Sasar Setiap Pintu Rumah, Taliban Buru Warga Amerika Serikat

  • Bagikan

Dikabaran warga Amerika Serikat (AS) yang masih berada di Afghanistan kini diburu oleh pasukan Taliban.

Pasukan Taliban menyasar setiap rumah untuk mencari warga AS.

Diberitakan Kontan.id, seorang warga negara Amerika Serikat (AS), penduduk asli California, bernama Nasria yang tengah hamil, terbang ke Afganistan pada Juni lalu untuk mengunjungi keluarga dan menikah.

Pada awal September 2021, ia tetap menjadi salah satu dari sekitar 200 orang warga AS yang tertinggal di Afganistan pasca penarikan pasukan AS yang kacau.

Sekarang, setelah militer AS pergi, Taliban memburu orang-orang Amerika yang tersisa.

Hal itu ia katakan kepada Voice of America.

“Saya berpikir, apakah saya akan berhasil pulang? Apakah saya akan berkhir di sini? Apakah saya akan mati di sini?

Apakah yang akan terjadi?” ujar Nasri yang meminta untuk ditulis hanya nama depannya untuk alasan keamanan, seperti dilansir Foxnews.

Ia mengatakan, milisi Taliban mendatangi mereka dari pintu ke pintu, mencoba melihat apakah ada orang yang memiliki paspor biru.

Pekan lalu, Darrell Issa, seorang yang bekerja untuk menyelamatkan orang AS yang tersisa di Afganistan mengatakan, bahwa Nasria telah ditendang di perut oleh pejuang Taliban.

“Siapa pun yang mengatakan tidak ada orang yang terdampar itu salah,” kata Issa.

Ketika Afganistan jatuh dalam kekuasaan Taliban, Nasria dan suaminya, seorang warga negara Afganistan bergegas ke bandara Kabul yang penuh sesak dan kacau untuk mengungsi.

Ia dan suaminya mencoba menuju lokasi yang ditentukan selama 12 hingga 13 jam tetapi Taliban memblokir mereka dengan todongan senjata bahkan ketika dia menunjukkan paspor AS-nya kepada mereka.

Bahkan ketika mereka terus berjalan, pasukan Taliban menembak tepat di dekat kakinya dan menyuruh mereka kembali atau mereka akan ditembak.

Meskipun waktu itu, suaminya, seorang warga Afganistan memohon kepada Taliban untuk membiarkannya pergi tanpa dia, tetap saja Taliban menolak.

Babak baru Afghanistan

Hanya beberapa jam setelah Mayor Jendral Chris Donahue menaiki pesawat evakusi sebagai serdadu terakhir Amerika Serikat yang meninggalkan Kabul akhir pekan lalu, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid,

mengumumkan pihaknya “menginginkan hubungan baik dengan AS dan dunia,” kata dia.

Namun uluran tangan para Talib ditanggapi secara hati-hati.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Taliban harus terlebih dahulu berlaku layaknya bangsa “beradab,” sebelum diterima oleh dunia internasional.

“Secepatnya Taliban memasuki keluarga bangsa-bangsa beradab, katakan lah begitu, semakin mudah untuk menjaga kontak,

komunikasi atau untuk dipengaruhi dan ditanyai,” kata dia dalam sebuah sesi di Forum Ekonomi Timur di Vladvostok, Jumat (3/9).

SIMAK JUGA :  Target Fakhrizal Terwujud, Golkar Usung FAGE jadi Paslon

“Rusia tidak berkepentingan atas Afganistan yang terpecah belah.

Jika ini terjadi, tidak seorang pun di sana bisa diajak berbicara,” imbuhnya.

Moskow sudah memberikan isyarat kesediaan berdialog dengan Taliban.

Kementerian Luar Negeri mengaku duta besarnya di Afganistan telah menemui perwakilan Taliban beberapa hari setelah kejatuhan Kabul.

Pada Jumat (3/9/2021), Rusia mengumumkan telah menghubungi calon pejabat pemerintah di Afganistan, lapor kantor berita RIA, yang mengutip duta besar di Kabul. Dmitriy Zhirnov.

Dia menegaskan pihaknya tidak berniat memasok otoritas baru Afganistan dengan senjata atau perlengkapan militer lain.

Sementara itu, Uni Eropa sedang mempertimbangkan perwakilan tetap di Kabul untuk mengoordinasikan kerjasama dengan Taliban.

Dalam sebuah keterangan pers, Wakil Presiden Komisi Eropa, Josep Borell, mengatakan, kantor bersama itu akan mewakili semua negara anggota.

“Kami memutuskan untuk mengkoordinasikan komunikasi dengan Taliban, antara lain melalui perwakilan bersama Uni Eropa di Kabul,

jika situasi keamanan memenuhi syarat,” kata dia setelah bertemu menteri-menteri luar negeri UE, Jumat (3/9).

Sebelumnya Dewan Keamanan PBB telah memberikan syarat bagi dukungan atas kekuasaan Taliban.

Ia antara lain berupa kewajiban memerangi terorisme, terutama mengakhiri hubungan dengan al-Qaeda,

menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan membentuk pemerintahan “inklusif” dengan “partisipasi perempuan yang setara dan menyeluruh.”

Taliban juga didesak membuka pintu emigrasi bagi warga Afganistan.

Uluran tangan Beijing

Ketika sikap adidaya lain dipenuhi keraguan, Cina sebaliknya memastikan akan tetap membuka kedutaan besarnya di Kabul dan bahkan menambah bantuan bagi Afganistan, “terutama untuk perawatan Covid-19,” menurut juru bicara Taliban, Suhail Shaheen.

Hal itu dijanjikan dalam sebuah “pembicaraan telepon, antara Wakil Menteri Luar Negeri Wu Jianghao,” dan Abdul Salam Hanafi, pejabat politik Taliban di Doha, Qatar, klaimnya via Twitter.

Ketika dikonfirmasikan, Kementerian Luar Negeri di Beijing membenarkan kedutaannya di Kabul “beroperasi secara normal,”

dan berfungsi sebagai “kanal komunikasi antara kedua negara,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Wang Wenbin.

Meski demikian, Cina menetapkan daftar tuntutan yang sama kepada Taliban.

“Kami berharap Taliban bisa membangun struktur politik yang inklusif dan terbuka, menjalankan kebijakan yang moderat dan stabil di dalam

dan luar negeri, serta memutus hubungan dengan semua kelompok teroris,” imbuh Wang.

Beijing sejauh ini belum memberikan pengakuan resmi terhadap Taliban.

Namun analis meyakini, Cina akan banyak diuntungkan jika Taliban bersedia meredam potensi dukungan jaringan teror Afganistan terhadap pemberontakan kaum Islamis di Xinjiang. (kontan)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *