Nilai Tukar Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS Hari Ini, 7 Oktober 2020

  • Bagikan

Harianindonesia.id, JAKARTA – Mata uang rupiah diprediksi bergerak di kisaran Rp14.700 per dolar AS seiring dengan sentimen Omnibus Law UU Cipta Kerja dan laju dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (6/10/2020) rupiah ditutup di level Rp14.735 per dolar AS, naik 0,44 persen atau 65 poin. Kinerja itu memimpin penguatan yang terjadi di antara mata uang Asia lainnya.

Kinerja rupiah itu berada di atas baht dan won yang hanya mampu menguat 0,2 persen, dan mengungguli dolar Taiwan yang hanya naik 0,13 persen.

Adapun, dalam perdagangan yang sama, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama bergerak melemah 0,03 persen ke level 93,486.

Kendati demikian, sepanjang tahun berjalan 2020 kierna rupiah merupakan yang terburuk di antara mata uang Asia lainnya, yaitu melemah hingga 5,8 persen. Kinerja itu di bawah baht yang terkoreksi 4,92 persen, dan rupee yang turun 2,83 persen.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa penguatan rupiah menjadi terbatas seiring dengan sentimen penolakan pengesahan UU Cipta Kerja.

Untuk diketahui, pada pertengahan perdagangan rupiah sempat menguat hingga ke level Rp14.605 per dolar AS. Bahkan, pada pembukaan perdagangan rupiah naik hingga 1,32 persen.

“Dengan penolakan dari kaum buruh mata uang garuda terkikis penguatannya dari awal perdagangan menguat di 177 point berubah drastis di penutupan pasar menjadi 65 point,” ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Selasa (6/10/2020).

Ibrahim memperkirakan hari ini rupiah diperdagangkan cenderung fluktuatif di kisaran Rp14.700 hingga Rp14.750 per dolar AS.

Direktur strategi portofolio di EP Wealth Advisors Adam Phillips mengatakan bahwa investor cenderung optimistis terhadap peluncuran stimulus fiskal dari Pemerintahan AS yang telah dinantikan lama.

SIMAK JUGA :  Pandora Papers : Wanita Simpanan Putin Miliki Kekayaan Rahasia Rp 1,4 Triliun

Pasalnya, dalam beberapa bulan terakhir perundingan stimulus tersebut tampak buntu kendati data ekonomi AS terus menunjukkan pelemahan.

Penggelontoran stimulus fiskal tersebut akan mengurangi minat investor terhadap dolar AS sebagai aset safe haven sehingga memungkinkan investor berpihak terhadap aset berisiko, seperti mata uang pasar berkembang.

“Karena, semakin sulit untuk menolak kebutuhan akan dukungan fiskal tambahan saat ini,” tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (6/10/2020).

Sumber : Bisnis.com

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *