Peserta Lelang yang Menggunakan TKDN 40 Persen, Bisa Gugurkan Peserta dari Luar Negeri

  • Bagikan

KETUA PPPPDN Kemenperin sedang menjawab pertanyaan peserta seminar Seminar Peningkatan TKDN dalam Meningkatkan Daya Saing Produktifitas Nasional yang diselenggarakan Kadin Indonesia WKU PUPR dan Infrastruktur di Lounge Kadin Indonesia Lantai 29 Menara Kadin Indonesia, Kuningan Jakarta, Jumat (9/12). (Foto : Awe/HI)

JAKARTA (Harianindonesia.id : Kepala Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri Kementerian Perindustrian Nila Kumalasari menyebut bahwa peserta lelang nasional yang memenuhi tingkat kandungan produk dalam negerinya sampai 40 persen bisa men-take down peserta lelang dari luar negeri.

“Salah satu bentuk keberpihakan pemerintah dalam kampanye penggunaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam pengadaan barang, jasa dan gabungan keduanya barang dan jasa secara nasional, peserta yang cukup 40 persen TKDNnya bisa men-take down peserta dari luar negeri meskipun harganya berhak untuk dimenangkan,” papar Mila pada Seminar Peningkatan TKDN dalam Meningkatkan Daya Saing Produktifitas Nasional yang diselenggarakan Kadin Indonesia WKU PUPR dan Infrastruktur di Lounge Kadin Indonesia Lantai 29 Menara Kadin Indonesia, Kuningan Jakarta, Jumat (9/12).

Seminar dibuka Wakil Ketua Umum Bidang PUPR dan Infrastruktur Kadin Indonesia Dr Insannul Kamil. Dalam sambutannya, Insannul mengemukakan bahwa sosialisasi TKDN di kalangan pengusaha nasional sangat diperlukan dalam menunjang penggunaan produksi dalam negeri.

Peserta seminar termasuk dari kalangan Ketua Umum Kadin Propinsi se Indonesia. Dari Kadin Sumbar hadir Buchari Bachter, Ketua Umum Kadin Sumbar bersama WKU Infokom Awaluddin Awe.

Menurut Nila, kampanye penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang, jasa, barang dan jasa di sektor konstruksi sangat diperlukan dalam menunjang produktifitas nasional.

Kemenperin berharap, peningkatan TKDN dalam kegiatan industri juga akan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja lokal.

Dalam penerapan TKDN di tingkat industri dan sektor jasa kontruksi, kata Nila, Kemenperin memberlakukan ketentuan TKDN 25 dan 40 persen. Penggunaan TKDN lebih kecil mendapatkan apresiasi lebih rendah dibandingkan penggunaan TKDN maksimal 40 persen.

Sebagai ilustrasi Nila mengemukakan bahwa peserta lelang pengadaan barang dan atau jasa yang memenuhi standar 40 persen TKDN bisa men-take down peserta lelang dari luar negeri meski perusahaan bersangkutan sebenarnya memenuhi persyaratan normal untuk dimenangkan.

Selain itu, sebut Nila, perusahaan yang telah memenuhi standar maksimal TKDN juga dijuluki Pahlawan oleh pemerintah, karena dianggap berjasa dalam menggunakan produksi dalam negeri.

Sosialisasi TKDN oleh Kemenperin bukan hanya sekedar untuk mendapatkan sertifikat, tetapi juga menjelaskan peluang bisnis dalam peningkatan TKDN dimana jumlah anggaran yang dialokasikan pemerintah di dalam APBN cukup besar.

“Jadi kami berharap para pengusaha nasional dan kalangan industriawan bisa memanfaatkan momentum ini untuk kepentingan peningkatan usahanya juga. Sebab tersedia dana cukup besar di APBN untuk peningkatan TKDN ini,” papar Nila lagi.

SIMAK JUGA :  Arsyad dan Anin Sepakat Bagi Tugas Membesarkan Kadin Indonesia

Untuk mendapatkan fasilitas anggaran proyek dari TKDN ini para pengusaha harus mendapatkan sertifikat TKDN dulu dari Kemenperin. Proses Sertifikasi ini juga berupa audit internal perusahaan terhadap penggunaan kandungan dalam negeri dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan industri dan perusahaan.

Kemenperin juga menetapkan nilai TKDN berdasarkan produk yang dipakai oleh perusahaan. Misalnya penggunaan laptop dan HP. Penggunaan Laptop, sebut Nila, sudah bisa memberikan nilai penggunaan TKDN maksimal 40 persen.

Tetapi kebijakan TKDN yang diamanahkan dalam UU nomor 29 tahun 2014 dinilai para pengusaha sebagai upaya ragu ragu dalam mengokohkan Indonesia sebagai negara maju.

Seharusnya, Indonesia teguh menggunakan produksi dalam negeri sebesar 70 persen dalam kegiatan industri dan pengadaan barang dan jasa.

Kebijakan TKDN dinilai para pengusaha sebagai kebijakan yang sloganis semata. “Dulu ada program Aku Cinta Produk dalam Negeri, lalu habis. Sekarang muncul lagi program TKDN, seolah olah Kemenperin sendiri tidak tegas dalam menerapkan kebijakan kandungan lokal,” ujarFaizal Safa Ketua Komite Tetap Pengembangan SDM Industri, Transformasi Industri 4.0 dan P3DN

Dia menyebutkan, seharusnya sejak 15 tahun yang lalu, Indonesia sudah meninggalkan status sebagai negara berkembang dan masuk sebagai negara maju jika kebijakan penggunaan produk dalam negeri di era Ketua Bappenas Ginjar Kartasasmita sebesar 70 persen bisa diberlakukan.

Rizal mengemukakan seharusnya pemerintah konsisten saja dalam memberlakukan ketentuan penggunaan produk dalam negeri dalam mencapai tingkat produktifitas nasional.

Selain itu, Rizal juga menyayangkan ketidakberpihakan sektor perbankan dalam mendorong industri berbasis produk dalam negeri.

“Saya kira proposa tentang peningkatan TKDN ini juga mendapatkan apresiasi dari sektor perbankan. Sebab saya punya pengalaman sulitnya mendapatkan dukungan perbankan. Padahal kami menjalankan amanah pemerintah untuk memproduksi produksi dalam negeri,” ujarnya.

Dilain pihak, Peserta Seminar Peningkatan TKDN juga mengkuatirkan pemberlakuan TKDN dalam pengadaan barang dan jasa sektor konstruksi serta transportasi. Sebab penggunaan produk dalam negeri cenderung lebih mahal dibandingkan produk impor.

“Aparat penegak hukum biasanya tidak melihat aspek keberpihakan seperti pemakaian kandungan lokal dalam pengadaan barang dan jasa serta transportasi. Pokoknya kalau ketemu depresiensi harga lelang dari harga yang dianggap normal, biasanya aparat main tangkap saja,” ujar Herman dan Dicky, masing masing mewakili Gapensi dan KAI dalam seminar tersebut.

Dalam kaitan ini, Herman meminta pihak Kementerian Perindustrian mengajak serta pihak kementerian lain, termasuk pihak penegak hukum dalam sosialisasi TKDN ini.

“Jangan sampai karena kami menegakan pro kandungan lokal dalam kegiatan lelang meski harganya lebih mahal dibandingkan produk impor, malah kami yang ditahan aparat penegak hukum,” ujar Dicky yang menjabat bagian prasarana KAI Pusat. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *