OJK Perpanjang Restrukturisasi Kredit Hingga 2023, Meski Trendnya Sudah Menurun

Ketua OJK Pusat, Wimboh Santoso pada Konprensi Pers virtual, Rabu (9/9/2021). (Foto : scrensot/Awe)

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang lagi masa restrukturisasi kredit bank sampai pada tahun 2023, meskipun sebenarnya kecendrungan restrukturisasi kredit bank sudah mulai memperlihatkan trend menurun.

Padahal, sebelumnya OJK sudah memutuskan program restrukturisasi kredit bank akan diselesaikan hanya sampai pada 31 Maret 2021.

Malahan, menjelang masa penutupan program restruk kredit bank ini, sudah terjadi penurunan realisasi program restrukturisasi dari semula sampai level puncak mencapai Rp914 triliun turun menjadi Rp778,91 triliun pada Juli 2021.

Anggota Dewan Komisioner yang juga Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, menjelaskan meskipun jumlah kredit restruk sudah memperlihatkan kecenderungan menurun, tetapi kebijakan restrukturisasi ini masih perlu diberikan kepada bank.

“Supaya ada ancang-ancang, karena pada bulan September ini, bank sudah mulai buat rencana bisnis mereka, supaya mereka bisa menyusun rencana bisnisnya lebih tepat. Begitu juga dengan dunia usaha agar bisa menata cash flow-nya lebih tepat,” kata Heru Kristiyana pada konferensi pers secara virtual, Rabu (8/9).

Konpers virtual dibuka oleh Ketua OJK Wimboh Santoso. Pada kesempatan itu, Wimboh juga menyampaikan bahwa sampai saat ini masih terjadi pelemahan permintaan kredit akibat pandemi Covid -19.

Sampai Juli 2021, kata Wimboh, jumlah kredit yang disalurkan perbankan mencapai Rp1.439 triliun. Tetapi sebaliknya nasabah yang melunasi kreditnya juga hampir seimbang yakni 1.332 triliun.

“Itu artinya, nasabah menjaga keseimbangan neracanya, supaya beban kredit tidak terlalu dominan,” paparnya.

Konpres virtual bagi wartawan di Sumatera Barat juga difasilitasi oleh OJK Sumbar dengan melibatkan para peliput yang tergabung dalam WA Grup Sinergi OJK dan Wartawan.

Ditambahkan Heru, bahwa kebijakan restrukrisasi masih perlu dilanjutkan, dengan tujuan agar regulator tetap dapat mengantisipasi dampak terburuk bila sewaktu-waktu muncul varian covid-19 baru yang berpotensi membuat lonjakan kasus. Begitu juga dengan kebijakan pembatasan seperti PPKM saat ini.

Perpanjangan ini, lanjut Heru, juga merupakan antisipasi dari regulator setelah belajar dari lonjakan kasus covid-19 yang terjadi beberapa bulan terakhir akibat penularan virus varian delta. Untuk itu, antisipasi serupa dirasa tetap perlu.

SIMAK JUGA :  Ingin Tahu Pinjaman Yang Terdaftar dan Berizin? Ini Daftarnya

Di sisi lain, Heru menuturkan regulator ingin juga bisa membuat pertumbuhan ekonomi yang sudah kembali positif dengan laju mencapai 7,07 persen pada kuartal II 2021 bisa diteruskan pada kuartal-kuartal selanjutnya.

“Kira-kira seperti itu, kenapa kemudian kita tetap perpanjang kebijakan ini,” paparnya.

Dalam catatan OJK dari realisasi restrukturisasi kredit pada Juli 2021 yang mencapai Rp778,91 triliun, sudah diberikan kepada 5,01 juta debitur. Terdiri dari restrukturisasi kredit UMKM sebesar Rp285,17 triliun untuk 3,59 juta debitur dan non-UMKM sebesar Rp493,74 triliun untuk 1,43 juta debitur.

Sedangkan restrukturisasi pembiayaan multifinance mencapai Rp211,05 triliun atas 5,15 juta kontrak.

OJK turut mencatat penempatan dana pemerintah di bank sudah terealisasi Rp29,05 triliun dengan penyaluran kredit hampir dua kali lipat mencapai Rp50,71 triliun.

Wimboh Santoso menambahkan bahwa kecenderungan porsi kredit modal kerja, investasi dan konsumsi selama tahun 2020 dan hingga Juli 2021 masih mengalami pertumbuhan sempit disebabkan kondisi Covid -19 ini.

Tetapi dia meyakini pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi bakal membaik sejalan dengan perkembangan membaik dalam penanganan bidang kesehatan pada masa pandemi ini.

Hal itu juga diperkuat dengan struktur keuangan perbankan yang masih relatif bagus, termasuk dalam pengendalian kredit bermasalahnya di masa pandemi Covid -19.

Dalam kaitan ini Wimboh memandang kebijakan perpanjangan program restrukturisasi kredit bank akan membantu pihak bank dalam menata kembali kebijakan kreditnya agar tetap tumbuh dan berkembang, walau kondisi dunia usaha masih belum pulih akibat kebijakan yang diambil pemerintah dalam penanganan Covid -19.

Wimboh juga menegaskan bahwa kebijakan perpanjangan program restrukturisasi kredit bank tidak secara spesifik diarahkan bagi kepentingan daerah tertentu, seperti Bali yang dalam masa pandemi masuk daerah paling berat mengalami tekanan, tetapi bersifat menyeluruh dan untuk semua jenis usaha, termasuk sektor UMKM.

Dia juga meminta kebijakan perpanjangan ini bisa dilihat sebagai perbandingan upaya pemerintah dalam memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat dalam masa pandemi, OJK juga berusaha terus memelihara kesehatan perbankan dan nasabahnya. (*)

Awaluddin Awe