Tuan Guru Bajang : Pemilu Kita Sudah Babak Belur, KeDeputian Hukum TPN Datangi Bawaslu RI

  • Bagikan

Momen Diskusi Media di Media Center TPN Ganjar Mahfud Jalan Cemara Jakarta, Selasa (6/2/2024). Tampil sebagai pembicara Todung Mulya Lubis, Tuanku Bajang dan Wakil Deputi Hukum TPN Firman Jaya Daeli. (Foto : TPNGM)

Jakarta, HARIANIndonesia.ID –

Ibarat pertandingan tinju, proses pemilihan umum di Indonesia sudah ‘babak belur’ dalam tatanan nilai. Petinjunya limbung karena mendapat pukulan-pukulan sangat telak berupa double jab atau uppercut karena putusan Mahkamah Konstitusi maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu terkait pelanggaran etika dalam proses pemilu ini.

Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua Koordinator Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi dalam diskusi media di Media Centre TPN, Cemara, Jakarta, Selasa, (6/2/2024). Dalam kesempatan ini, TGB hadir bersama Deputi Hukum TPN Todung Mulya Lubis dan Wakil Deputi Hukum TPN Firman Jaya Daeli.

“Karena itulah kami dari TPN mengajak publik untuk menyelamatkan yang tersisa. Seruan dari Ibu Megawati saat kampanye akbar di Gelora Bung Karno 3 Februari lalu merupakan bagian untuk mengembalikan kesadaran agar limbungnya berkurang,” jelasnya.

Termasuk juga, tambah TGB, bergulirnya deklarasi, mosi atau petisi dari berbagai perguruan tinggi di banyak negara merupakan bentuk ‘kasih sayang’ dari masyarakat sipil terhadap Pemilu dan demokrasi kita yang ada, untuk menyelamatkan yang ada.

“Kami menyayangkan kalau ada yang menyebut suara Bu Mega sebagai ocehan, atau suara-suara yang mengatakan bahwa petisi kampus itu diorkestrasi, padahal itu adalah suara-suara murni dari para akademisi,” kata TGB.

Dari sinilah, TPN menyerukan untuk menghentikan adanya intervensi dan intimidasi dalam proses Pemilu 2024. “Ini bukan hanya untuk kepentingan Ganjar-Mahfud tapi untuk kepentingan kia sebagai sebuah bangsa. Masak kita mengeluarkan anggaran Rp70 triliun lebih untuk Pemilu tapi kemudian hal-hal substansial di dalam Pemilu seperti kejujuran dan etika dengan sengaja diabaikan atau dilupakan?” ungkapnya.

Datangi Bawaslu

Sementara itu, Deputi Hukum TPN Ganjar Mahfud Prof Todung Mulya Lubis menyampaikan bahwa hari ini, Selasa (6/2/2024) dirinya bersama sejumlah TPN Bidang Hukum mendatangi Bawaslu RI di Jakarta.

“Kami ingin Bawaslu bersikap tegas, tidak ambigu, dan profesional. Jangan sampai apa yang terjadi di MK, di KPU kemudian terjadi juga di Bawaslu, nanti dilaporkan kembali ke DKPP,” tukas Todung dalam diskusi media di Media Centre TPN, Cemara, Jakarta.

Dalam kesempatan ini, Todung hadir bersama Wakil Ketua Koordinator TPN, Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi dan Wakil Deputi Hukum TPN Firman Jaya Daeli.

SIMAK JUGA :  Waduh! Oknum Jaksa di Riau Ajak Wartawan Duel

Todung mencatat, dari jumlah pelanggaran yang dikumpulkan ada 400-an laporan pelanggaran masuk dari berbagai sumber di hotline TPN.

“Tapi, ada juga sebuah aplikasi yang sudah mengumpulkan hingga 40 ribu pelanggaran, lengkap dengan peta kecurangan di 31 provinsi di Indonesia. Di luar itu, masih banyak ‘dark numbers’, pelanggaran-pelanggaran yang tak dilaporkan,” kata Todung.

Pengacara senior ini menegaskan, masyarakat harus bersama mengawal agar pelanggaran-pelanggaran dalam pemilu bisa diminimalisir.

“Kami mengingatkan kepada semua pihak agar Pemilu ini tidak menjadi cacat. Mengapa penting, karena hajatan demokrasi ini terjadi lima tahun sekali, masyarakat punya hak untuk memilih dan tidak boleh satu suara pun dirugikan atau ditinggalkan,” ungkapnya.

Todung menyoroti kasus kertas suara ganda di Malaysia, sementara, dalam pengalamannya sebagai duta besar, kemungkian banyak warga negara Indonesia tak terdaftar sangat besar. “Dari sini kita tak tahu suara mereka ini rentan dimanipulasi,” urainya.

Massifnya pelanggaran di berbagai tempat seperti politisasi bansos, intervensi kekuasaan dan kriminalisasi suara-suara kritis, menimbulkan persepsi ada kemungkinan pemilu berlangsung tidak jujur dan adil, termasuk adanya manipulasi berupa penggelembungan suara.

Todung menambahkan, persepsi (kecurangan) yang timbul di masyarakat sulit untuk disangkal akibat massifnya kecurangan yang terjadi. “Kita harus menjaga pemilu ini, karena kita disaksikan oleh seluruh masyarakat bahkan seluruh dunia, bisakah pemilu di Indonesia berlangsung ‘play by the rules, play by the ethics, sesuai hukum yang ada’,” kata Todung.

Todung mengungkapkan diskusinya dengan beberapa penasihat hukum, dengan dua putusan terjadinya pelanggaran etika baik pada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, sudah cukup menjadi basis hukum untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan pen-cawapresan Gibran Rakabuming Raka.

“Kami mencadangkan hak kami untuk melakukan upaya hukum yang tersedia sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tegas Todung.

Terakhir, Todung menegaskan pula bahwa pemilu bukan semata-mata mementingkan hasil siapa yang menang, tapi juga bagaimana prosesnya selama pemilihan.

“Pemilu yang lahir dari proses cacat atau dari hasil nepotisme, dan sarat dengan pelanggaran etik, tidak akan memiliki legitimasi kuat di mata rakyat.” pungkas Todung dengan kritis. (*)

Editor : Awaluddin Awe

 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *