50 Persen Lebih Responden tidak Yakin Jokowi Netral di Pilpres 2024, Karena Ingin Membela Gibran dan Prabowo

  • Bagikan

Foto ilustrasi Presiden Jokowi bersama Capres Prabowo Subianto. Sebuah survey merilis bahwa Presiden Jokowi tidak netral di Pilpres 2024 karena membela puteranya, Gibran Rakabuming Raka yang menjadi Cawapres Prabowo. (Foto : dok)

 

JAKARTA, Harianindonesia.id–

Hasil Survei Politik, Ekonomi dan Elektabilitas Capres-Cawapres Pemilu Indonesia (SPEED) yang dilakukan Indonesia Political Expert (IPE) pada Januari 2024 mencatat lebih dari 50% responden tidak yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) netral pada Pilpres 2024.

Direktur Riset dan Survei Indonesia Political Expert (IPE) Agustanto Suprayoghi, mengungkapkan saat ditanya tentang netralitas presiden, sebanyak 55,20% responden menilai bahwa presiden tidak lagi netral dalam pemilu.

“Ada empat hal yang dapat kami rangkum dari responden saat ditanya mengapa mereka cenderung tidak yakin terhadap netralitas Presiden; sebanyak 57,1% dari yang tidak yakin presiden netral, meyakini bahwa presiden melakukan ini karena membela Gibran Rakabuming Raka yang notabene anaknya. Lalu 21,2% responden berpendapat bahwa ini dikarenakan kedekatan presiden dengan Prabowo,” ungkap Agus, Jumat (26/1/2024).

Dia menjelaskan SPEED sebetulnya memotret masalah ketidakpuasan masyarakat tersebut dari survei pertama yang dilakukan di rentang Agustus-September 2023. Angka awal hasil survei pertama ini, dijadikan landasan (baseline) guna melihat bagaimana tingkat kepuasan masyarakat terhadap bidang tertentu di tiap waktunya.

Lebih lanjut dia menerangkan, bahwa selain mengulik elektabilitas, hal yang ditanyakan kepada responden dalam survei tersebut juga menyentuh tentang kondisi ekonomi, politik, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Khusus untuk survei putaran Januari 2024, ada penambahan pertanyaan yang diajukan kepada responden yakni tentang netralitas penyelenggara pemilu, netralitas TNI, Polri, pejabat, kepala daerah dan netralitas presiden.

Hal berikutnya yang diungkapkan oleh responden yang tidak yakin bahwa presiden netral adalah sebanyak 12,4% melihat ini dikarenakan secara politik presiden saat ini berseberangan dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Lalu, bagaimana dengan netralitas TNI, Polri, KPU, dan perangkat daerah? Dari survei yang dilakukan, menurut Agus, 49,8% responden tidak yakin Polri netral. Sedangkan, persentase TNI tidak netral sedikit lebih rendah yakni 46,7% persen.

SIMAK JUGA :  Polri: Jangan Libatkan Pak Tito Dengan Wacana Politik

Dia membeberkan tiga alasan utama rakyat meragukan netralitas TNI pada Pilpres 2024. Menurut hasil survei, mayoritas mereka yang meragukan netralitas TNI berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh TNI tersebut dikarenakan tekanan dari presiden 47,7%, pimpinan TNI dijanjikan jabatan lebih tinggi 29,9%, dan kembalinya dwifungsi TNI 16,4%.

Adapun alasan meragukan netralitas Polri adalah; tekanan dari presiden (49,1%), pimpinan Polri dijanjikan jabatan lebih tinggi (30,4%), dan dijanjikan anggaran lebih besar (14,4%).

Pada survei yang dilaksanakan pada Januari 2024 itu juga memotret ketidak netralan kepala daerah pada Pilpres 2024. Sebanyak 51, 1 % responden tidak yakin kepala daerah netral.

Alasan utama kepala daerah tidak netral adalah tekanan dari presiden (48,1%), penjabat kepala daerah dijanjikan jabatan lebih tinggi (24,3%), dan pemda dijanjikan tambahan anggaran (20,2%).

“Kami juga menemukan 47,9% responden tidak yakin KPU netral karena tekanan kekuasaan, imbalan materi dari kontestan dan dijanjikan jabatan,” katanya.

Agus menambahkan, dari survei yang dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota di Indonesia (416 kabupaten dan 98 kota) sebanyak 45,8% responden tidak yakin Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bertindak tegas menindak pelanggar pemilu.

Bawaslu dinilai tidak tegas karena tekanan kekuasaan (47,2%), imbalan materi dari kontestan (22,6%), dijanjikan jabatan (17,1%).

SPEED merupakan Survei yang dilaksanakan secara berkala oleh IPE dengan kriteria responden survei adalah warga negara Indonesia yang telah mempunyai hak pilih, terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), berusia 17 tahun dan telah menikah.

Survei ini menggunakan metode pengambilan sampel secara purposive random sampling. Jumlah responden 2.400 orang, sampling error 2% dengan tingkat kepercayaan 95%. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *