Joe Biden Bertemu Presiden China Xi Jinping di Bali, Keduanya Senang senang Aja

  • Bagikan

XI JINPING DAN JOE BIDEN (Foto : kredit reuters)

BALI (Harianindonesia.id) – Pertemuan dua kepala negara paling ditunggu tunggu, Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akhirnya terwujud di Bali.

Biden dan seteru beratnya Xi Jinping bertemu dalam pertemuan tingkat tinggi (KTT) G20 yang digelar selama dua hari, 14-15 di Bali.

CNBC Indonesia melaporkan kedua Presiden dari dua negara dengan ekonomi terkuat di dunia ini bertemu di sebuah hotel di Badung, Bali, Senin (14/11) dengan suasana hangat dan tak terlihat ketegangan dari wajah pimpinan negara tersebut.

Biden mengaku senang bertemu dengan Xi Jinping dan berharap bisa berkomunikasi lebih baik agar AS dan China bisa menghindari konflik.

“Kita harus berusaha mengelola perbedaan kita untuk menghindari konflik,” kata Biden saat pertemuan di Hotel Mulia, Bali, seperti dikutip dari AFP, Senin (14/11/2022)

Diketahui, dari semua anggota G-20, AS paling sering bersitegang dengan China. Namun, seperti pepatah tidak ada sekutu yang abadi. Arab Saudi yang selama ini dikenal sekutu dekat AS malah tengah berbalik memusuhi Paman Sam.

Ketegangan China dan Amerika pada tahun ini dipicu oleh sejumlah isu mulai dari kunjungan Ketua DPR Nancy Pelosi ke Taiwan pada awal Agustus, larangan ekspor chip AS ke China, dan persoalan muslim Uighur.

Kunjungan Pelosi ke Taiwan pada Agustus lalu membuat China langsung mengintensifkan latihan militer. Aktivitas ini langsung membuat geopolitik kawasan Pasifik memanas.

China menuduh kunjungan Pelosi adalah bentuk provokasi AS sebagai bentuk dukungan kemerdekaan Taiwan. Padahal, China menganggap Taiwan sebagai wilayah kekuasaannya.

Ketegangan China dan Amerika memasuki babak baru pada Oktober saat Presiden Biden melarang ekspor semikonduktor ke China. Langkah tersebut dinilai sebagai upaya Negara Paman Sam mengurangi kedigdayaan China di bidang ekonomi.

SIMAK JUGA :  Siapa Presiden AS Terpilih?

Kebijakan larangan ekspor akan mengurangi transfer teknologi dari Amerika Serikat ke China. Selain itu, kemampuan China untuk memproduksi semikonduktor akan menurun.

AS juga bersitegang dengan China lagi setelah munculnya rumusan “Uighur Forced Labor Prevention Act” atau “Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur” oleh AS. China menilai hal tersebut sebagai bentuk kebohongan AS karena tidak ada kerja paksa. Selain dengan China, Amerika juga bersitegang Arab Saudi karena persoalan minyak dan tudingan HAM. (*)

Sumber : CNBS, Reuters

Editor : Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *