CV Tahiti Coal Jadi Target  Pencabutan IUP, Ismet : Jangan Jadikan Kami Korban Konflik Kepentingan

  • Bagikan

Lokasi CV Tahiti Coal di Desa Sikalang (foto : ID/harianindonesia.id)

Sawahlunto, harianindonesia.id- Polemik aktifitas penambangan batubara CV Tahiti Coal di Desa  Sikalang, Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, terus menggelinding ke permukaan, setelah adanya laporan sekelompok kecil warga yang merasa lingkungan tempat tinggalnya di duga rusak oleh aktifitas  penambangan perusahaan swasta tersebut. 

Laporan itu memantik Lembaga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Sumatera Barat asal Dapil Sawahlunto Rico Alviano,ST, untuk melihat dari dekat mempelajari  persoalan yang terjadi dilapangan.

Namun saat turun ke lokasi beberapa hari lalu, pihak Tahiti Coal menyayangkan  sikap Rico Alviano dan WALHI tersebut yang terlalu dini minta rekomendasi IUP Tahiti Coal dicabut.

Padahal, kajian teknis tentang ketidaksesuaian IUP dengan kondisi lapangan sebagaimana di asumsikan pihak lain belum dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas ESDM Sumbar.

Sekaitan dengan itu, sepanjang belum ada kajian dan pernyataan pelanggaran berat oleh pemerintah, semua pihak harus menghoramati praduga tak bersalah, apalagi sampai menekan dan menghakimi.

Hal itu di ungkapkan H.Ismet,SH, Komisaris PT Tahiti Coal, dalam menyikapi pernyataan WALHI dan Anggota Dewan Prov Sumbar Rico Alfiano, Jumat (15/11).

“saya sangat menyayangkan, kenapa terlalu cepat menyimpulkan perusahaan saya salah dan langsung di rekomendasi untuk pencabutan IUP.” ucap Ismet

Ismet curiga, perusahaannya seakan jadi target untuk di “bunuh” dengan  skenario yang sudah disiapkan. Dia bertanya, kenapa hanya pihaknya yang gencar diserang, sementara disini juga ada kasus ilegal tapi tak jadi pusat  perhatian mereka.

“Bukan saya ingin membantah hak bicara anggota dewan terhormat Rico Alfiano itu, tapi saya juga punya hak menyampaikan pendapat.” Tambah dia.

“Anda lihat ada tambang ilegal juga di daerah ini, tapi tidak menarik perhatian mereka. Kenapa kami yang terus diserang, lalu dengan mudahnya mengeluarkan pernyataan usul rekomendasikan IUP dicabut ?  Ingat, WALHI jangan sampai terjebak keranah conflict of interest yang dapat memecahbelah masyarakat Desa Sikalang.” tambahnya.

Di utarakan Ismet, dia sangat terbuka memberikan informasi sesuai data dan fakta yang ada. Tapi persoalan teknis, tentu pihak pemerintah yang memiliki kewenangan didalamnya. Kenyataannya, mereka masuk keranah itu sehingga terkesan seperti  berhadapan dengan institusi penyidik. Alasannya, masih dalam konteks fungsi pengawasan.”Saya ini juga pernah jadi anggota dewan, sangat paham dengan hal itu” tegasnya.

Hal ini menurut Ismet tidaklah adil. Sebaiknya anggota dewan terhormat itu lebih bijaksana dan imparsial dalam melihat suatu persoalan, sehingga Ismet minta Rico Alfiano mengklarifikasi pernyataannya yang dinilainya kurang pada tempatnya itu.  Pastinya, sebagai warga taat hukum, mereka bersedia menerima masukan dan kritikan, sembari melengkapi berbagai kekurangan yang tidak disengaja sesuai hak dan kewajiban pemegang IUP.

“Tapi, untuk memutuskan apakah tambang itu ditutup atau tidak, bukan tugasnya Anggota Dewan, tapi merupakan kewenangan Pemerintah.

Pihak Tahiti Coal memohon, Anggota DPRD terhormat itu jangan mengeluarkan pernyataan mendahului dan masuk kemasalah teknis agar tidak menimbulkan keresahan  ditengah masyarakat

Diakuinya, saat ini ada 264 anggota penambangnya, 97 persen merupakan penduduk setempat. Sedang 3 persen lainnya tenaga ahli tambang, mekanik, dan lainnya yang diambil dari luar desa. Mereka semua menggantungkan hidup dari Tahiti Coal, jika di total lengkap dengan keluarganya, maka hampir dua ribu jiwa yang bergantung hidup. Seandainya ditutup, siapa yang bertanggungjawab terhadap nasib mereka.

Sementara, Isdi Bayes, pemilik perusahaan menambahkan, dia juga bagian dari masyarakat Desa Sikalang. dari mayoritas masyarakat menginginkan perusahaan miliknya tersebut jangan sampai ditutup karena IUP dicabut karena keberadaanya sangat memberi manfaat terhadap pembangunan desa dan perekonomian masyarakat setempat.  

Sebenarnya, kata Isi bayes, persoalan ini beraawal dari adanya salahsatu oknum di desanya yang minta jatah uang tambang, tapi dia tidak memberinya karena untuk pribadi.

SIMAK JUGA :  Gempa Magnitudo 4,9 Guncang Aceh Besar

Seandainya untuk kepentingan masyarakat luas, maka dia tak pernah menolak membantu selagi dana perusahaan mencukupi. Seperti yang sering dia gelontorkan untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum lainnya.

“Karena minta jatah untuk pribadi kami tak mau memberi, tapi kalau untuk kepentingan masyarakat dengan rela hati memberi sesuai kemampuan melalui program Corporate Social Responsibilty (CSR), cukup banyak sudah kami lakukan” sela Ismet. 

Selaku komisaris, Ismet, ingin menciptakan kesejukan tanpa kegaduhan. Selama ini dia coba menahan diri dan selalu sabar. Sekarang dia mengaku terdesak, bagaikan terjepit di dinding tembok. Dari pada terus menahan sakit, kini dia “melawan” atas dasar azas kebenaran data dan fakta hukum, dia tidak ingin nama perusahaannya menjadi jelek karena dikontaminasi konflik kepentingan, seperti politik dan  bisnis.

“Kalau untuk  politik, saya tegaskan tidak akan mencalonkan diri dalam Pilkada Sawahlunto 2022 mendatang”

Tapi perlu ia  ingatkan, bahwa dia  akan melawan sesuai batas kesabaran yang selama ini di tahannya dengan cara banyak diam dan sabar.

Sekarang dia mengajak semua pihak menyelesaikan masalah yang timbul dengan baik, dan berhentilah membentuk opini dan asumsi yang merugikan pihaknya para pekerja tambang yang menggantungkan hidup di perusahaan ini.

Dukungan Warga

Kepala Desa Sikalang, Edi Narwin Daulai, melalui suratnya No.100/125/Pem-2019 tertanggal 6 Agustus 2019 mengungkapkan fakta, bahwa Pemdes dan masyarakatnya mendukung CV Tahiti Coal melakukan penambangan diwilayah yang ditentukan sesuai IUP yang dikeluarkan Pemrov Sumatera Barat melalui Dinas ESDM.

Sebagai representasi aspirasi mayoritas masyarakatnya, Kades Edi Narwin berharap, keberadaan CV Tahiti Coal terus melanjutkan aktifitas penambangan, karena sangat berdampak positif terhadap perekonomian warganya, apalagi perusahaan ini milik warganya sendiri yang telah banyak memberi bantuan untuk  pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum.       
Hal serupa juga di sampaikan Mukhtar, tokoh setempat yang jadi koordinator lapangan turut mendukun keberadaan CV Tahiti Coal dengan cara mengumpulkan 190 tanda tangan para tokoh dan warga masyarakat yang secara tegas menyatakan Tahiti Coal merupakan perusahaan yang sangat peduli dan mampu membuka lapangan kerja bagi warga setempat.

Respon WALHI Sumbar

Dalam dimensi lain, WALHI Sumbar melalui pers releas 15 November 2019 menyebutkan, dalam kunjungan lapangan bersama Anggota Komisi IV DPRD Sumbar Dinas ESDM, dan pihak terkait lainnya ditemukan fakta bahwa Aktfitas tambang bawah tanah CV. Tahiti Coal telah melewati batas IUP, terdapat aktifitas penambangan di luar IUP sejak tahun 2014 lalu ditutup pada 2017, dan 2005 hingga saat ini belum mengantongi izin pengolahan limbah B3.

Dalam pengecekan, Kamis (14/11), patok Tapal Batas IUP CV. Tahiti Coal ditemukan beberapa titik tidak memiliki patok, dan patok yang ditemukan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh KEPMEN ESDM Nomor 1825-K/30/MEM/2018,  juga ditemukan saluran air yang berasal dari lobang tambang bawah tanah serta Kolam Penampungan nya berada di luar dari IUP CV. Tahiti Coal.

Berdasarkan temuannya, WALHI Sumbar menduga telah terjadi pelanggaran terhadap beberapa Peraturan perundang undangan yang berlaku diantaranya Pasal 158 UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Logam dan Batubara,  Pasal 103 dan Pasal 104 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No.23/ 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral.

Berdasarkan hal tersebut diatas, WALHI Sumbar dan masyarakat Desa Sikalang minta DPRD Provinsi Sumatera Barat melalui Komisi IV  untuk memerintahkan Dinas ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat meninjau ulang IUP CV. Tahiti Coal tersebut.

Kemudian membuat rekomendasi kepada Komisi I DPRD Sumatera Barat untuk proses penegakan hukum terhadap CV. Tahiti Coal, dan mengeluarkan rekomendasi untuk pencabutan IUP CV. Tahiti Coal jika memang terbukti melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan. (id)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *