Foto aktifitas silaturahimi FMM di Kampus Yarsi Jakarta. (Foto : Awe/HI)
JAKARTA – Forum Minang Maimbau, sebuah WA Grup terkemuka yang sudah berusia 10 tahun, kembali meluncurkan program aksi berkolaborasi dengan sejumlah stake holder berupaya membebaskan Sumbar dari stigma negatif narkoba, LGBT dan stigma negatif lainnya.
Provinsi yang dikenal dengan daerah yang kuat menjalankan adat dan agama (Islam) yang tercermin dari filsafat Adat Basandi Syarak Syarak Basandi Kitabullah (Adat Bersendikan Agama, Agama Bersendikan Al-Quran), kini mengalami degradasi moral dengan menancapnya status 6 besar Peredaran narkoba, terbesar populasi LGBT dan stigma negatif perempuan lainnya.
“Atas dasar itu, kami sepakat bersama para stake holder melakukan program aksi untuk membantu melepaskan Sumbar keluar dari stigma negatif yang sedang menjeratnya,” jelas Ketua Forum Minang Maimbau (FMM) Firdaus HB disela sela pertemuan dengan sejumlah anggota FMM di Kampus Yarsi Jakarta Timur, Sabtu (24/5/2025).
Pertemuan dibuka secara resmi anggota senior sekaligus pembina FMM Haji Basril Djabar, dihadiri juga secara hybrid dari seluruh Indonesia dan luar negeri. Pertemuan diawali juga dengan pembacaan alfatihah untu pendiri FMM, salah satunya alm Fahmi Idris.
Pertemuan membahas program kerjasama dengan forum rektor, gubernur dan bupati walikota, forkopimda, BNNP Sumbar, LKKAM Sumbar dengan wali nagari se Sumbar, dalam rangka melepaskan Sumbar dari stigma negatif Top6 peredaran narkoba dan Top Big LGBT serta stigma negatif lainnya.
“Program aksi ini kita harapkan sudah bisa kita launching Desember 2025 mendatang,” papar pembina FMM Prof Fasli Djalal dalam kesempatan sama.
Program aksi FMM Desember 2025 diperkirakan akan melibatkan 900 peserta terdiri dari kalangan walinagari dan kalangan FMM sendiri.
Dalam program aksi ini, FMM akan menurunkan anggotanya turun ke nagari masing masing untuk merancang program aksi yang akan dilakukan untuk menekan stigma negatif yang menghantam daerah Minang tersebut.
Kepala Badan Nasional Narkotika Propinsi (BNNP) Sumbar Brigjen Pol Dr Riki Yanuarfi SH,MSi menjelaskan melalui zoom meeting bahwa posisi Sumbar saat ini sudah berubah dari daerah perlintasan narkoba menjadi daerah peredaran narkoba.
Secara rating nasional, daerah Sumbar pernah mencapai Top6 pada 2024 dan kini turun menjadi Top9 pada tahun 2025 ini.
Angka privelansi penduduk Sumbar yang terpengaruh narkoba mencapai 1,1 persen atau mencapai 63.903 dari jumlah penduduk Sumbar pada tahun 2019 lalu. Kerugian finansial akibat penyalahgunaan narkoba itu pada 2017 mencapai Rp 1,6 trilun.
Jenderal muda cerdas ini mengemukakan bahwa hasil tangkapan narkoba setiap tahun di Sumbar terus meningkat tajam, kecuali pada tahun 2025 sedikit menurun disebabkan gencarnya aksi pencegahan peredaran narkoba.
“Kami aktif melakukan kerjasama dengan semua pihak untuk mengantisipasi peredaran narkoba di Sumbar. Alhamdulillah pada tahun ini rating Sumbar sebagai daerah peredaran narkoba turun ke posisi 9 nasional,” tutur Kepala BNNP kelahiran Sumbar ini.
Dia berharap kerjasama dengan FMM dengan melibatkan stake holder lain seperti forum rektor, gubernur bupati dan walikota serta pengusaha FMM bersama para wali nagari di Sumbar akan mampu menghapus posisi Sumbar sebagai daerah peredaran narkotika asal Sumut dan Aceh.
Bukan Aksi Biasa biasa Saja
Forum Silaturahmi FMM di Yarsi juga membahas pelbagai kendala Sumbar saat ini, seperti tanah ulayat, risk investasi, infrastruktur, kemiskinan petani, pedagang minang di rantau yang mulai banyak tergusur, LGBT dan malah pola seks bebas sebelum menikah yang kini marak dilakukan para remaja di Sumbar.
Coach Indra Syafri yang hadir sebagai member WAG FMM mengakui bahwa program aksi yang mestinya dilakukan di Sumbar bukan yang biasa biasa saja. Dia sendiri akan melakukan riset terhadap minat menjadi pesepak bola nasional dengan menggelar iven kompetisi sepak bola mulai dari tingkat SD.
Prof Fasli Djalal mendorong program kompetisi sepak bola ini dengan meminta partisipasi dari kalangan rektor di Sumbar. Sebab seperti disebutkan Coach Indra Syafri seseorang dibentuk dari pola pikir sejak dini.
Program aksi dalam bentuk lain juga disemangati oleh para member FMM pada saat pertemuan. Secara berganti mereka memberikan pendapat. Pada intinya mereka ingin kampung halaman mereka bebas dari stigma negatif dan berpeluang dikembangkan menjadi nagari produktif.
Ketua FMM Firdaus HB menyebutkan meskipun hanya berupa WAG, FMM pernah sukses membangun kawasan wisata Mandeh. Disebutkan, awalnya 20 member FMM mensubsidi perlengkapan kamar rumah rakyat di Mandeh untuk dijadikan kamar hotel bagi pengunjung.
Program itu kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya kawasan wisata Mandeh seperti sekarang. Hal ini juga didukung dengan diangkatnya salah satu anggota FMM Andrianof Chaniago menjadi Menteri Bappenas di awal pemerintahan Jokowi, yang berperan mengembangkan infrastruktur ke kawasan Mandeh.
Program kedua yang juga berhasil membangun program homecare di Batusangkar. Program ini adalah merawat para orang tua yang sudah tidak punya sanak keluarga lagi, dengan melibatkan dokter, paramedis dan warga setempat.
Pembina FMM, Basril Djabar pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa dirinya memiliki pengalaman besar membantu Gubernur Sumbar dalam menggerakan partipasi pembangunan Sumbar selama 35 tahun.
Kata kuncinya adalah bagaimana memahami perilaku individu orang Minang dalam bekerja. “Kalau FMM sudah mampu memahami perilaku itu, InsyaAllah program mambangkik batang tarandam jilid dua Sumbar ini akan berhasil,” ujar Basril Djabar dengan semangat.
Forum Silaturahmi FMM juga menampilkan sosok muda Minang asal Sungai Sariak Padang Pariaman, bernama Izul, yang ternyata adalah periset teknologi berskala dunia dan banyak menginvestasikan uangnya di sejumlah bisnis AI.
Izul menyebutkan bahwa secara portofolio kawasan daerah Sumbar sebenarnya berpotensi dikembangkan sebagai daerah aero-wisata. Namun sayangnya, secara pribadi dirinya menghadapi kendala dalam penguasaan tanah, yang pada umumnya adalah milik ulayat.
Salah satu anggota FMM Musriadi yang kini menjabat sebagai direktur di Kementerian ATR BPN mengaku bahwa kendala tanah ulayat kini sudah bisa diatasi untuk kepentingan investasi dengan ditetapkannya Undang undang tentang tanah ulayat.
Ke depan, kata Musriadi, kendala investasi dari tanah ulayat di Sumbar tidak lagi menjadi ancaman bagi masyarakat, karena melalui UU Tanah Ulayat, tanah ulayat yang selesai dikerjasamakan dengan pihak ketiga, akan kembali kepada pemilik ulayat bersangkutan.
Forum silaturahmi FMM akan dilakukan kembali sampai tiga kali menjelang Desember 2025 atau saat launching program aksi FMM di Sumbar. Pertemuan akan membentuk kelembagaan program aksi, struktur kegiatan dan penempatan personil FMM di semua program aksi. (*)
Awaluddin Awe