Ketika Ibu Negara Fatmawati Meninggalkan Istana

  • Bagikan

Fatmawati

Jika bicara mengenai Ibu Negara Indonesia, siapa nama yang muncul dibenak Anda?

Mungkin nama Iriana Joko Widodo yang saat ini menjabat sebagai Ibu Negara Indonesia.

Namun nama Fatmawati tidak mungkin Anda lupakan.

Ya, Fatmawati merupakan Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1967.

Fatmawati jugalah yang menjahit bendara Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada Hari Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945.

Walau begitu, Fatmawati merupakan istri ke-3 Presiden Soekarno.

Sebab, Soekarno dikenal memiliki lebih dari satu istri.

Kisah cinta keduanya juga tidak bisa dianggap mulus.

Itu seperti yang disampaikan oleh Fatmawati dalam buku “Fatmawati: Catatan Kecil Bersama Bung Karno, Bagian 1,” yang diterbitkan pada tahun 1978.

Baca Juga: Foto-foto Mengejutkan Laboratorium Misterius di Wuhan, Segel yang Simpan Sampel 1.500 Jenis Virus Rusak, Termasuk Sampel Virus Corona

Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa hubungan Soekarno dan Fatmawati mulai merenggang pada tahun 1950-an.

“Sampai dengan lahirnya Mohammad Guruh, tahun 1954, keluarga Presiden rukun dan kelihatan bahagia sekali. ”

“Akan tetapi setelah pecah berita, bahwa Bung Karno akan menikah dengan Bu Hartini.”

“Hubungan antara Bung Karno dan Bu Fat serta keluarga kelihatan mulai tegang renggang,” kata Fatmawati menirukan catatan dari Winoto Danuasmoro yang merupakan sahabat dekat Soekarno seperti dilansir dari tribunnews.com.

Tak sampai disitu saja.

Ketika hubungan keduanya merenggang, Fatmawati juga sudah pindah dari kamar di gedung utama Istana Merdeka.

Dia pindah ke paviliun yang letaknya di dekat Masjid Baitul Rachim.

Sang Ibu Negara tinggal di sana sampai dia memutuskan untuk meninggalkan Istana.

Pada suatu hari, Fatmawati menghadap Presiden Soekarno untuk pamit pulang ke rumahnya yang ada di Jalan Sriwijaya.

Namun, Fatmawati Soekarno tidak mengizinkannya.

“Di sini rumahmu,” ucap Soekarno.

Fatmawati kemudian menjawabnya.

“Di sini bukan rumahku, keadaan kita sekarang sudah lain,” jawab Fatmawati.

Walau tidak diizinkan pulang, Fatmawati tetap mengucapkan selamat tinggal secara persaudaraan.

“Tidak ada keributan dan tak ada perkelahian.”

“Setelah membaca bismillah, aku terus meninggalkan istana dengan perasaan tenang menuju Kebayoran Baru,” kata Fatmawati.

Kejadian perginya Fatmawati dari Istana Merdeka sempat membuat para pelayan Istana termangu.

“Pengawal dan pelayan-pelayan Istana hanya termangu-mangu saja.”

Tak sampai di sana, Guruh Soekarno Putra, anak bungsu dari Soekarno dan Fatmawati mengatakan bahwa ibunya tidak pernah menjenguk ayahnya yang sudah lengser dari kursi presiden.

“Setiap kali aku dan kakak-kakakku pergi menengok Bapak, Ibu tak pernah ikut serta,” kata Guruh.

“Memang sepertinya antara Ibu dan Bapak telah ada suatu “perjanjian” meskipun aku tak tahu persis apa isi perjanjian itu.”

“Yang aku tahu persis, Ibu memang sama sekali tak mau bertemu muka dengan istri-istri Bapak.”

SIMAK JUGA :  PKDP Organisasi Kekeluargaan, Sutan: Pertanggungjawabannya Secara Bersama

Hingga Soekarno menghembuskan napas terakhirnya dan dimakamkan di Blitar, Fatmawati juga tidak hadir.

“Baru seminggu kemudian Ibu mau menengok makam Bapak,” tambah Guruh.

Fatmawati meninggal dunia pada 14 Mei 1980 dan meninggalkan lima orang anak, yang salah satunya adalah Megawati Soekarno Putri.

Baca Juga: Jadi Korban Kejamnya Re

Dalam buku tersebut, disebutkan bahwa hubungan Soekarno dan Fatmawati mulai merenggang pada tahun 1950-an.

“Sampai dengan lahirnya Mohammad Guruh, tahun 1954, keluarga Presiden rukun dan kelihatan bahagia sekali. ”

“Akan tetapi setelah pecah berita, bahwa Bung Karno akan menikah dengan Bu Hartini.”

“Hubungan antara Bung Karno dan Bu Fat serta keluarga kelihatan mulai tegang renggang,” kata Fatmawati menirukan catatan dari Winoto Danuasmoro yang merupakan sahabat dekat Soekarno seperti dilansir dari tribunnews.com.

Tak sampai disitu saja.

Ketika hubungan keduanya merenggang, Fatmawati juga sudah pindah dari kamar di gedung utama Istana Merdeka.

Dia pindah ke paviliun yang letaknya di dekat Masjid Baitul Rachim.

Sang Ibu Negara tinggal di sana sampai dia memutuskan untuk meninggalkan Istana.

Pada suatu hari, Fatmawati menghadap Presiden Soekarno untuk pamit pulang ke rumahnya yang ada di Jalan Sriwijaya.

Namun, Fatmawati Soekarno tidak mengizinkannya.

“Di sini rumahmu,” ucap Soekarno.

Fatmawati kemudian menjawabnya.

“Di sini bukan rumahku, keadaan kita sekarang sudah lain,” jawab Fatmawati.

Walau tidak diizinkan pulang, Fatmawati tetap mengucapkan selamat tinggal secara persaudaraan.

“Tidak ada keributan dan tak ada perkelahian.”

“Setelah membaca bismillah, aku terus meninggalkan istana dengan perasaan tenang menuju Kebayoran Baru,” kata Fatmawati.

Kejadian perginya Fatmawati dari Istana Merdeka sempat membuat para pelayan Istana termangu.

“Pengawal dan pelayan-pelayan Istana hanya termangu-mangu saja.”

Tak sampai di sana, Guruh Soekarno Putra, anak bungsu dari Soekarno dan Fatmawati mengatakan bahwa ibunya tidak pernah menjenguk ayahnya yang sudah lengser dari kursi presiden.

“Setiap kali aku dan kakak-kakakku pergi menengok Bapak, Ibu tak pernah ikut serta,” kata Guruh.

“Memang sepertinya antara Ibu dan Bapak telah ada suatu “perjanjian” meskipun aku tak tahu persis apa isi perjanjian itu.”

Yang aku tahu persis, Ibu memang sama sekali tak mau bertemu muka dengan istri-istri Bapak.”

Hingga Soekarno menghembuskan napas terakhirnya dan dimakamkan di Blitar, Fatmawati juga tidak hadir.

“Baru seminggu kemudian Ibu mau menengok makam Bapak,” tambah Guruh.

Fatmawati meninggal dunia pada 14 Mei 1980 dan meninggalkan lima orang anak, yang salah satunya adalah Megawati Soekarno Putri.

Baca Juga: Jadi Korban Kejamnya Rezim

Tulisan ini sudah tayang di
Intisari Online

19 April 2020

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *