Pimpinan ISIS Tewas Akibat Ajudan Berkhianat

  • Bagikan

JAKARTA, harianindonesia.id – Kematian Pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi dalam operasi pasukan khusus Amerika Serikat (AS) di Suriah dinyatakan akibat adanya pengkhianatan oleh ajudannya yang bernama Ismael al-Ethawi.

Hal ini diungkapkan oleh pejabat keamanan Irak yang menyatakan bahwa ajudan tersebut telah memberikan informasi kepada tim intelijen Irak sejak awal tahun 2018. Bahkan Ismael juga membeberkan informasi cara lolosnya pimpinan ISIS tersebut dari seluruh penangkapan selama bertahun-tahun.

Selama pelariannya, Baghdadi terkadang mengadakan pembicaraan strategi dengan para komandannya, termasuk memindahkan minibus penuh sayuran untuk menghindari deteksi. Sekadar diketahui, Ethawi ditangkap oleh otoritas Turki dan diserahkan kepada Irak sehingga informasi penting tentang al-Baghdadi bisa digali.

“Ethawi memberikan informasi berharga yang membantu tim agen multi-keamanan Irak menyelesaikan potongan-potongan yang hilang dari teka-teki gerakan Baghdadi dan tempat-tempat yang dulu dia sembunyikan,” kata salah seorang pejabat keamanan Irak kepada Reuters yang dilansir Senin (28/10/2019).

“Ethawi memberi kami perincian tentang lima pria, termasuk dia, yang bertemu Baghdadi di Suriah dan lokasi berbeda yang mereka gunakan,” lanjut pejabat tersebut yang tidak disebutkan namanya. 

Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Minggu bahwa Baghdadi merintih, menangis dan berteriak sepanjang jalan saat serangan pasukan khusus AS berlangsung di wilayah Idlib, Suriah barat laut.

Dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih, Trump mengatakan pemimpin ISIS itu tewas bersama dua istri dan tiga anaknya ketika ia meledakkan rompi bermuatan bahan peledak setelah melarikan diri ke terowongan buntu saat dikejar pasukan dan anjing militer AS.

Jalan menuju kematian Baghdadi penuh dengan frustrasi bagi badan-badan intelijen Barat dan Arab, yang telah meneliti petunjuk tentang keberadaan seorang pria yang memberlakukan teror di sejumlah besar wilayah Suriah dan Irak tersebut. Selama memimpin ISIS, dia telah memerintahkan orang-orangnya untuk melakukan eksekusi massal, termasuk pemenggalan para sandera.

SIMAK JUGA :  Muncul Berkursi Roda, Sosok Setya Novanto Bikin Geger Warga Solo

Baghdadi juga dianggap bertanggung jawab atas serangan mengerikan di lima benua atas nama ISIS dengan mencatut Islam sebagai klaim pembenaran atas kejahatannya.

Mengubah sosok militan ISIS seperti Ethawi sangat penting bagi agen intelijen Irak yang mencoba melacak Baghdadi.

Ethawi, yang memegang gelar PHD dalam Ilmu Pengetahuan Islam, dianggap para pejabat intelijen Irak sebagai salah satu dari lima ajudan al-Baghdadi. Dia bergabung dengan al-Qaeda pada 2006 dan ditangkap oleh pasukan AS pada 2008. Menurut pejabat keamanan Irak, dia pernah dipenjara selama empat tahun.

Baghdadi menugaskan Ethawi untuk peran-peran kunci seperti memberikan instruksi keagamaan dan pemilihan komandan ISIS. Setelah kelompok itu mulai runtuh pada tahun 2017, Ethawi melarikan diri ke Suriah dengan istrinya yang merupakan warga Suriah.

Titik balik lain datang awal tahun ini selama operasi gabungan, di mana AS, agen intelijen Turki dan Irak menangkap para pemimpin senior ISIS termasuk empat warga Irak dan satu warga Suriah.

“Mereka memberi kami semua lokasi di mana mereka bertemu dengan Baghdadi di dalam wilayah Suriah dan kami memutuskan untuk berkoordinasi dengan CIA untuk mengerahkan lebih banyak sumber di dalam wilayah-wilayah itu,” kata salah seorang pejabat Irak, yang memiliki hubungan dekat dengan berbagai agen keamanan.

“Pada pertengahan 2019 kami berhasil menemukan Idlib sebagai tempat di mana Baghdadi pindah dari desa ke desa bersama keluarganya dan tiga pembantu dekat,” kata pejabat itu.

Informan di Suriah, lanjut pejabat itu, kemudian melihat seorang pria Irak mengenakan hiasan kepala kotak-kotak di pasar Idlib dan mengenalinya dari sebuah foto. Pria itu adalah Ethawi. Dia kemudian dikuntit hingga terlacak rumah tempat al-Baghdadi tinggal.

“Kami menyerahkan detailnya kepada CIA dan mereka menggunakan satelit dan drone untuk mengawasi lokasi selama lima bulan terakhir,” kata pejabat itu.(red)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *