Mahyeldi Seperti tak Peduli dengan Hak Angket DPRD Sumbar : Saya Ikuti Saja!

  • Bagikan

Gubernur Mahyeldi ‘dikeroyok’ wartawan dalam satu kesempatan di kantor Gubernur Sumbar, beberapa waktu lalu. (Foto : kiriman)

PADANG – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi terlihat seperti tak peduli dengan pengajuan Hak Angket oleh tiga fraksi dan satu partai tentang surat permintaan sumbangan yang ditekennya.

Ditemui wartawan di Auditorium Kantor Gubernur, Selasa (14/9/2021) petang, Mahyeldi terkesan cuek dengan masalah pengajuan Hak Angket DPRD Sumbar.

“Kita ikuti sajalah” katanya singkat kepada wartawan.

“Masing masing kita kan punya hak,” tambahnya.

“Kan aturan, jadi harus diikuti,” sambungnya singkat.

Setelah itu Mahyeldi meninggalkan para wartawan.

Tidak ada upaya Mahyeldi sama sekali untuk menjelaskan posisi surat yang dia teken dengan persoalan hukum di kepolisian dan terakhir adanya hak angket di DPRD Sumbar.

Sikap Mahyeldi ini yang kemudian ditafsirkan berbagai kalangan sebagai sikap tak peduli atas kesalahan yang terjadi, dan bahkan terkesan membiarkan proses kritisi publik terhadap pemerintahannya tanpa berusaha menjelaskan hal yang sebenarnya.

Seperti diketahui Gubernur Sumbar ini terlilit persoalan surat yang ditekennya yang kemudian dipakai untuk meminta sumbangan kepada pihak ketiga, untuk kepentingan penerbitan buku profil Sumbar dalam berbagai bahasa, termasuk Arab.

Kasus ini kemudian masuk ranah hukum karena ada yang mengadu ke Polrestabes Padang. Ada lima orang yang terperiksa waktu itu. Mereka inilah yang mengedarkan surat permohonan sumbangan dari Gubernur itu.

Polisi kemudian menutup kasus dakwaan penipuan, karena tidak ditemukan unsur menipunya.

Kemudian Kapolrestabes Padang menyatakan akan menggelar dakwan baru dalam perkara ini, yakni mau dilihat unsur korupsi dan gratifikasinya.

Sampai disini, kasus ini terhenti. Janji akan menggelar perkara baru dalam sengkarut surat minta sumbangan gubernur ini terhenti.

Jelas Pasalnya, Gratifikasi dan Korupsi

Padahal, secara jelas dan terang benderang Pakar Hukum Pidana Unand, Prof Elwi Danil menyatakan bahwa kasus ini bisa mengarah ke tindak pidana korupsi pasal 12 huruf e UU Korupsi.

Tindak pidana ini sering disebut sebagai permintaan memaksa oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara

Dalam KUHP asli dikenal dengan sebutan “knavelarji” dan tadinya diatur dalam pasal 423 KUHP yang kemudian diambil alih pengaturan oleh UU korupsi sehingga menjadi terkategori sbg tindak pidana korupsi

Keterpaksaan yang dimaksud dalam pasal ini bukan berupa memaksa secara fisik, tapi adalah keterpaduan psikis

Sudah cukup apabila si pemberi bantuan mengatakan bahwa dia menjadi tidak enak dengan gubernur kalau tidak ikut membantu

“Tapi pada ketika si pembantuan tidak mengakui adanya keterpaksaan, maka ia bisa disebut telah memberi gratifikasi yg merupakan suap Pasal 13 UU Korupsi,” ujar Prof Elwi Danil.

Praktisi hukum Adrian, SH malah lebih maju dalam menanggapi kasus ‘Surat Sakti Gubernur Sumbar’ ini. Dia malah meminta kepolisian segera menetapkan tersangka kasus ini.

Alasan Adrian sama seperti dikemukana Prof Elwi Danil tadi. Bahwa kasus ini memenuhi prasyarat korupsi dan gratifikasi.

“Jadi tidak ada alasan bagi polisi tidak menetapkan tersangka dalam kasus ini,” papar Ardian.

Ardian meminta penegak hukum untuk mengabaikan persoalan hubungan kepolisian dengan Pemerintah Propinsi Sumbar, termasuk dengan Mahyeldi sendiri, dalam kasus ini.

“Hukum harus ditegakkan tanpa harus melihat siapa yang terkena dampaknya. Tetapi itu, jika pihak terkait dengan masalah kasus ini, mau menegakan aturan hukum yang sebenarnya,” papar salah satu inisiator pendirian LSM Koalisi Masyarakat Peduli Keterbukaan Informasi Publik (KMP-KIP).

Dia juga menyindir kelambanan polisi dalam menyikapi kasus surat gubernur Sumbar pasca pembatalan dakwaan penipuan.

Ajukan Hak Angket

Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 33 anggota DPRD Sumatera Barat secara resmi mengusulkan penggunaan Hak Angket, Selasa (14/9/2021), menyusul polemik terkait surat permintaan sumbangan yang ditandatangani Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah.

SIMAK JUGA :  Ketua DPRD Sumbar Sebut Hak Angket Sudah Penuhi Syarat, PKS Diajak Serta

Para pengusul hak angket terdiri dari 3 Fraksi dan satu mengatasnamakan partai. Tiga fraksi tersebut masing-masing Fraksi Demokrat (10 orang), Gerindra (14 orang), PDIP-PKB (6 orang) dan Partai Nasdem (3 orang). Rekan Nasdem di fraksi PPP-Nasdem belum memberikan respon.

Pengajuan hak angket dipicu beredarnya surat resmi yang ditandatangani Gubenur. Surat tertanggal 12 Mei 2021 bernomor 005/3800/V/Bappeda-2021 perihal Penerbitan Profil dan Potensi Provinsi Sumatera Barat dengan dugaan permintaan partisipasi dan kontribusi penerbitan buku profil “Sumatera Barat “Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan”, yang dikeluarkan atas disposisi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat.

“Kebijakan Gubernur dalam menerbitkan surat tersebut diduga telah dimanfaatkan oleh perorangan, badan dan atau kelompok tertentu yang berada di luar instansi Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk mendapatkan keuntungan material yang bukan dimanfaatkan untuk kepentingan Provinsi Sumatera Barat dengan nilai uang yang sudah terkumpul dari berbagai komoponen masyarakat hingga ratusan juta rupiah,” katanya.

Setelah surat pertama, juga beredar surat lain tertanggal 29 Juni 2021 bernomor 570 1417/DPM-PTSP/2021 tentang Himbauan Pemanfaatan Ruang Promosi, yang didisposisi oleh Dinas Penanaman Modal & Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Surat ini terbit atas permohinan PT Oasis Mitra Utama yang diduga akanmelakukan pembuatan dan penerbitan buku “Sumatera Outlook 2021”

Atas hal itu, para pengusul menilai Gubernur melakukan sejumlah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan yang ada. Antara lain, Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah, dimana senua sumbangan pihak ketuga disetorkan secara keseluruhan ke relening kas daerah dan menjadi PAD.

Gubernur juga dinilai melanggar UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, serta Norma Pasal 76 tentang Larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diantaranya membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta membuat kebijakan yang merugikan kepentingan umum dan meresahkan sekelompok masyarakat atau mendiskriminasikan warga negara dan/atau golongan masyarakat lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Juru bicara pengusul, Irwan Afriadi menyebutkan, ada sejumlah alasan hak angket akhirnya diusulkan.

“Pertama tentu saja, demi terselenggaranya pelaksanaan pemerintah daerah provinsi Sumatera Barat yang baik, tertib, bersih dan bebas KKN sesuai peraturan perundang undangan. Kedua, kita ingin menjaga dan memberikan dukungan politik serta moril yang kuat kepada saudara Kepala daerah, sekaligus mengingatkan pihak pihak yang diduga berusaha merongrong dan mempengaruhi kepala daerah dalam mengeluarkan kenbijakan yang tidak sesuai aturan dan ketentuan, yang pada gilirannya berpotensi menguntungkan pihak atau kelompok kelompok tertentu,” jelas Irwan kepada wartawan.

Alasan ketiga, demi munculnya kepastikan hukum dan politik atas dugaan kebijakan gubernur yang dinilai sudah meresahkan dan berpotensi menciderai kepercayaan publik.

Keempat, kata Irwan, hak angket dimaksudkan demi untuk tercipta dan terjaganya kenyamanan dan ketertiban bekerja tanpa intervensi pihak manapun dalam pelaksanaan tugas di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Provinsi Sumatera Barat.

“Bagi DPRD, setelah mendengar berbagai aspirasi, pendapat dan komentar dari berbagai komponen masyarakat lokal maupun nasional, maka DPRD mesti bersikap yang tujuannya demi menjaga harga diri dan wibawa serta kepercayaan masyarakat serta tidak terciptanya krisis kepercayaan publik yang meluas kepada kepala daerah,” kata politisi partai Nasdem tersebut.

“Sebab, bila DPRD diam maka besar potensi perkara ini akan menjadi catatan sejarah yang kelam Sumatera Barat pada pemerintahan daerah periode ini. Dan, catatan tidak baik bagi generasi penerus,” katanya lagi. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *