Ternyata Jokowi yang Pernah Minta Tiga Periode, ADIAN Napitupulu : Kita Tolak Bos

  • Bagikan

ADIAN NAPITUPULU dan JOKO WIDODO

JAKARTA,HARIANINDONESIA.ID

Anggota DPRRI dari PDIP sekaligus Kordinator Relawan Ganjar-Mahfud, Adian Napitupulu membuka rahasia permintaan Presiden tiga periode ternyata berasal dari Jokowi sendiri.

“Begitu juga saat (Jokowi) minta perpanjangan masa jabatan Presiden jadi 7 tahun, kita tolak semua bos. Sebab ini pertanggungjawaban Konstitusi kami terhadap rakyat Indonesia,” kata Adian Napitupulu di Program Catatan Demokrasi TVOne, Selasa (24/10/2023) malam.

Adian membuka rahasia permintaan jabatan tiga periode itu sebagai jawaban atas ketegasan PDIP dalam mengawal konstitusi dan tidak terpengaruh oleh kedekatan hubungan emosional PDIP sebagai partai pengusung Jokowi.

Adian awalnya didesak oleh presenter TV terbesar di Indonesia itu, menjawab soal kejiwaan Adian dan PDIP terhadap sikap terakhir Jokowi yang meninggalkan PDIP setelah sukses dihantarkan jadi Walikota Solo, Gubernur DKI dan Presiden RI. Selain itu, PDIP juga menghantar menantu Jokowi Bobby Nasution menjadi Walikota Medan.

“Lalu apakah kami kecewa? Tidak,” tegas Adian.

Menurut Adian sejarah PDIP tidak tercipta besar setelah mengusung Jokowi, tetapi sudah dikenal sebagai partai besar sejak awal.

Sejarah PDIP dibentuk oleh darah, air mata dan kematian. Itu yang menjadi energi PDIP menjadi partai besar dan Ketumnya dibentuk oleh banyak tekanan dan peristiwa kekerasan.

“Bukan baru dua hari masuk lalu menjadi Ketum Partai,” kilahnya.

Tetapi saat didesak tentang sikapnya seperti sangat antipati terhadap Jokowi dan Gibran, Adian menjawab, bahwa Partainya sudah terlalu banyak memenuhi permintaan dari Jokowi.

“Nggak antipati, tetapi sejarahkan begini. Dahulu ada yang datang, kemudian minta jadi wali kota. Dapat rekomendasi, dapat rekomendasi dan dikasih,” kata Adian.

“Kemudian minta lagi, dapat rekomendasi, dikasih lagi. Lalu minta gubernur, dikasih lagi. Lalu minta rekomendasi calon presiden, dikasih lagi. Kedua kali dikasih lagi, lalu minta untuk anaknya, dikasih lagi. Lalu minta untuk menantunya, dikasih lagi,” pungkas Adian.

Sambung Adian, dikasihnya banyak benar. Namun saat ada permintaan tiga periode, Adian katakan, pihak PDIP tolak.
Hal ini lantaran, kata Adian, bahwa ini adalah masalah konstitusi dan masalah bangsa, masalah rakyat yang harus PDIP tak bisa setujui.
“Kemudian ada pihak yang marah, ya terserah mereka, yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi dan menjaga republik ini,” ujar Adian Napitupulu.

Namun diujung kekuasaannya Jokowi berpindah ke partai lain melalui jalur anaknya bagi Adian tidak ada masalah. Sebab dalam berpolitik tidak boleh membawa perasaan.

“Kalau dari kami sih sudah cukup banyak memberi kepada Jokowi. Soal dia pindah ke partai lain, itu urusan dia,” jawab Adian tegas.

Adu Argumen dengan Andre Rosiade soal Rekonsiliasi

Sesi debat sempat terjadi adu argumen antara Adian dengan Politisi Partai Gerindra Andre Rosiade. Adu Argumen itu terjadi ketika membahas mengenai penunjukkan Gibran sebagai Cawapres Prabowo yang dituding sebagai Dinasti Politik keluarga Jokowi.

Andre mulanya menyinggung mengenai dinasti Politik, dimana pada saat Gibran maju sebagai Wali Kota solo, ramai-ramai PDIP menyebut bahwa apa yang dilakukan Gibran bukanlah dinasti Politik karena lahir dari pilihan rakyat bukan ditunjuk langsung. Namun kini, Gibran justru dituding melakukan praktik Dinasti Politik.

SIMAK JUGA :  Beredar Proposal Ratna Sarumpaet ke Chile Atas Persetujuan Anies Baswedan

“Pemilihan Mas Gibran menjadi Wali Kota bukan dinasti politik karena jabatan walikota itu bukan ditunjuk tapi melalui kontestasi pemilihan langsung oleh rakyat,” kata Andre.

Lalu dijawab oleh Adian. Saat Gibran jadi Wali Kota Solo tidak ada aturan yang diubah. Tak seperti saat ini dimana Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Anwar Usman, membuat keputusan yang membuat Gibran dapat melaju menjadi Cawapres.

“Kalau kemudian mekanismenya seperti waktu yang dia di Solo, Bobby di Medan, ga ada masalah, no prolem, tak ada aturan yang diubah, dan ini akan menjadi Catatan sejarah yang akan dikenang dari generasi ke generasi bahwa ini pernah terjadi,” ujar Adian

Kemudian Adian mulai menyinggung banyak pihak saat ini baru bergabung di sekeliling Jokowi yang hanya menikmati kemenangan Jokowi. Kelompok tersebut saat ini merasa paling berjasa pada Jokowi dan paling memiliki Jokowi

Kemudian pernyataan itu kembali direspon oleh Andre Rosiade, dia menyebut bahwa Gerindra tak merasa memiliki Jokowi. Justru Gerindra yang dipimpin Prabowo, pada 2019 membuka diri bergabung dengan Jokowi karena mencegah adanya kemungkinan perang saudara.

“Tentu tidak ingin merasa memiliki Pak Jokowi yang ada adalah komitmen Pak Prabowo bersama Pak Jokowi melihat kondisi 2019 di mana kita terancam perang saudara,” kata Andre

Adian kemudian sangat tak setuju dengan penggunaan diksi ‘Perang Saudara’ yang digunakan oleh Andre. Pada 2019, menurut Adian justru Prabowo ikut menikmati ‘Kue’ kekuasaan dengan diberikan jatah sebagai Menteri Pertahanan Kabinet yang dipimpin Jokowi-Ma’ruf.

“Maaf, maaf, itu analisa siapa? Jangan selalu menebarkan ketakutan untuk bernegosiasi,” kata Adian.

“Bahasamu tentang perang saudara, itu berbahaya. Itu berbahaya. Bagaimana kemudian kamu menafsirkan kompetisi kontestasi politik pemilu sebagai ancaman pefang saudara, ini intimidatif,” kata Adian.

Andre kemudian menjawab dengan nada tinggi “Tidak Intimidatif!,”

Kemudian Andre menceritakan kericuhan yang terjadi buntut sengketa Pilpres pada tahun 2019, di mana massa pendukung Prabowo dihalau oleh aparat kepolisian karena melakukan aksi unjuk rasa.

“Pak prabowo melihat salah satu pendukungnya mendatangi beliau, pendukung itu berkata ‘Pak saya siap mati untuk bapak’ beliau (Prabowo) sadar bahwa ini tidak benar,” kata Andre.

Dari situ, kata Andre, Prabowo dan Jokowi melakukan rekonsiliasi. “Itu, that’s point, itu sejarah,”kata Andre

Tapi Adian memandang hal tersebut dengan cara yang berbeda. Menurut Adian, dari keributan dan bentrokan itu justru akhirnya Prabowo mendapatkan jabatan sebagai Menhan.

“Setelah terjadi bentrokan, bla bla bla dapat jabatan, jadi Menhan,” kata Adian.

Adian kemudian mengingatkan Andre agar tak sembarangan menggunakan diksi ‘Perang Saudara’ untuk menggambarkan suatu peristiwa bentrokan massa. Apabila ada aksi unjuk rasa, kemudian terjadi kericuhan antara massa dan aparat itu merupakan hal yang biasa, bukan berarti ada ancaman perang saudara.

“Janga mendramatisasi seolah mencegah perang saudara, perang saudara siapa dengan siapa,” ujar Adian kepada Andre. (*)

Awaluddin Awe, dari berbagai sumber

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *