz Indonesia tidak perlu mengirim delegasi besar ke Washington untuk melakukan negosiasi panjang dengan Trump.

“Pemerintah cukup menyatakan tarif yang setara atau equal tariff rate dan menyatakan dukungan terhadap semangat perdagangan yang adil (fair trade) sebagaimana diklaim oleh Trump.” tutur Syafruddin Karimi lagi.

Dalam konteks ini, ujar Guru Besar Fakultas Ekonimi Unand itu, strategi tersebut merupakan dominant strategy bagi Indonesia.

Menurut dia lagi, Pemerintah harus mengambil langkah lebih awal (first move), merumuskan terlebih dahulu kepentingan nasional yang ingin dicapai, dan secara terbuka menyampaikan tawaran yang jelas kepada AS.

Pemerintah cukup membaca keinginan dan arah kebijakan Trump yang telah diumumkan secara publik, lalu secara proaktif merespons dengan pendekatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Sebab itu Syafruddin lebih cenderung Pemerintah melakukan pendekatan equal tariff rate dan zero tariff corridor. Sebab itu adalah cerminan dari diplomasi yang asertif namun konstruktif.

“Daripada terjebak dalam perang dagang yang merugikan semua pihak, Indonesia justru berpeluang memosisikan diri sebagai aktor yang mendorong fair trade dengan argumentasi yang logis dan berbasis keadilan.” katanya.

Lebih jauh Syafruddin Karimi menyatakan bahwa strategi ini tidak hanya responsif terhadap tekanan Trump, tetapi juga membuka peluang untuk redefinisi posisi Indonesia dalam arsitektur ekonomi global.

Sebab langkah ini, lanjutnya, jika dikomunikasikan dengan baik dan dibarengi dengan reformasi struktural di dalam negeri, akan memperkuat resiliensi ekonomi Indonesia dan membuka jalan menuju kemitraan global yang lebih berimbang.

Singapura

Dari Singapura dilaporkan, Perdana Menteri Lawrence Wong mengatakan bahwa negaranya harus bersiap menghadapi lebih banyak guncangan, usai tarif resiprokal yang ditetapkan pemerintah Amerika Serikat.

Wong mengatakan ketenangan dan stabilitas global tidak akan kembali dalam waktu dekat usai kebijakan tersebut.

“Kita tidak bisa berharap bahwa aturan yang melindungi negara-negara kecil akan tetap berlaku. Saya sampaikan ini kepada Anda agar kita semua bersiap secara mental,” kata Wong.

“Agar kita tidak lengah. Jangan sampai kita terbuai oleh rasa puas diri. Risikonya nyata. Taruhannya tinggi,” imbuhnya.

Namun, ia meyakinkan jika Singapura tetap teguh dan bersatu. Dia menyebut Singapura akan bertahan di tengah situasi yang ia sebut sebagai “permasalahan dunia” dan berpotensi kuat akan menjadi perang dagang global.

SIMAK JUGA :  Imbas Trump Impack Emiten S&P Merugi Rp82.000 Triliun!, Awas PHK Besar besaran Sektor Tekstil

Wong menambahkan Singapura perlu bersikap jernih tentang bahaya yang tengah berkembang di dunia, termasuk lembaga-lembaga yang semakin melemah dan norma-norma internasional yang terkikis.

Menurut dia, kondisi itu bisa menyebabkan semakin banyak negara bertindak berdasarkan kepentingan pribadi yang sempit, dan menggunakan kekuatan atau tekanan untuk mencapai apa yang mereka inginkan dalam realitas dunia yang keras saat ini.

“Kami akan tetap waspada. Kami akan membangun kemampuan kami. Kami akan memperkuat jaringan kemitraan kami dengan negara-negara yang memiliki pemikiran yang sama,” kata Wong.

“Kami lebih siap daripada banyak negara lain, dengan cadangan kami, kohesi kami, dan tekad kami,” imbuhnya.

China

Sementara itu, China membalas kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat Donald Trump dengan menetapkan tarif 34 persen untuk semua produk yang diimpor dari AS.

Tarif impor baru itu berlaku mulai 10 April 2025.

Kabar penetapan tarif itu diumumkan Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China pada Jumat (4/4).

Tarif itu ditetapkan sebagai balasan kebijakan Trump menerapkan tarif timbal-balik 34 persen untuk barang impor dari China, di luar tarif impor global 10 persen yang diberlakukan AS ke semua negara.

