MIKO Kamal : Diksi Membangun Jiwa tak Berhasil, karena Hukum tidak Tegak

  • Bagikan

PADANG (Harianindonesia.id) – Praktisi Hukum Miko Kamal berpendapat bahwa diksi membangun jiwa bangsa Indonesia tidak berhasil dicapai sampai Indonesia merdeka 77 tahun, karena hukum tidak tegak.

“Permasalahan bangunlah jiwanya, bangunlah bangsa Indonesia sampai hari ini tidak tercapai disebabkan faktor penegakan hukum tidak berjalan dengan seharusnya,” kata Ketua Peradi Padang Miko Kamal saat menyampaikan pemaparannya pada
Peradi Goes to School (PGtS) Seri ke 12 di kompleks SMAN 4 Jl Linggar Jati No. 1 Lubuk Begalung Padang, Jumat (27/1), diikuti sekitar 100 orang peserta.

Acara dibuka oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Muhammad Syarif SPd., MPdE. Muhammad Syarif menyampaikan terima kasih atas kehadiran tim PGtS DPC Peradi Padang di SMAN 4 Padang.

“Kami sangat berterima kasih atas kehadiran DPC Peradi Padang di bawah pimpinan Miko Kamal memberikan pencerahan hukum kepada anak-anak kami. Anak-anak mesti menggunakan kesempatan baik ini untuk menimba ilmu dan informasi dari nara sumber DPC Peradi Padang”, kata Syarif.

Nara sumber PGtS Seri ke 12 adalah Ketua DPC Peradi Padang Miko Kamal, S.H., LL.M., PhD dan Wakil Ketua Rianda Seprasia, S.H., M.H.

Miko Kamal memulai paparannya dengan memperkenalkan konsep Membangun Jiwa. Miko menyebut bahwa diksi Membangun Jiwa pertama kali diperkenalkan pada tanggal 28 Oktober 1928 pada saat penutupan Kongres Pemuda ke 2.

Saat itu untuk pertama kalinya lagu kebangsaan Indonesia dinyanyikan yang di dalamnya terselip bait Bangunlah Jiwanya yang diikuti dengan diksi Bangunlah Badannya.

“Ada makna penting di balik diksi Bangunlah Jiwanya yang ditulis oleh WR Soepratman ketika menciptakan lagu kebangsaan Indonesia. Diksi Bangunlah Jiwanya disebutkan lebih dulu yang ketimbang diksi Bangunlah Badannya”, kata Miko.

SIMAK JUGA :  Miko Kamal: Siswa Mesti Menjadi Pelopor Hidup Bersih di Lingkungannya

“Diksi Bangunlah Jiwanya disebut lebih dulu karena WR Soepratman paham betul bahwa membangun jiwa sangat penting. Disebutkan lebih dulu agar semua pihak yang berkepentingan awas akan hal itu. Juga, diksi Bangunlah Jiwanya diletakkan di depan karena membangun jiwa jauh lebih sulit dari pada membangun badan” sambung Miko.

“Sekarang terbukti, membangun jiwa memang sulit. Buktinya, sudah lebih dari 77 tahun Indonesia merdeka, sampah masih berserakan di banyak tempat. Sebutlah di pasar, di tempat wisata, di sungai dan di laut”, kata Miko lebih lanjut.

Miko yang merupakan Ketua DPP Ikatan Alumni SMAN 7 Padang itu juga menyampaikan bahwa belum berhasilnya pembangunan jiwa karena hukum tidak tegak sebagaimana mestinya.

“Hukum dan penegakannya adalah faktor penting dalam pembangunan jiwa. Jiwa-jiwa orang Indonesia tidak akan terbangun jika hukum dan penegakannya tidak dijalankan dengan serius”, tambah Miko.

Dalam kesempatan itu, dalam konteks Pembangunan Jiwa, Miko menjelaskan tentang hukum tawuran, hukum lalu lintas, hukum ITE dan hukum kebersihan.

Sementara itu, Rianda Seprasia menyampaikan beberapa hal tentang hukum terkait anak. Baik anak sebagai pelaku tindak pidana, sebagai korban dan sebagai saksi. “Meskipun diantara kalian tergolong sebagai anak-anak, kalian tetap dihukum ketika kalian melakukan pidana atau perbuatan melawan hukum. Hanya saja teknis pengenaan hukumnya tentu tunduk kepada hukum tentang perlindungan anak”, sebut Rianda.

PGtS Seri ke 12 juga dihadiri oleh beberapa orang pengurus DPC Peradi Padang diantaranya Yudhi, Rezki Februrianto, Sherin, Upik, Susan, Winda dan Adek. (*)

Rilis
Editor : Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *