Warga Myanmar Belum Dapat Bantuan Sama Sekali, Gempa Disebut Berkekuatan 330 Bom Atom

JAKARTA – Memilukan. Sejak gempa berkekuatan 7,7 SR atau setara 330 bom menghantam negara 1000 pagoda itu, warga mengaku belum menerima bantuan kemanusiaan sama sekali.

Badan PBB untuk kemanusiaan juga mengakui bahwa organisasi kemanusiaan dunia kesulitan menyalurkan bantuan ke daerah gempa. Penyebabnya adalah kerusakan sarana infrastruktur dan komunikasi oleh gempa dan perang saudara.

Kantor berita Reuters menyebut sejumlah warga di daerah yang paling parah dilanda gempa mengatakan bantuan pemerintah sampai saat ini masih sangat terbatas dan memaksa mereka berjuang sendirian.

Seorang warga bernama Han Zin menyebut melalui sambungan telepon bahwa seluruh kota Sagaing yang berada di episentrum gempa hancur total. Sebagian besar isi kota juga tak memiliki listrik sejak bencana dan warga mulai kehabisan air minum.

“Apa yang kami lihat di sini adalah kehancuran yang meluas – banyak bangunan runtuh ke tanah,” paparnya.

“Kami tidak menerima bantuan apa pun, dan tidak ada petugas penyelamat yang terlihat.”

Sementara itu, di seberang Sungai Irrawaddy di Mandalay, seorang petugas penyelamat mengatakan sebagian besar operasi di kota terbesar kedua di Myanmar itu dilakukan secara swadaya.

Operasi penyelamatan itu dilakukan oleh kelompok warga sendiri dan mereka tidak memiliki peralatan yang dibutuhkan, terutama menyingkirkan reruntuhan bangunan demi menyelamatkan korban yang masih tertimbun.

“Kami telah mendekati bangunan yang runtuh, tetapi beberapa bangunan tetap tidak stabil saat kami bekerja,” katanya, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena masalah keamanan.

“Orang-orang masih terjebak di dalam bangunan, mereka tidak dapat mengeluarkan orang,” kata seorang penduduk lainnya yang juga memilih untuk anonim.

Butuh bantuan

Gempa yang termasuk dalam catatan gempa paling merusak di Myanmar itu sudah menyebabkan banyak bangunan, jembatan, dan jalanan di negara tersebut rusak juga hancur.

AFP menyebut kerusakan terbesar berada di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar yang dihuni lebih dari 1,7 juta orang, sekaligus yang paling dekat dengan episentrum gempa.

“Kami butuh bantuan,” kata Thar Aye, 68 tahun, warga Mandalay. “Kami tidak punya cukup bantuan.”

Kepala junta Min Aung Hlaing sebelumnya juga mengeluarkan seruan yang sangat langka, meminta bantuan internasional yang menunjukkan betapa parahnya bencana tersebut.

AFP menyebut, pemerintah militer sebelumnya telah menolak bantuan asing, bahkan setelah bencana alam besar.

Negara tersebut mengumumkan keadaan darurat di enam wilayah yang paling parah terkena dampak setelah gempa. Para petugas medis salah satu rumah sakit besar di ibu kota Naypyidaw bahkan terpaksa merawat korban gempa di udara terbuka.

Pencarian masih berlanjut
Para petugas penyelamat terus mencari para korban di bawah reruntuhan bangunan. Mereka berjibaku dengan waktu seiring para korban yang terjebak sudah tertindih lebih dari 24 jam.

Sejumlah korban berhasil ditemukan masih hidup, tapi banyak juga yang sudah meninggal dunia atau tak bisa ditemukan oleh petugas penyelamat.

Seperti yang terjadi dengan seorang perempuan di kawasan apartemen Sky Villa Condominium Mandalay, ia tak bisa menemukan putranya yang berusia 20 tahun yang bekerja di gedung tersebut.

“Kami belum dapat menemukannya. Saya hanya punya anak ini — saya merasa sangat sedih,” kata Min Min Khine, 56, seorang juru masak di gedung itu.

“Dia makan di ruang makan saya dan berpamitan. Kemudian dia pergi dan gempa bumi terjadi. Jika dia bersama saya, dia mungkin bisa lolos seperti saya,” katanya kepada AFP.

Korban bertambah

Mengutip CNN Indonesia, disebutkan gempa bumi yang terjadi di Myanmar pada Jumat (28/3) terus mendulang korban jiwa seiring dengan penyelamatan dan pencarian korban dilakukan oleh petugas.

Gempa Myanmar terjadi pada Jumat (28/3) dengan kekuatan magnitudo 7,7. Episentrum gempa terletak di regional Sagaing, sangat dekat dengan Mandalay.

Gempa tersebut terjadi di kedalaman dangkal, yakni 10 kilometer, tepatnya di atas sesar Sagaing yang merupakan sesar mendatar atau strike-slip.

Gempa itu menjadi yang terbesar di Myanmar semenjak 1912 dan getarannya terasa hingga ke Bangkok, Thailand, dan Yunan, di China. Selain itu, gempa ini menjadi yang paling mematikan dan paling merusak sejak Myanmar merdeka pada 1948.

Berikut sejumlah fakta terbaru gempa Myanmar:

Jumlah korban terbaru
Diberitakan AFP pada Minggu (30/3) dini hari, junta militer mengatakan jumlah korban gempa Myanmar hingga saat ini sudah mencapai 1.644 orang meninggal, lebih dari 3.400 orang terluka, dan setidaknya ada 139 yang dikonfirmasi masih hilang.

Angka tersebut melonjak nyaris 1.000 orang kurang dari 24 jam sejak diumumkan terakhir kali.

Terputusnya saluran komunikasi menyebabkan pemerintah militer Myanmar belum bisa melaporkan jumlah korban tewas secara pasti. Diperkirakan jumlah korban akan terus meningkat signifikan.

Setara 330 Bom Atom

Pakar geologi menilai gempa Myanmar yang terjadi pada Jumat (28/3) melepaskan energi yang sangat besar. Bahkan, energinya setara dengan ledakan 334 bom atom.

Geolog Jess Phoenix mengatakan kepada CNN bahwa gempa susulan akan sangat mungkin terus bermunculan setelah guncangan utama bermagnitudo 7,7 yang terjadi kemarin di kawasan Sagaing.

“Kekuatan yang dilepaskan oleh gempa seperti ini setara dengan 334 bom atom,” kata Jess Phoenix.

Geolog dan vulkanolog lulusan California State University Los Angeles tersebut juga mengatakan gempa susulan akan sangat mungkin terus muncul hingga beberapa bulan mendatang.

Hal itu lantaran lempeng tektonik India terus menabrak lempeng Eurasia yang berada di bawah Myanmar. Hal tersebut senada seperti yang diucap pakar gempa bumi Joanna Faure dari University College London sebelumnya.

Sagaing sendiri sudah dilanda beberapa gempa dalam beberapa tahun terakhir. Gempa besar terakhir kali terjadi pada 2012 sebesar 6,8 magnitudo dan menewaskan setidaknya 26 orang dengan puluhan orang cedera.

SIMAK JUGA :  Militer Myanmar Serbu Markas Aung San Suu Kyi

Namun pakar gempa di UCL, Bill McGuire, menyebut gempa yang terjadi pada 28 Maret 2025 adalah “mungkin yang terbesar” yang melanda Myanmar dalam 75 tahun terakhir.

Phoenix menilai kerusakan juga akan makin parah bila perang saudara yang terjadi selama beberapa tahun terakhir di Myanmar akibat kudeta militer masih terus berlangsung.

“Apa yang biasanya merupakan situasi sulit menjadi hampir mustahil,” kata Phoenix.

Gempa Myanmar terjadi pada Jumat (28/3) dengan kekuatan magnitudo 7,7. Episentrum gempa terletak di regional Sagaing, sangat dekat dengan Mandalay.

Gempa tersebut terjadi di kedalaman dangkal, yakni 10 kilometer, tepatnya di atas sesar Sagaing yang merupakan sesar mendatar atau strike-slip.

Gempa itu menjadi yang terbesar di Myanmar semenjak 1912 dan getarannya terasa hingga ke Bangkok, Thailand, dan Yunan, di China. Selain itu, gempa ini menjadi yang paling mematikan dan paling merusak sejak Myanmar merdeka pada 1948.

Hingga Sabtu (29/4) siang jelang sore, korban jiwa akibat gempa Myanmar tercatat sudah 1.002 orang. Namun USGS memprediksi korban jiwa gempa Myanmar bisa terus bertambah hingga tembus 10 ribu.

Korban di Thailand Juga Bertambah

Sementara itu di Thailand, dilaporkan sebanyak 10 orang tewas. Menurut laporan CNN per Sabtu (29/3), pihak berwenang Thailand menduga lebih dari 100 orang terjebak di bawah reruntuhan gedung yang sedang dibangun.

Saat gempa terjadi, salah satu gedung yang dibangun untuk kantor pemerintah ambruk. Para pejabat mengatakan terdapat puluhan orang yang terjebak di sana.

Ribuan bangunan rusak
Gempa di Myanmar itu juga menyebabkan lebih dari 2.000 laporan kerusakan struktural terjadi di gedung-gedung di Bangkok, Thailand. Atas laporan itu, pemerintah Thailand merencanakan inspeksi 700 bangunan.

“Keretakan bangunan tersebut terutama dilaporkan terjadi di pusat kota, tempat gedung-gedung tinggi terkonsentrasi. Keselamatan adalah prioritas kami,” kata Gubernur Bangkok, Chadchart Sittipunt seperti diberitakan AFP.

“Meskipun satu bangunan yang sedang dibangun runtuh, tidak ada bangunan yang telah selesai dibangun, yang mengalami kehancuran imbas gempa,” imbuh dia.

Di tempat lain di Mandalay, Myanmar, puluhan orang bersiap untuk tidur di jalan, lebih memilih tidur di tempat terbuka daripada mengambil risiko di gedung-gedung yang rusak akibat gempa.

Korban diduga terjebak
Petugas penyelamat mendeteksi ‘tanda-tanda vital’ dari 15 orang yang masih terjebak di reruntuhan gedung yang runtuh di Bangkok.

Gubernur Bangkok Chadchart Sittipunt mengatakan petugas penyelamat sudah mendeteksi ‘tanda-tanda vital’ dari warga yang terjebat di reruntuhan gedung. Oleh karena itu, sambungnya, pencarian terus dilakukan.

“Tidak ada penundaan, tidak ada pemberhentian – setiap detik sangat berarti dalam menyelamatkan nyawa,” kata Sittipunt seperti dilansir dari CNN.

Pasokan Medis Kurang

Badan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyatakan kondisi kekurangan pasokan medis yang parah menghambat upaya untuk menanggulangi dampak gempa bumi Myanmar.

Korban gempa Myanmar dilaporkan membutuhkan bantuan kemanusiaan yang mendesak. OCHA menyebut rumah sakit dan fasilitas kesehatan di Myanmar mengalami kerusakan parah dan hancur.

OCHA juga mengatakan pihaknya sedang memobilisasi upaya tanggap darurat, bersama dengan organisasi mitra kemanusiaan.

“Seiring dengan skala penuh bencana yang terjadi, bantuan kemanusiaan yang mendesak diperlukan untuk mendukung mereka yang terkena dampak,” kata OCHA seperti diberitakan AFP, Minggu (30/3).

“Kekurangan pasokan medis yang parah menghambat upaya tanggapan, termasuk peralatan trauma, kantong darah, anestesi, alat bantu, obat-obatan penting, dan tenda untuk petugas kesehatan,” imbuh OCHA.

“Gangguan telekomunikasi dan internet terus menghambat komunikasi dan operasi kemanusiaan. Jalan yang rusak dan puing-puing menghalangi akses kemanusiaan dan mempersulit penilaian kebutuhan,” ujar OCHA.

OCHA mengatakan upaya koordinasi tengah dilakukan untuk menilai kebutuhan cepat dan meningkatkan respons darurat.

“Gempa bumi menyebabkan kerusakan rumah yang meluas dan kerusakan parah pada infrastruktur penting. Ribuan orang menghabiskan malam di jalan atau ruang terbuka karena kerusakan dan kehancuran rumah, atau takut akan gempa susulan,” kata OCHA.

OCHA melaporkan di Myanmar bagian tengah dan barat laut, rumah sakit di Mandalay, Magway, dan ibu kota Naypyidaw berjuang untuk menangani masuknya korban luka.

“Di bagian selatan negara bagian Shan, beberapa kota telah terkena dampak, dengan pakaian, selimut, tempat penampungan darurat, dan bantuan makanan yang dibutuhkan segera,” kata OCHA.

Badan tersebut mengatakan konvoi 17 truk kargo dari China yang membawa tempat penampungan dan perlengkapan medis diperkirakan akan tiba pada Minggu (30/3).

Sementara itu, WHO mengatakan telah mengirimkan hampir tiga ton perlengkapan medis, termasuk peralatan trauma dan tenda serbaguna, dari gudang daruratnya di Yangon ke rumah sakit di Mandalay dan Naypyidaw yang merawat ribuan korban luka akibat gempa.

Sekretaris jenderal Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) Jagan Chapagain mengatakan tim Palang Merah di Myanmar berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan korban.

Mereka juga menyediakan perawatan pra-rumah sakit, dan mendistribusikan bahan-bahan tempat penampungan darurat.

Dalam sebuah video dari Yangon, Marie Manrique, penjabat kepala delegasi IFRC di Myanmar, mengatakan jumlah korban tewas dan cedera terus meningkat.

“Kami memang memiliki beberapa kisah yang menggembirakan tentang penemuan orang-orang… Namun, kisah-kisah sedih akan terus berdatangan,” katanya.

Sementara itu hingga Minggu (30/3), junta militer mengatakan jumlah korban gempa Myanmar hingga saat ini sudah mencapai 1.644 orang meninggal, lebih dari 3.400 orang terluka, dan setidaknya ada 139 yang dikonfirmasi masih hilang. (*)

Dari berbagai sumber
Awaluddin Awe
awal.batam@gmail.com