Foto gedung BEI
JAKARTA – Selain di Amerika sendidiri dan sejumlah negara, dampak pemberlakukan tarif ekspor ke Amerika terus meluas. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia terjungkal 9,19 persen pada Selasa (8/4) atau perdagangan perdana setelah libur panjang Lebaran 2025.
Berdasarkan RTI Business, IHSG turun drastis sebesar 598,55 poin atau 9,19 persen ke level 5.912.
IHSG dibuka langsung melemah di level 5.914 dan bergerak pada rentang tertinggi di 5.914 dan terendah di 5.912 sepanjang pagi ini.
Tercatat sebanyak 552 saham melemah, hanya 9 saham yang menguat, dan 65 saham stagnan.
Volume transaksi pagi mencapai 1,591 miliar lembar saham dengan nilai transaksi Rp1,926 triliun dari 64.620 kali frekuensi perdagangan.
Dengan penurunan tajam ini, kapitalisasi pasar IHSG menyusut menjadi Rp10.218 triliun.
Pelemahan IHSG ini menjadi penurunan harian terbesar dalam beberapa waktu terakhir dan memperpanjang tren negatif yang terjadi sejak akhir Maret 2025.
Buntut pelemahan, BEI melakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) pada pukul 09.00 waktu Jakarta. Perdagangan akan dilanjutkan pada pukul 09:30:00 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan.
Tekanan ini menjadi salah satu yang terdalam sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.
Pengamat pasar modal Hendra Wardana menyebut koreksi tajam IHSG mencerminkan kepanikan pasar yang luar biasa, terlebih terjadi usai libur panjang Lebaran.
Bahkan, indeks LQ45 yang berisi saham-saham unggulan juga ikut terkoreksi dalam hingga 11,31 persen ke level 651,46.
“Saham-saham berkapitalisasi besar menjadi korban utama, seperti BBCA yang turun 12,94 persen, BBRI minus 14,57 persen, TLKM minus 14,94 persen, BBNI anjlok 13,21 persen, dan ASII yang relatif lebih tangguh dengan penurunan 3,46 persen,” ujar Hendra seperti dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (8/4).
Ia menjelaskan salah satu pemicu utama kejatuhan IHSG adalah pengumuman kebijakan tarif dagang baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kebijakan tersebut menaikkan tarif hingga 32 persen terhadap sejumlah produk dari negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Meskipun secara proporsi ekspor ke AS hanya sekitar 9,9 persen dari total ekspor Indonesia, pasar meresponsnya secara berlebihan karena sentimen ini menyiratkan ketegangan dagang global yang kembali meningkat, kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia, serta gangguan rantai pasok,” jelas Hendra.
Tak hanya faktor global, ketiadaan reaksi cepat dari pemerintah Indonesia sebelum pasar dibuka juga memperburuk kondisi.
Menurut Hendra, ketidakpastian ini membuat pelaku pasar kehilangan kepercayaan, ditambah tekanan teknikal seperti margin call dan forced sell, khususnya pada saham-saham unggulan yang selama ini menopang indeks.
Sementara itu, pengamat pasar modal Ibrahim Assuaibi menambahkan gejolak global yang sedang berlangsung memang menjadi salah satu pemicu besar merosotnya IHSG.
Ia menyoroti sejumlah faktor eksternal mulai dari perang dagang, ketegangan geopolitik, hingga kebijakan suku bunga tinggi di AS
“IHSG dalam pembukaan pasar mengalami penurunan hampir 9 persen. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perang dagang di mana Amerika memperlakukan perang dagang via impor tambahan ke semua negara termasuk Indonesia 32 persen,” ungkap Ibrahim.
Ia mengatakan situasi ini membuat banyak negara berpikir ulang untuk melakukan negosiasi atau melawan tarif tersebut. Akibatnya, perekonomian global kembali goyah dan ketakutan akan resesi pun mencuat.
Tak berhenti di situ, rilis data tenaga kerja di AS yang jauh di atas ekspektasi juga memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi. Menurut Ibrahim, hal ini menambah tekanan terhadap pasar finansial global, termasuk Indonesia.
Selain perang dagang dan kebijakan The Fed, Ibrahim juga menyoroti eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah dan Eropa. Perang Israel di Jalur Gaza, memanasnya hubungan negara-negara Arab dengan AS, serta serangan Rusia ke Ukraina semakin memperburuk sentimen global.
“Ini yang sebenarnya membuat kondisi global terus mengalami penurunan sehingga saham-saham berbasis teknologi berguguran. Jadi sangat wajarlah kalau seandainya Indeks Harga Saham Gabungan ini turun tajam,” tegas Ibrahim.
Menurutnya, dengan kondisi global yang tidak menentu dan situasi domestik yang juga belum kondusif, potensi suspensi perdagangan oleh BEI memang sudah sesuai prediksi.
Ibrahim menyebut BEI berpeluang melakukan suspensi jika IHSG turun lebih dari 8 persen dalam satu sesi perdagangan.
Namun di balik tekanan ini, Hendra menilai masih ada peluang positif bagi Indonesia. Ia berpendapat turunnya harga minyak dunia hingga 21 persen sebagai dampak perang dagang justru bisa menguntungkan Indonesia sebagai negara importir migas, dengan potensi penghematan hingga US$4 miliar.
Selain itu, ia menyebut yield US Treasury yang menurun mendorong arus modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pelemahan dolar AS juga memberi ruang stabilisasi bagi nilai tukar rupiah. Hendra menambahkan Indonesia seharusnya bisa memanfaatkan momen ini untuk memperluas pasar ekspor ke kawasan lain seperti India, ASEAN, Eropa, dan Afrika.
Secara teknikal, Hendra melihat level support IHSG berada di area 5.800 dan resistance di level 6.000. Setelah trading halt, kata dia, biasanya kepanikan mulai mereda dan potensi technical rebound bisa terjadi.
Hendra menilai pernyataan resmi dari Presiden Prabowo Subianto yang dijadwalkan siang ini terkait sikap Indonesia terhadap kebijakan tarif Trump akan menjadi katalis penting bagi arah pasar selanjutnya.
“Secara keseluruhan, penurunan IHSG hari ini lebih disebabkan oleh sentimen eksternal dan reaksi emosional pasar, bukan karena kerusakan fundamental ekonomi dalam negeri,” tegas Hendra.
Ia pun mengingatkan bagi investor jangka panjang, kondisi ini justru bisa menjadi peluang untuk mengakumulasi saham-saham berfundamental kuat yang saat ini harganya tertekan terlalu dalam.
Penyesuaian Trading Halt
Sementara itu, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan penyesuaian batasan persentase Auto Rejection Bawah (ARB) dan ketentuan pelaksanaan penghentian sementara atau trading halt.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengatakan ARB disesuaikan menjadi 15 persen bagi efek berupa saham pada papan utama, papan pengembangan, dan papan ekonomi baru, kemudian exchange-traded fund (ETF) dan dana investasi real estat (DIRE) untuk seluruh rentang harga.
Sebelumnya ARB yang berlaku yakni 35 persen untuk rentang harga Rp50 – Rp200, 25 persen untuk harga Rp200 – Rp5.000, dan 20 persen untuk harga di atas Rp5.000.
Iman mengatakan langkah tersebut dilakukan sebagai antisipasi kebijakan tarif yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
“Beberapa langkah strategi telah dilakukan bursa bersama OJK termasuk penyesuaian hari ini. Ini adalah langkah strategis bursa untuk mengantisipasi apa yang terjadi terhadap tarif global,” katanya dalam konferensi pers, Selasa (8/4).
Ia mengatakan penyesuaian eAuto Rejection Bawah dilakukan untuk menjaga volatilitas pasar dan memastikan perlindungan investor.
Sementara itu, penghentian sementara pelaksanaan perdagangan efek atau trading hal disesuaikan menjadi selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan hingga lebih dari 8 persen, trading halt selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 15 persen, dan trading suspend apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 20 persen.
“Penyesuaian ketentuan pelaksanaan penghentian sementara perdagangan Efek dilakukan sebagai upaya BEI untuk memberikan ruang likuiditas yang lebih luas bagi investor dalam menentukan strategi investasi dengan mempertimbangkan informasi
yang ada,” katanya.
Rupiah Capai Terendah
Dari sisi lain, nilai tukar rupiah yang dibuka di posisi Rp16.858 per dolar AS pada perdagangan pasar spot pada Selasa (8/4) pagi. Mata uang Garuda turun 36 poin atau minus 0,22 persen.
Mata uang Asia bervariasi. Baht Thailand minus 0,01 persen, won Korea Selatan plus 0,22 persen, yen Jepang menguat 0,16 persen, dan ringgit Malaysia melemah 0,08 persen.
Sedangkan mata uang utama negara maju dibuka menguat. Poundsterling Inggris plus 0,32 persen, dolar Australia naik 0,52 persen, dan dolar Kanada naik 0,32 persen.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra ketika dikonfirmasi soal posisi rupiah itu mengatakan bahwa mata uang garuda berada di posisi terendah dalam sejarah.
“Iya (terendah dalam sejarah), dekat level tertinggi 1998 yang di Rp16.850 per dolar AS,” katanya kepada CNNIndonesia.com.
Pengamat pasar keuangan Lukman Leong mengatakan rupiah masih melemah terhadap dolar AS karena perang tarif akibat kebijakan Presiden Donald Trump. Perang tarif menyebabkan sentimen risk off di pasar.
Sentimen risk off di pasar ekuitas merujuk pada kondisi pasar di mana investor cenderung menghindari aset berisiko.
Dalam situasi risk off, investor cenderung mengalihkan dana mereka ke dolar AS.
“Sentimen risk off oleh perang tarif masih menekan mata uang emerging market pada umumnya,” katanya.
Hari ini, ia memperkirakan rupiah bergerak di rentang Rp16.700 – Rp17 ribu per dolar AS. (*
Awaluddin Awe
awal.batam@gmail.com
Sumber : CNNIndonesia