Warga Sungai Pasak Pariaman dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bernama Muluik

  • Bagikan

Warga sedang makan Bajamba (foto : kredit abrar khairul ikhirma)

PARIAMAN– Warga Sungai Pasak Pariaman, Sumatera Barat hampir tidak terusik dengan pengunduran peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dari tanggal 19 ke 20 Oktober, 2021 ini.

Buktinya, Ahad (17/10) kemarin, warga Sungai telah selesai memeringati Maulid Nabi Muhammad SAW secara tradisional, yang disebut dengan Muluik atau maulid.

Bedanya dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW modern, peringatan Muluik di Mesjid Raya Sungai Pasak Pariaman dilakukan dengan cara badikie atau berzikir.

Badikie merupakan cara lain mengkisahkan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dengan mendendangkan ayat ayat suci Alqur’an yang terkait dengan Nabi Muhammad SAW.

Salah satu bentuk pertunjukan dalam acara Muluik, Batalam atau Bakaiyek atau hikayat Nabi Muhammad SAW. (Foto : Arkhie)

Melalui Dikie atau zikir, ayat ayat suci didendangkan atau dilagukan dengan intonasi tertentu yang hanya dipahami oleh tukang dikie, atau tukang zikir, yang pada umumnya adalah mereka yang berlatarbelakang agama Islam kuno.

Ada dua fase kegiatan Muluik atau peringatan maulid nabi secara tradisional ini.

Pertama, pada malam hari atau menjelang tengah malam, para Pendikie mendendangkan sejarah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW sejak dari lahir.

Badoncek, berderma atau menyumbang untuk mesjid dengan menyebutkan nama dan jumlah sumbangan dari setiap warga. (Foto : Arkhi)

Biasanya, dalam prosesi dikie ini, ada dua tim yang saling sahut sahutan mendendangkan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW.

Irama dikie itu ada yang naik dan ada turun. Tergantung klimaksnya.

Sebagian daerah, ada yang menambahkan prosesi Muluik dengan pertunjukan Batalam, atau berdendang dan berlagu, masih seputar kehidupan nabi dengan menggunakan media Talam atau Piring seng berukuran besar.

Talam itu dipakai para Pendikie sebagai gendang, pada saat berdikie atau berdendang.

Untuk menemani para Pendikie beraksi, warga membuatkan berbagai macam aneka menu kue, buah buahan dan makanan penyangga, yang akan menjadi konsumsi para Pendikie yang beraksi sampai tengah malam.

Pada saat Muluik ini juga para warga memberikan sumbangan atau sedekah kepada mesjid dengan cara membuat pohon uang, atau daun pohon buatan berasal dari uang pecahan 2000, 5000, 10000, 20000, 50000 hingga 100.000.

Pohon uang ini juga menunjukan status sosial warga yang bersangkutan. Semakin tinggi status sosial seseorang maka semakin tinggi pohon uang dan nilai satuan bunga uangnya.

MAKAN BAJAMBA

Esok siang. Setelah prosesi Badikie di mesjid selesai, maka prosesi Badikie dilanjutkan dengan Makan Bajamba, atau jamuan makan yang menunya disusun secara bertingkat.

Seperti juga pohon uang tadi, Jamba juga menunjukan status sosial warga setempat. Semakin kaya satu warga maka semakin tinggi dan semakin variatif menu Jambanya.

Menu Jamba pada umumnya terdiri dari nasi, sambal ikan atau ayam, dan berbagai jenis kuah santan dan gorengan serta makanan penutup seperti lapek, kue, dan aneka kudapan tradisional Minang lainnya.

Jamba ini disusun berjarak secara linear atau melingkar sesuai dengan bentuk halaman mesjidnya. Para pengunjung atau warga lokal memakan menu Jamba secara berhadap hadapan, atau beradu arah punggung pada barisan Jamba lainnya.

Sebelum acara makan Bajamba dimulai biasanya menutup lebih dahulu acara badikienya, yang secara tersirat menggambarkan kebahagian hati umat atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Dalam perkembangannya, acara penutup sebelum Makan Bajamba dilakukan acara badoncek atau menyumbang sedekah untuk mesjid dengan cara menyebutkan nama penyumbang dan jumlah sumbangannya.

Seperti yang terjadi pada peringatan Muluik di mesjid Raya Sungai Pasak Pariaman, pada acara badonceknya berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp75 juta.

“Dana itu berasal dari warga setempat dan dari para Perantau yang pulang kampung atau menitip melalui saudaranya di kampung,” ujar Irfan Khairul, salah seorang tokoh masyarakat Sungai Pasak Pariaman kepada Harianindonesia dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/10).

Secara lebih lengkap Irfan menjelaskan peringatan kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW dengan diperingati dengan mengadakan Malamang, badikie, bakayaik (hikayat), makan bajamba dan puncaknya masyarakat Badoncek /gotong royong dalam menyumbang untuk mesjid.

“Prosesi seperti ini sudah dilaksanakan hampir dan mungkin lebih 100 tahun yang lalu.” paparnya.

Intinya adalah bagaimana menstimulan masyarakat untuk kerjasama sosial kemasyarakatan dalam mensyiarkan agama Islam. Kebersamaan dan kegotongroyongan masyarakat yang kini ada 4 dusun (mudiak, ilie, tangah dan tanjuang/kampuang tangah ) bersatu membangun kampuang.

“Alhamdulillah ini bisa dipertahankan masyarakat karena didukung penuh oleh seluruh ninik mamak 5 suku yang ada (caniago, tanjuang, jambak, piliang dan koto), urang tuo, kapalo mudo, kapalo desa dan kapalo dusun, tidak ketinggalan seluruh urang sumando baik padusi maupun laki-laki.” ujarnya.

“Tidak kalah pentingnya adalah juga dukungan dari para Perantau di seantero nusantara ini.” kata Irfan menambahkan.

“Alhamdulillah, pada acara puncak ketika Ashar kemaren sangat semaraknya yang dihadiri Kepala Desa, Pak Camat Pariaman Timur dan masyarakat sekitar Sungai Pasak (Sei Sirah, Kajai, Bungo Tanjung, Air Santok Cubadak Mentawai, Koto Marapak, Batang Kabuang dll) turut badoncek sehingga terkumpul dana sumbangan wakaf untuk kelanjutan pembangunan Mesjid Raya Sungai Pasak ini sebesar lebih kurang Rp 75juta.” tulis Irfan lagi.

Seluruh warga yang disampaikan oleh ninik mamak melalui Pengurus Mesjid menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga atas sumbangan dan wakaf kaum muslimin dan muslimat ini.

“Mudah-mudahan Allah Swt memberikan balasan amal pahala yang berlipatganda hendaknya, amien,” tutup Irfan. (*)

Awaluddin Awe

SIMAK JUGA :  "Kopi Minang" Brand Kopi Arabica Asli Sumbar, Go Internasional
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *