KADIN Sambut Positif Silaturahmi Tripartit Ketenagakerjaan atas Terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022

  • Bagikan

MENAKER Ida Fauziyah berpose bersama usai melakukan Silaturahmi dengan elemen Tripartit Ketenagakerjaan terkait terbitnya Perppu nomor 2 tahun 2022 di kediaman resminya di Jakarta, Jumat (6/1/2023). (Foto : kredit AMW)

JAKARTA (Harianindonesia.id) : KADIN Indonesia menyambut baik Silaturahmi Tripartit yang dilakukan Kemnaker RI di awal Tahun 2023 dengan semangat, harapan dan doa bersama agar fungsi ketenagakerjaan ke depan menjadi lebih baik dalam kemanfaatan dan saling mensejahterakan, khususnya buat kalangan Pekerja/Buruh dan Pengusaha.

“Kami menyambut positif langkah Menteri Tenaga Kerja melakukan silaturahmi Tripartit berkenaan dengan terbitnya Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Silaturahmi memberikan gambaran utuh tentang arah dan semangat Perppu yang sebenarnya,” tulis Wakil Ketua Umum Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Adi Mahfudz Wuhadji melalui jaringan WhatsApp pribadinya kepada Harianindonesia.id, Jumat (6/2/2022).

Adi bersama elemen tripartit, termasuk Ketua Umum APINDO Haryadi Sukamdani hadir dalam silaturahmi Tripartit yang digelar Menaker Ida Fauziyah di kediaman resminya di Jakarta, Jumat (6/1/2023).

Menurut Adi, silaturahmi dilaksanakan dalam rangka penguatan Pemerintah, Pengusaha dan Pekerja/Buruh serta stakeholder untuk meningkatkan kolaborasi dan sinergitas untuk menghadapi peluang dan tantangan domestik, regional dan global.

Menaker RI Ida Fauziyah dalam kesempatan itu menyampaikan latar belakang terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja, diantaranya adalah:

Pertama, perlu upaya pemenuhan hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Kedua, perlu upaya penyerapan tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya ditengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi serta tantangan dan krisis ekonomi global.

Ketiga, perlu dilakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan pelindungan dan kesejahteraan pekerja.

Dalam rangka melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, dimana berdasarkan Putusan tersebut perlu dilakukan perbaikan melalui penggantian UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kata Ida, perlu direspon segera untuk mengantisipasi dampak dinamika global melalui pembuatan standar kebijakan.

“Penting untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga terkait dalam mengambil kebijakan dan langkah-langkah dalam waktu yang sangat segera.” katanya.

Disamping itu, Menaker juga menyampaikan argumentasi tentang penerbitan Perppu yakni untuk menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya.

Selanjutnya, menjamin setiap warga negara memperoleh pekerjaan, serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Berikutnya, melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan Koperasi dan UMK-M serta industri nasional dan melakukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi, kemudahan dan percepatan proyek strategis nasional.

Adi menyampaikan apresiasi terhadap penyampaian Menaker pada Silaturahmi Tripartit tersebut, terutama terkait urgensi terbitnya Perppu, bagamaina memahami Perppu secara utuh, beberapa perubahan substansi ketenagakerjaan, dan keterkaitan lainnya.

“Yang paling pokok disampaikan dalam diskusi tersebut adalah terkait dengan Pasal 64 tentang Ketentuan Alih Daya dan Pasal 88C, 88D, dan 88F tentang Ketentuan Upah Minimum. Dan tentu saja ketentuan lainnya.” ujar
Wakil Ketua DEPENAS ini.

Selain itu, Menaker di depan peserta silaturahmi juga berpesan bahwa masih ada ruang pembahasan secara formal bersama dalam aturan turunan melalui Peraturan Pemerintah.

“Jika memang diperlukan segera saja dilakukan untuk memberi nuansa keadilan bersama,” ujar Menaker.

Pasal Polemik

Adi Mahfudz Wuhadji sebelumnya kepada Kontan, mengatakan ada beberapa penguatan dalam perppu tersebut yang mendapat perhatian. Pertama, terkait kepastian hukum.

Dengan kehadiran Perppu Cipta Kerja berikut turunannya, tentu kami berharap memperoleh kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan yang berpihak secara menyeluruh, khususnya terhadap keberlangsungan dunia usaha dan pekerja,” kata Adi, Kamis (5/1).

SIMAK JUGA :  KADIN Indonesia Pimpin Delegasi Jepang Liana Segrus Co. LTD ke Podomoro University

Kedua, mengenai perlindungan tenaga kerja untuk menjamin hak-hak pekerja, dan sejauh mana negara mampu memfasilitasi penyerapan tenaga kerja untuk mengatasi pengangguran.

Ketiga, mendukung investasi. “Harapannya adalah, bisnis jadi semakin bergairah terhadap ekosistem investasi dan program strategis nasional dalam jangka panjang,” kata Adi.

Adi mengakui, beberapa pasal dalam perppu masih menjadi polemik dan krusial. Beberapa di antaranya perlu mendapat perhatian dan butuh disikapi bersama segera.

Beberapa poin ini antara lain, pasal 64 tentang alih daya atau outsourcing. Dia menjelaskan, pekerja outsourcing bukanlah buruh upah murah, melainkan pekerja dengan kompetensi atau skill yang sesuai dengan kebutuhan industri. Karena itu, kiranya ruang lingkup untuk pekerja ini tidak dibatasi, melainkan diperketat pengawasannya.

“Sebagai bagian dari penciptaan lapangan kerja melalui pertumbuhan industri, alih daya memegang peranan dalam memenuhi kebutuhan adanya keterampilan kerja dan penyediaan sumber daya manusia yang memungkinkan bagi industri untuk berfokus melaksanakan strateginya,” kata Adi.

Apalagi, perusahaan penanaman modal asing (PMA) juga terbiasa dengan skema alih daya karena menawarkan fleksibilitas bisnis sebagai bagian dari ekosistem dunia usaha yang sehat.

“Karena itu, sesuai amanat pasal 64 perppu ini, semestinya yang dilakukan adalah perluasan mekanisme alih daya di dunia usaha Tanah Air, dengan fokus pembatasannya pada praktik yang tidak sesuai dengan perundang-undangan,” kata Adi.

Dalam catatan Kadin, pekerja alih daya merupakan bagian dari penyokong industri lainnya. Alih daya memiliki potensi sumbangsih besar terhadap produktivitas dan peningkatan daya saing industri Tanah Air. Pada tahun 2015, potensi pasar bisnis alih daya yaitu mencapai Rp 39,5 triliun, atau dengan pertumbuhan 130,32% dibanding 2014 yang sebesar Rp 17,15 triliun.

Dalam tataran global, Filipina diperkirakan mempekerjakan 1,3 juta tambahan pekerja melalui skema alih daya dengan revenue US$ 55 miliar. Sementara industri outsourcing di India mempekerjakan hampir 3,5 juta orang. “Kami berharap, ke depannya, industri alih daya di Indonesia bisa menjadi kontributor positif bagi perekonomian Indonesia, terlebih dengan adanya bonus demografi dan Generasi Emas 2045,” kata Adi.

Pasal Upah Minimum

Pasal lainnya yang menjadi ganjalan bagi Kadin yaitu mengenai Pasal 88F tentang Upah Minimum, di mana dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat menetapkan formula dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.

Menurut Adi, perlu penegasan lagi mengenai keadaan yang dimaksud pemerintah, termasuk hal khusus atau hal yang dikecualikan. Selama ini, yang dimaksud dengan hal keadaan tertentu biasanya terjadi dalam situasi darurat kebencanaan, yang memang sangat terkait dengan situasi kondisi perekonomian, baik terpengaruh situasi ekonomi global maupun nasional.

Pemerintah sebelumnya mengatakan, mengenai formula penghitungan upah minimum, termasuk indeks, akan diatur juga dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Dalam perumusan PP tersebut, Adi berharap, ruang dialog dan komunikasi dalam peraturan pelaksana dapat disesuaikan lebih jelas. Kadin juga meminta Dewan Pengupahan yang memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat dan daerah, diajak turut serta dalam lingkup tripartit, sebagaimana disebut dalam pasal 98 perppu.

“Dalam penyusunan PP sebagai amanat dari perppu No 2/2022 tentang Cipta Kerja ini, kami berharap adanya keterlibatan tripartit untuk duduk bersama berdiskusi mengenai pembentukan regulasi turunan yang mengakomodir dan melindungi hak-hak pengusaha dan pekerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Adi. Dengan begitu, regulasi ini membantu mempertahankan daya saing dan kontribusi positif perusahaan terhadap perekonomian nasional. (*)

Awaluddin Awe

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *