Pilgub Sumbar, Sepi Calon. Benarkah?

  • Bagikan

AWALUDDIN AWE

Oleh : Awaluddin Awe*)

Menarik membaca tulisan Two Effly, wartawan senior Harian Padang Ekspress berjudul Takuik Sabalun Parang, edisi Selasa, 27 Februari 2024 yang mengungkap Pilgub Sumbar sepi dari calon.

Pemahaman saya tentang materi yang ditulis Two Effly makin bertambah setelah kami bicara cukup lama melalui telepon seluler. Kesimpulan Two tentang Pilgub Sumbar adalah agak ganjil. Sebab tidak ada calon yang mau maju sama sekali. Sangat aneh di mata Two.

Two menambahkan bahwa situasi tak ada calon ini karena merasa PKS itu kuat di Sumbar. Jadi siapa pun calon Gubernur yang diusung PKS pasti menang. Begitu dalilnya.

Argumen ini memang benar. Dari tiga Pilgub, dua di masa Irwan Prajitno dan satu periode di masa Mahyeldi, PKS memang berhasil menumbangkan jagoan dari partai lain.

Jadi sangat wajar kalau menjelang Pilgub 2024-2029 tidak ada calon lain yang mau maju. Sebab sudah dapat dipastikan kalah. Itu alasan dan kekuatiran Two terhadap sepinya Pilgub Sumbar dari calon.

Benarkah tak ada Cagub lain?

Pertanyaan ini sangat menarik untuk ditelusuri. Sebab jika ini benar maka PKS sudah berhasil membangun stigma positif sebagai partai ditakuti, sekaligus membuktikan sebagai partai paling kokoh memenangkan Pilgub.

Saya menangkap dinamika ini dari dua hal.

Pertama, dalam sejarah demokrasi di Sumbar rasanya tidak pernah tidak ada calon lain yang muncul dan dimunculkan di arena Pilgub. Selalu saja jumlah calon itu melebihi kuota dari dukungan partai terhadap calon jadi gubernur Sumbar.

Ini menandakan bahwa semangat tarung para elit Sumbar sangat tinggi. Mereka tidak ada mengukur kalah dan menang dulu pada saat akan maju menjadi calon. Bahkan pernah terjadi, ada calon yang terus menerus maju menjadi Cagub Sumbar meski kadang sempat jadi calon jadi, atau hanya sekedar jadi calon gubernur di media saja. Begitulah semangat menjadi Cagub Sumbar sebelum ini.

Kedua, fenomena sepi cagub Sumbar ini karena faktor media kurang mengekspos dinamika Pilgub Sumbar. Sebab media Sumbar terperangkap oleh isu politik nasional, Pilpres. Beda dengan lima tahun sebelumnya, media lebih bersemangat memberitakan Pilgub Sumbar dibandingkan Pilpres.

Faktor media sangat menentukan kualitas penyelenggaraan Pilgub, terutama berkaitan dengan bursa calon gubernur.

Jika hari ini faktanya berbeda, seperti ditulis Two Eflly, maka sangat pantas kita bertanya. Benarkah tidak ada tokoh lagi yang mau menjadi gubernur Sumbar?

Menurut hemat saya, bukan tidak ada calon, tetapi calonnya sedang menunggu dipinang oleh partai. Para calon bersikap wait and see karena tak mau gegabah, sebagaimana banyak dilakukan para calon gubernur sebelumnya. Nyatakan maju tapi kemudian tidak dipilih oleh parpol.

Faktor parpol dan sikap stake holder politik Pilgub menjadi penyebab utama lambatnya para calon mendeklerasikan diri. Sebabnya, para parpol sering berdagang calon di bursa Pilgub. Jadi para calon sudah banyak belajar dari kasus pilgub sebelumnya. Kini mereka balik menunggu parpol yang akan meminang mereka.

Selain itu, sikap stake holder politik Pilkada atau Pilgub Sumbar juga menjadi perhatian serius dari para calon. Sering terjadi, belum jadi calon, mereka harus mengeluarkan dana untuk ini dan itu. Sehingga kini, mereka berhati hati untuk menyatakan maju. Sebab begitu menyatakan maju maka seketika itu juga berbagai bentuk urusan uang keluar (UUK) diajukan ke kantor calon tersebut. Ini yang membuat para calon lelah.

Tetapi pada intinya, calon gubernur Sumbar di bursa Pilgub 2024 bakal ramai dimasanya. Jadi tidak usah cemas Pilgub Sumbar berlangsung head to head antara Mahyeldi dan kotak kosong. Itu tak akan pernah terjadi di Sumbar.

Menunggu Penghitungan Hasil Pilpres

Menurut hemat saya, baik para calon dan parpol masih menunggu hasil penghitungan suara Pemilu dan Pilpres 2024 sebelum kemudian mengurus Pilgub Sumbar.

Setidaknya saya menangkap kesan bahwa bursa Pilgub Sumbar bisa empat pasang dengan melihat dinamika partai besar di Sumbar saat ini. Pertama adalah PKS, kedua Nasdem, ketiga Gerindra dan keempat Golkar.

Keempat partai ini sangat berpotensi mengusung calon, setidaknya dari dapur mereka sendiri. Dari Nasdem ada calon kuat dan punya talenta sebagai pemimpin Sumbar yakni Fadly Amran. Sosok Fadly sudah berhasil membangun kepercayaan publik terhadap partai Nasdem yang dibuktikan dengan perolehan suara signifikan di Pemilu 2024 ini.

Dari Golkar ada tokohnya juga yakni Khairunas, saat ini menjadi Bupati Solok Selatan yang berhasil mendorong puteranya sendiri menjadi Caleg DPR RI di Pemilu 2024 ini. Sepak terjang Khairunas sebagai politisi kreatif tidak bisa dinafikan berpotensi menjadi Calon Gubernur Sumbar.

Terakhir adalah Andre Rosiade, anggota DPRRI komisi VI sekaligus Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar. Ada pernyataan tentang Andre dimata Prabowo nanti, mana lebih berguna menjadi anggota DPRRI dibandingkan menjadi Gubernur Sumbar?

Menurut pandangan saya. Andre lebih potensial didorong Prabowo menjadi cagub Sumbar dibandingkan mengurus Komisi VI DPRRI. Sebab jumlah anggota DPRRI Gerindra sudah sangat cukup mengurus DPR. Faktor lainnya, tidak ada orang Gerindra sesemangat Andre dalam mengurus Sumbar. Apa saja dia bantu oleh Andre, meski kemudian Prabowo kalah juga di Sumbar.

Tetapi kekalahan Prabowo tidak bisa menjadi tolok ukur kemungkinan gagalnya Andre menjadi gubernur Sumbar. Sebab itu dua hal berbeda. Kekalahan Prabowo tidak lebih oleh faktor Anies effect saja. Sebab sikap pemilih Sumbar itu condong mato ka nan rancak. Dibandingkan Prabowo yang kini sudah ringkih, penampilan Anies memang lebih menggoda mata pemilih Sumbar. Fenomena ini sama persis dengan Prabowo Effect pada Pilpres 2014 dan 2019, dimana pada saat itu Jokowi disebut sebagai Capres Got, sangat tidak menyenangkan mata pemilih Sumbar, meski kemudian Jokowi memenangkan kedua Pilpres tersebut.

Terlepas dari Mahyeldi, Fadly Amran, Andre Rosiade dan Khairunas, peta calon Gubernur Sumbar masih bisa diperluas dengan nama Arisal Azis Caleg DPRRI dari Partai PAN yang konon kabarnya mendulang suara fantastis di Dapil II Sumbar.

SIMAK JUGA :  Soal Temuan Dugaan Maladministrasi TWK, Ombudsman Diminta Tak Intervensi KPK

Pemunculan sukses Bos Usaha Antar Jemput Barang Cargo, Indah Cargo ini di persaingan caleg DPRRI ini saya yakin memberi inspirasi bagi PAN untuk mengusung Arisal Azis menjadi Calon Gubernur Sumbar. Alasannya, biaya yang dikeluarkan Arisal untuk menjadi caleg nyaris sama untuk menjadi Calon Gubernur Sumbar.

Intinya, Pilgub Sumbar tidak akan kehilangan calon. Saya yakin Mahyeldi tidak akan sendirian maju di Pilgub Sumbar.

Pro dan Kontra PKS

Pertarungan di Pilgub Sumbar nanti akan sangat ditentukan kualitas pro dan kontra parpol terhadap PKS. Sebelum Pemilu 2024 lalu sudah terbentuk koalisi parpol anti PKS di pemilihan Wawako Padang, dimana anggota DPRD Padang mulus menghantarkan Ekos Albar menjadi Wakil Walikota dengan perolehan suara yang sangat jomplang dengan suara PKS.

Hasil pemilihan ini sebenarnya sangat memukul hati para elit PKS, sekaligus membuktikan bahwa sebagai partai pemenang Pilgub tiga periode PKS ternyata tumpul di Padang. Artinya, jika para parpol berkoalisi penuh melawan PKS maka sudah dapat dipastikan akan tumbang di Pilgub Sumbar 2024 ini.

Namun seberapa besar kemungkinan para parpol akan benar benar bersatu melawan PKS di Pilgub Sumbar, ini sesuatu yang sangat musykil juga terjadi. Sebab sikap para elit parpol di Jakarta tidak sama dengan pikiran anggota DPR mereka di DPRD Padang. Sebab kepentingan politiknya berbeda jauh. Para elit parpol lebih lebih memandang Keindonesiaan pada Pilgub dimana pun juga, termasuk di Sumbar.

Sebagai pemenang Pilgub Sumbar tiga periode, PKS tetap juga menarik menjadi tandem dari parpol lain. Apalagi jika penawaran yang diberikan PKS relatif lebih menarik dibandingkan melawan PKS beramai ramai tetapi tidak mendapatkan apa apa.

Artinya, dinamika calon gubernur Sumbar akan sangat ditentukan oleh pro dan kontra PKS secara permanen menjelang penetapan calon gubernur Sumbar nantinya. Jika eskalasi kontra PKS lebih dominan maka bisa kemungkinan Pilgub Sumbar head to head calon PKS dengan koalisi gemuk di Sumbar.

Memang banyak yang berharap dominasi PKS diakhiri di Sumbar. Alasannya PKS membawa sikap oposisi terhadap pusat. Sehingga anggaran pembangunan di Sumbar tidak lancar. Artinya, sudah banyak yang tidak suka dengan sikap politik PKS yang malah memundurkan posisi Sumbar, termasuk keluar dari alokasi daerah penyumbang calon menteri di kabinet pemerintahan RI.

Tetapi persoalannya memang tidak gampang mengalahkan PKS sebagai partai ideologis. Kadernya sudah sangat militan dan mau bertempur siang dan malam untuk memenangkan Cagubnya. Tambahan lagi, profil Cagub PKS yang identik dengan fanatisme Islam tulen sudah terbukti berhasil mencuri perhatian pemilih non kader PKS.

Satu satunya cara untuk mengalahkan calon PKS adalah dengan mengusung tokoh dengan citra keislaman yang juga kuat. Pandai berdakwah, mau tidur di rumah rakyat dan pandai membagi rejeki APBD ke umat.

Pemilih di Sumbar itu harus segera disadarkan bahwa faktor keagamaan dan politik harus diberi ruang yang berbeda. Harus juga diberi pemahaman bahwa era pembangunan juga membutuhkan langkah belok kanan belok kiri untuk bisa menggaet dana pembangunan dari pusat.

Tetapi pendekatan pemilih ini juga tidak mudah. Sebab ada joke pemilih Sumbar begini. Jika ada ada empat paslon Pilgub, maka yang tiga dijadikan untuk penambah sarapan pagi, makan siang dan makan malam. Satu paslon lagi untuk amalan masuk surga. Maka dipilihlah calon PKS karena partai ini dianggap sebagai Partai (penghantar jalan) ke Surga.

Saya pribadi pernah bertanya kepada salah satu ulama Syatariah tentang alasan dia mendukung paslon PKS. Padahal kelompok syatariah berbeda mahzab tentang Islam. Alasan sang ulama hanya satu. Setidaknya Sumbar tidak banyak berdosa karena dipimpin ulama.

Intinya, parpol koalisi anti PKS harus bekerja keras untuk mengalahkan cagub dari Partai ke Surga ini. Setidaknya, mesti ada pula partai yang punya jargon seperti PKS seperti Partai Anti Neraka alias sebagai partai yang menghantar jalan ke surga juga.

Terakhir, Two Effly menyebut tokoh rantau mengapa tidak tertarik pulang jadi pemimpin. Saya jawab, kurenah di kampung membuat para perantau takut pulang ke kampung, apalagi mau menjadi pemimpin.

Jika tidak mau diajak bekerja sama dalam proses pencalonan, maka ditebar segala keburukan yang bersangkutan kepada masyarakat. Diusut apa sumbangsihnya untuk Sumbar selama ini. Kalau tidak ada, atau tidak terlihat, maka tamatlah riwayat pencalonan tokoh rantau ini. Tambahan lagi kalau calon rantau ini tidak memahami kilik kilik ilmu pilkada. Dalam enam bulan bisa balik dengan sawa kotok calon ini ke rantau. Saya punya pengalaman pribadi tentang hal ini.

Terakhir saya juga melihat kemunduran partisipasi dari berbagai elemen masyarakat ke Sumbar. Saya tidak tau persis apa alasannya. Apakah karena dominasi kader PKS di segala lini atau ada faktor miskomunikasi dengan para elit PKS di Sumbar.

Rendahnya partisipasi ini bisa dianalogikan dengan sikap urang Minang jika sudah jenuh mengurus sesuatu. “Uruslah di Wak surang, kami indak sato”. Kalau di Pariaman sering dibahasakan dengan begini. “Baelah di Wang Sadang Bakuaso Kini”. Atau dengan bahasa halusnya. “Setiap pemimpin punya cara dalam membangun, termasuk impiannya”.

Hal ini juga membawa dampak terhadap tidak semaraknya Pilgub Sumbar saat ini.

Tetapi diluar yang saya tulis, sepertinya ada juga faktor lain yang menjadi alasan mengapa Pilgub Sumbar sepi dari calon. Pertama, kurangnya tokoh berselera jadi gubernur. Kedua, kurangnya tokoh kaya yang mau membagi uangnya untuk jadi calon gubernur.

Selamat berdiskusi tentang Pilgub Sumbar Sepi Calon, benarkah?

Jakarta, 27 Februari 2028

*)Penulis adalah wartawan angkatan 87 kini menjadi CEO Harianindonesia.id dan Pemimpin Redaksi Kabarpolisi.com, berdomisili di Jakarta.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *