Aktifis Pertanyakan Soal Makar dan Terorisme Prabowo, Terkait Aksi Unjuk Rasa Mahasiswa

NANDA ABRAHAM

JAKARTA – Seorang Aktifis Pro Demokrasi sekaligus Ketua Alumni SMA Jakarta bersatu (ASJB) Nanda Abraham mempertanyakan pernyataan Presiden Prabowo tentang adanya tindakan seperti makar dan terorisme dalam kaitan unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat 25-28 Agustus lalu.

“Sebagai aktifis yang berjuang bersama mahasiswa dan masyarakat saya mempertanyakan ucapan pak Prabowo tentang adanya tindakan makar dan terorisme dalam kaitan unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat sejak 25 hingga 28 Agustus kemarin,” kata Nanda Abraham melalui saluran telepon pribadinya, Ahad (31/8/2025) malam.

Nanda memandang penting Presiden Prabowo menjelaskan kembali tentang maksud perkataan ada makar dan terorisme tersebut. Sebab pernyataan makar dan terorisme itu seperti mengaburkan tujuan aksi unjuk rasa yang sebenarnya.

Menurut Nanda, para mahasiwa dan masyarakat melakukan unjuk rasa ke DPR adalah meminta lembaga legislatif itu lebih sensitif terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini.

Massa datang ke DPR adalah untuk meminta anggota dewan membatalkan kenaikan gaji, menyorot biaya kontrak rumah, menghilangkan tunjangan mahal yang dinikmati oleh anggota DPR, serta fasilitas pajak dan sebagainya yang menempatkan anggota dewan menjadi sarat fasilitas dan kemudahan.

Aksi massa, lanjut Nanda, juga bermaksud mengingatkan negara untuk tidak begitu mudah dan gampang membagi bagi jabatan dan kekuasaan dengan kelompok dan sesamanya, sehingga terjadi distribusi pendapatan dan penguasaan kekayaan negara yang sangat timpang dibandingkan dengan rakyat.

Sebagai contoh, kata Nanda, bagaimana Dirjen Pajak dengan mudahnya membebaskan pengenaan pajak terhadap pendapatan penghasilan anggota dewan, dengan menjadikannya sebagai beban negara.

Sementara Dirjen Pajak tanpa sungkan sungkan membebankan rakyat dengan beban pajak yang sangat besar dan berat.

“Seolah olah negara menjadikan rakyat hanya sebagai objek pajak dan hasilnya dinikmati oleh para penguasa dan kemudian berjoget ria atas pendapatan yang diberikan dari hasil keringat rakyat,” tegasnya.

Mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi unjuk rasa supaya pemerintah melihat kembali kesulitan rakyat untuk mendapat makan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan dan perumahan yang sejak negara ini ada, tidak pernah secara nyata diwujudkan oleh pemerintah.

“Oleh sebab itu saya menolak pernyataan pak Presiden Prabowo bahwa aksi unjuk rasa mahasiswa dan masyarakat kemarin sebagai adanya tindakan makar dan terorisme. Kami dan mahasiwa tidak pernah berniat untuk melakukan makar apalagi melakukan tindakan terorisme,” tangkis pentolan aktifis pro demokrasi bawah tanah ini.

Dia juga meminta Presiden Prabowo untuk membeberkan fakta bahwa selama aksi unjuk rasa memang terjadi indikasi tindakan makar dan terorisme baik oleh mahasiswa maupun oleh masyarakat.

Nanda tidak menolak bahwa diluar aksi unjukrasa mahasiswa dan masyarakat sempat terjadi aksi pembakaran dan penjarahan rumah pribadi anggota DPR atau milik masyarakat dan pemerintah.

Namun dia menolak secara keras bahwa tindakan penjarahan dilakukan oleh mahasiswa.

Dia berpendapat, jika itu dilakukan oleh sekelompok orang diluar otoritas aksi unjuk rasa yanb dilakukan mahasiswa dan masyarakat.

Tetapi dia berpendapat bahwa unjuk rasa kemarin merupakan puncak dari eskalasi ketidakpuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan negara selama ini yang menempatkan rakyat sebagai objek pemerintahan.

Sebagai contoh lagi, Nanda mengungkapkan sikap Menteri ATR dan BPN yang secara gampang dan gamblang menyebut hak atas tanah masyarakat sebagai semata milik negara. Pernyataan itu membuat bekas dan luka di hati masyarakat.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan bahwa pengambilan alih tanah yang tidak produktif atau “nganggur” selama dua tahun memicu kontroversi luas.

Pernyataannya yang menantang logika kepemilikan tanah turun-temurun dianggap provokatif dan menyengat sentimen publik terkait tanah warisan.

Nusron menyatakan bahwa tanah pada dasarnya milik negara dan tidak dimiliki turun-temurun, sehingga memicu kekhawatiran bahwa kebijakan ini dapat mengancam tanah milik warga biasa yang belum sempat dikelola.

Namun, pemerintah kemudian mengklarifikasi bahwa sasaran utama kebijakan adalah tanah berskala besar dengan status Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang tidak dimanfaatkan secara ekonomi.

Klarifikasi Penting dari soal tanah tersebut adalah bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM): Tanah dengan SHM tidak akan memiliki batas waktu pemanfaatan dan tetap dapat diwariskan antar generasi.

Tanah Terlantar : Kebijakan penyitaan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.

Proses Penyitaan : Membutuhkan waktu sekitar 578 hari dengan serangkaian surat peringatan berjenjang kepada pemilik hak atas tanah.

Hal lain yang menjadi perhatian mahasiswa dan masyarakat adalah, bagaimana negara dengan begitu gampangnya membagi bagi hak atas kuasa pertambangan kepada organisasi masyarakat (Ormas) dengan mengabaikan perasaan rakyat, mereka akan dapat apa dari negaranya.

Begitu juga, bagaimana pemerintah dengan gampang pula membagi bagi jabatan wamen dan komisaris BUMN dengan semaunya saja. Seolah olah saat melakukan itu rakyat tidak tau apa maksud dan tujuannya.

“Jadi pemerintah harus sensitif juga dengan perasaan rakyat terhadap apa yang sudah dilakukan negara selama ini yang secara jujur belum melakukan apa apa terhadap kesejahteraan rakyat yang sebenarnya,” papar Nanda.

Negara Rakyat

Nanda mengakui bahwa Presiden Prabowo memiliki pandangan spesifik terhadap pembangunan kesejahteraan rakyat. Hal itu, menurut Nanda, dilihatnya dari pidato Prabowo dibanyak kesempatan.

Namun dia meminta hal itu benar benar dilakukan dengan program yang jelas dan terukur, tidak hanya sebatas wacana terus.

“Kami siap memberikan dukungan kepada bapak Presiden Prabowo untuk mewujudkan negara rakyat sebagaimana cita cita dan amanat kemerdekaan. Jika hal itu bisa diwujudkan saya yakin tidak akan ada demo mahasiswa dan aksi penjarahan. Sebab negara memang sudah menempatkan rakyat sebagai objek pembangunan,” kata Nanda Abraham.

Nanda juga mengapresiasi keputusan Presiden bersama pimpinan lembaga negara dan pimpinan partai politik untuk melakukan pengurangan anggaran biaya anggota DPR menjadi lebih rasional.

SIMAK JUGA :  Saat Gatot Nurmantyo Cium Tangan SBY

Dia meminta kebijakan yang diambil pemerintah dan DPR terhadap anggaran anggota DPR tersebut diumumkan secara terbuka kepada publik, supaya mereka tahu usaha yang mereka lakukan dengan aksi unjuk rasa benar dipenuhi oleh pemerintah dan DPR.

Nanda juga meminta Presiden menata ulang posisi Polri dan membangun baru mentalitas aparat kepolisian yang lebih berpihak kepada rakyat dan tidak menyakiti hati rakyat.

Dia mengutarakan kasus yang terjadi selama unjuk rasa kemarin, sekali lagi membuktikan bahwa emosional mahasiswa dan masyarakat yang terpendam selama ini terhadap kepolisian mencapai puncaknya.

Nanda mengutarakan secara terbuka opini publik terhadap jajaran kepolisian selama ini, dimana untuk mengurus sesuatu bisa memakan waktu lama dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Disamping belat belit berurusan dengan aparat kepolisian lainnya.

“Apalagi, sejak dilindasnya Affan Kurniawan oleh mobil taktis brimob telah memancing kemarahan mahasiswa, masyarakat dan komunitas Ojol terhadap aparat kepolisian. Untuk ini saya berharap bapak Presiden bisa melihat permasalahannya secara jernih dan objektif serta tidak menggeser persoalan sampai ke soal makar dan terorisme segala,” ujarnya lagi.

Terakhir, Nanda Abraham mengharapkan Pemerintah dalam melahirkan kebijakan baru yang bersifat kepentingan rakyat untuk melakukan uji publik terlebij dahulu, sehingga setiap keputusan itu bisa dipahami dan diketahui rakyat tujuan positifnya.

“Poin dari saya, kita dan pemerintah dibawah kepemimpinan bapak Prabowo harus mengambil hikmah dari peristiwa unjuk rasa kemarin bahwa penyelenggaraan negara memang harus sepenuhnya demi kemaslahatan rakyat,” pungkas Nanda Abraham.

Pernyataan Pemerintah

Sebelumnya, Presiden Prabowo telah menyampaikan pernyataan terkait dengan aksi unjuk rasa sejak 25 Agustus hingga 28 Agustus 2025. Pernyataan ini disampaikan usai bertemu Ketua MPR dan DPR serta pimpinan Partai Koalisi dan Non Koalisi di Istana Negara, Ahad (31/).

Berikut selengkapnya pernyataan Presiden Prabowo Subianto :

Hari ini saya didampingi Ketua Umum Partai Politik di dalam dan di luar koalisi, Ketua DPR RI dan ketua MPR RI. Kita membahas perkembangan situasi negara. Izinkan saya membacakan pernyataan berikut :

Saudara-saudara sebangsa setanah air

Dalam beberapa hari ini, saya Presiden RI terus memantau perkembangan situasi yang terjadi di Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia.

Negara menghormati dan terbuka terhadap kebebasan penyampaian pendapat dan aspirasi yang murni dari masyarakat. Terhadap petugas yang kemarin melakukan kesalahan ataupun pelanggaran, saat ini Kepolisian RI telah melakukan proses pemeriksaan. Ini telah saya minta dilakukan dengan cepat, dengan transparan, dan dapat diikuti secara terbuka oleh publik.

Dalam rangka penyikapi apa yang menjadi aspirasi murni dari masyarakat, saya mendapatkan laporan dari para Ketua Umum Partai Politik, bahwa mereka telah mengambil langkah tegas terhadap anggota DPR masing-masing terhitung 1 September 2025 yaitu terhadap anggota DPR masing-masing yang mungkin telah menyampaikan pernyataan-pernyataan yang keliru.

Kemudian para pimpinan DPR menyampaikan akan dilakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja ke luar negeri. Langkah tegas tadi yang dilakukan Ketua Umum Partai Politik adalah mereka masing-masing dicabut keanggotaannya dari DPR RI.

Dan juga para pimpinan DPR telah berbicara, dan para Ketua Umum Partai Politik telah menyampaikan, bahwa para anggota DPR harus selalu peka dan berpihak pada kepentingan rakyat.

Kami menghormati kebebasan berpendapat seperti diatur dalam United Nations International Covenant on Civil and Political Rights pasal 19, dan UU 9 tahun 1998.

Penyampaian aspirasi dapat dilakukan secara damai, namun jika dalam pelaksanaannya ada aktivitas anarkis, merusak fasilitas umum, sampai adanya korban jiwa; mengancam dan menjarah rumah-rumah dan instansi-instansi publik, maupun rumah-rumah pribadi, hal itu merupakan pelanggaran hukum dan negara wajib hadir dan melindungi rakyatnya.

Para aparat yang bertugas harus melindungi masyarakat, melindungi fasilitas umum yang dibangun dengan uang rakyat.

Saudara-saudara sekalian,

Sekali lagi, aspirasi murni yang disampaikan harus dihormati. Hak untuk berkumpul secara damai harus dihormati dan dilindungi. Namun kita tidak dapat pungkiri bahwa ada gejala tindakan-tindakan melawan hukum; bahkan ada yang mengarah pada makar dan terorisme.

Kepada pihak Kepolisian dan TNI, saya perintahkan untuk ambil tindakan yang setegas-tegasnya, terhadap perusakan fasilitas umum, penjarahan rumah individu, dan sentra-sentra ekonomi, sesuai hukum yang berlaku.

Kepada seluruh masyarakat, silakan sampaikan aspirasi murni secara damai. Kami pastikan akan didengar, akan dicatat, dan akan kita tindaklanjuti.

Saudara-saudara sekalian,

Saya juga akan minta pimpinan DPR untuk langsung mengundang tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh mahasiswa, agar bisa langsung berdialog dan diterima dengan baik.

Merekapun sekarang sudah akan melakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, seperti pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.

Kepada Pemerintah, saya juga sampaikan agar semua KL menerima masukan-masukan, koreksi-koreksi secara langsung.

Saya minta seluruh warga negara untuk percaya kepada Pemerintah, untuk tenang. Pemerintah yang saya pimpin bertekad untuk selalu memperjuangkan kepentingan rakyat, termasuk rakyat yang paling kecil, paling tertinggal.

Mari kita jaga persatuan nasional. Indonesia di ambang kebangkitan. Jangan mau kita diadu domba. Suarakan aspirasi dengan damai. Tanpa kerusuhan, tanpa penjarahan, tanpa merusak fasilitas umum.

Kalau merusak fasilitas umum, artinya menghamburkan uang rakyat.

Saudara-saudara sekalian,

Kita waspada terhadap campur tangan kelompok-kelompok yang tidak ingin Indonesia sejahtera, Indonesia bangkit. Kita perbaiki kekurangan yang ada di Pemerintahan dan di negara kita.

Semangat nenek moyang kita adalah gotong royong. Mari kita bergotong royong menjaga lingkungan kita, keluarga kita, negara kita.

Kita selalu diintervensi, jangan mau kita diadu domba.

Demikian pernyataan saya, setelah saya berdiskusi dengan semua pimpinan partai politik dan semua lembaga negara.

(*)

Awaluddin Awe