Diberitakan CGTN, tarif tambahan 34 persen oleh China itu akan dikenakan pada semua produk yang berasal dari Amerika Serikat. Namun, belum ada informasi lebih lanjut terkait detail penetapan tarif balasan tersebut.

China menjadi salah satu negara yang terkena tarif timbal-balik atau resiprokal terbesar di antara negara lainnya. Trump menetapkan tarif 34 persen kepada China, lebih besar dibanding Uni Eropa, Jepang, hingga India.

Tarif baru AS untuk semua impor berlaku mulai 5 April.

Dalam pernyataan resmi Dewan Komisi Tarif Kementerian Keuangan China menyebut tarif yang diberlakukan Trump tak sejalan dengan aturan perdagangan internasional dan sangat merugikan China.

Tarif impor balasan China untuk AS mulai berlaku pada 10 April.

Berikut pernyataan lengkap China dalam membalas kebijakan tarif timbal balik Trump:

Pada tanggal 2 April 2025, pemerintah AS mengumumkan penerapan ‘tarif timbal balik’ untuk barang-barang China yang diekspor ke Amerika Serikat.

Tindakan AS tak sejalan dengan aturan perdagangan internasional, sangat merugikan hak dan kepentingan sah China, dan merupakan contoh khas dari intimidasi sepihak.

Sesuai dengan Undang-Undang Tarif Republik Rakyat China, Undang-Undang Kepabeanan Republik Rakyat China, Undang-Undang Perdagangan Luar Negeri Republik Rakyat China dan undang-undang serta peraturan lain serta prinsip dasar hukum internasional, dengan persetujuan Dewan Negara, tarif tambahan akan dikenakan pada barang impor yang berasal dari Amerika Serikat mulai pukul 12:01 pada tanggal 10 April 2025.

Hal-hal yang relevan adalah sebagai berikut:

1. Tarif sebesar 34 persen akan dikenakan untuk semua barang impor yang berasal dari Amerika Serikat berdasarkan tarif yang berlaku saat ini.

2. Kebijakan soal obligasi, pengurangan pajak, dan pembebasan pajak saat ini tetap tak berubah, dan tarif tambahan tak akan dikurangi atau dibebaskan.

3. Jika barang telah dikirim dari tempat keberangkatan sebelum pukul 12:01 pada tanggal 10 April 2025, dan diimpor antara pukul 12:01 pada tanggal 10 April 2025 dan pukul 24:00 pada tanggal 13 Mei 2025, tarif tambahan yang ditentukan dalam pengumuman ini tidak akan dikenakan.

Jepang

Perdana Menteri Shigeru Ishiba menyebut Jepang bisa mengalami krisis nasional imbas tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Trump menerapkan tarif timbal balik ke Negeri Sakura sebesar 24 persen.

“Langkah ini bisa disebut krisis nasional dan pemerintah melakukan yang terbaik dengan semua pihak untuk mengurangi dampak,” kata Shigeru di parlemen pada Jumat (4/4), dikutip AFP.

Dia juga meminta semua menteri untuk mengambil tindakan yang diperlukan termasuk dukungan pembiayaan industri dalam negeri dan melindungi pekerjaan.

Selain itu, Ishiba meminta perwakilan Jepang melakukan pendekatan yang tenang saat bernegosiasi dengan pemerintahan Trump.

Media lokal Jepang melaporkan sejumlah pejabat sedang berupaya mengatur panggilan telepon antara Ishiba dengan Trump untuk membahas masalah tarif ini.

Di tempat yang terpisah, Menteri Luar Negeri Jepan Takeshi Iwaya meminta ke Menlu AS Marco Rubio agar Gedung Putih meninjau ulang penetapan tarif tersebut.

Takeshi dan Rubio sedang menghadiri pertemuan antar Menlu aliansi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Belgia pada 2-4 April.

Jepang dan AS padahal memiliki kesepakatan Free Trade Agreement (Perjanjian perdagangan bebas). Namun, kesepakatan ini tak mempan bagi Trump.

Perusahaan-perusahaan Jepang juga merupakan investor terbesar di Negeri Paman Sam.

Harga Emas Menaik

Sejumlah pengamat memprediksi harga emas bakal terus mengalami kenaikan bahkan menembus Rp2 juta per gram.

Hari ini, Jumat (4/4), harga emas tercatat berada di Rp1,8 juta per gram.

Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi harga emas bakal menembus Rp 2 juta per gram pada kuartal II tahun ini.

“Logam mulia kemungkinan akan tembus ke level Rp 2 jutaan per gram kuartal kedua itu mungkin terjadi ya,” kata Ibrahim mengutip detikcom, Jumat (4/4).

Menurutnya, kenaikan harga emas dipacu oleh ketidakpastian ekonomi global terutama akibat perang dagang yang bergejolak.

Apalagi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menetapkan kebijakan tarif impor baru ke berbagai negara.

Ia mengatakan kondisi tersebut mendorong masyarakat beralih ke jenis investasi yang dianggap aman dan stabil nilainya.

“Ya, karena kondisi perang dagang yang tak menentu ini yang sebenarnya membuat masyarakat itu berpindah,” katanya.

Senada, Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra juga mengatakan peluang harga emas tembus Rp 2 juta per gram pada tahun ini masih sangat terbuka.

“Peluang harga emas Rp 2 juta pada tahun ini mungkin terjadi,” katanya.

Menurutnya, naiknya harga emas dipicu oleh berbagai isu yang meresahkan pelaku pasar, seperti kebijakan tarif impor AS.

“Tren harga emas internasional sedang naik karena berbagai isu yang meresahkan pelaku pasar seperti kebijakan kenaikan tarif impor AS yang bisa memicu perang dagang dan melambatkan pertumbuhan ekonomi dunia serta konflik perang yang tidak berkesudahan,” kata Ariston

“Selain itu kalau dari sisi suplai demand, emas memang suplainya terbatas dan demand ya setiap tahun naik untuk berbagai kebutuhan,” imbuh dia.

Harga emas beberapa waktu belakangan memang sempat menembus rekor tertinggi. Di awal Maret misal, harga emas tercatat sebesar Rp1,709 per gram. Angka itu merupakan tertinggi sepanjang sejarah.

Harga terus naik bahkan mencapai Rp1,836 juta per gram pada Kamis (3/4) lalu.

Timbulkan Kerugian

Dari sisi lain, Ekonom senior INDEF, M. Fadhil Hasan mengungkap sejumlah potensi kerugian ekonomi RI buntut penetapan tarif baru produk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 32 persen yang akan berlaku pekan ini.

Fadhil mengungkap bahwa jumlah ekspor Indonesia ke AS selama ini berada di angka 10,5 persen dari keseluruhan ekspor. Meski jumlahnya cukup besar, namun tak lebih besar dibanding negara ASEAN lain seperti Vietnam dan Thailand.

“Saya kira sekitar 10,5 persen atau 10,3 persen sell daripada ekspor Indonesia ke Amerika itu, dari total ekspor Indonesia itu. Jadi cukup besar ya,” kata Fadhil dalam diskusi daring, Jumat (4/4).

Fadhil menilai dampak tarif resiprokal atau timbal balik yang ditetapkan AS hanya akan berdampak moderat terhadap perdagangan RI. Dampak terutama akan terasa terhadap sejumlah produk ekspor RI ke AS.

Sejumlah produk itu misalnya tekstil, garmen, minyak sawit, hingga alas kaki. Namun, dampak tersebut tidak hanya akan diterima Indonesia, namun juga negara-negara lain.

“Bahkan mungkin bagi Vietnam atau Malaysia itu akan menghadapi level tarif yang lebih tinggi dibanding Indonesia,” kata Fadhil.

Meski begitu, Fadhil mewanti-wanti pemerintah untuk segera melakukan antisipasi. Sebab, meski dari sisi nilai ekspor hanya 10,5 atau 10,3 persen, namun surplus perdangan dengan AS cukup besar mencapai USD16,8 miliar.

“Jadi, walaupun dari sisi pangsa ekspornya itu sekitar 10,3 persen tapi dari sisi trade itu surplus paling besar dari Amerika,” kata dia.

Di sisi lain, Fadhil mengungkap bahwa kenaikan tarif resiprokal juga bisa berdampak terhadap depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar, termasuk kenaikan barang-barang impor RI di AS.

“Kita tahu bahwa dengan adanya kebijakan ini maka produk yang dijual di Amerika itu kan semakin mahal ya, harganya. Dan itu kemudian memberikan tekanan terhadap inflasi tentunya,” kata Fadhil.

“Jadi saya kira dampaknya kalau terjadi depresiasi nilai tukar rupiah itu spill over nya itu ke mana-mana. Kepada hutang. Kepada fiskal dan seterusnya. Jadi selain dampak dagang tapi dampak terhadap depresiasi nilai tukar rupiah itu juga perlu kita antisipasi begitu,” imbuhnya. (*)

Dari berbagai sumber

Awaluddin Awe
awal.batam@gmail.com