Dua Anggota DPR RI Hadiri Acara Mengenang Perjuangan Politik Tan Malaka di Kediri

  • Bagikan

KEDIRI, harianindonesia.id – Dua Anggota DPR RI KH An’im Falahuddin Mahrus (PKB) dan Khatibul Umam Wiranu (Demokrat) tampil dalam Dialog Kebangsaan VII Tan Malaka Institute yang digelar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri, Kamis (9 November 2017).

Dialog Kebangsaan membahas Perjalanan Politik Pahlawan Kemerdekaan Nasional Tan Malaka periode 1945 – 1949 dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November.

Pembicara lainnya adalah Profesor Zulhasril Nasir Guru Besar Universitas Indonesia dan mantan wartawan Tempo Dwijo Utomo Maksum. Dialog kebangsaan yang dihadiri ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Jawa Timur itu dimoderatori Ben Ibratama Tanur Pemimpin Redaksi Media Online harianindonesia.id.

Menurut Khatibul Umam Wiranu, Tan Malaka adalah salah satu pendiri Republik Indonesia. Namun perjalanan politik nya sering disalahpahami oleh mereka yang tidak paham sejarah. Orang yang tidak paham sejarah itu, kata Anggota Komisi VIII DPR itu membuat stigma-stigma negatif tentang Tan Malaka.

“Padahal faktanya tidak demikian. Misalnya tentang tuduhan Tan Malaka PKI, padahal Tan dimusuhi PKI. Ada yang mengatakan Tan Komunis padahal Komunis Rusia memburu Tan Malaka untuk dihabisi,” ujar Umam yang juga Direktur Eksekutif Tan Malaka Institute itu.

Menurutut Umam, Tan Malaka adalah seorang tokoh nasionalis garis keras. “Saking kerasnya Tan Malaka bertentangan dengan Pemerintah Soekarno dan Sjahrir yang memilih politik berunding (kompromi) den Belanda waktu. Tan Malaka dengan tegas menantang politik itu. Sampai-sampai Tan Malaka mengatakan, tuan rumah (Indonesia) tak akan pernah mau berunding dengan maling (Belanda) di atas rumah sendiri. Sebelum Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan meninggalkan laut dan pantai Indonesia.”

Bukan hanya seorang pecinta Tanah Air, Tan Malaka adalah konseptor yang menjadi kan Indonesia berbentuk Republik. “Sampai seorang Mister Muhammad Yamin memberi Tan Malaka gelar Bapak Republik Indonesia. Karena Tan Malaka yang pertama kali menulis brosur Indonesia merdeka kelak berbentuk Republik. Itu ditulis Tan Malaka 20 tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan Soekarno-Hatta dibacakan 17 Agustus 1945.

Dan yang paling penting lagi Tan Malaka adalah seorang yang sangat membela Islam. Tan Malaka, kata Umam siap dimusuhi tokoh-tokoh komunis dunia Stalin karena membela Islam. “Waktu itu kan Komunis tak suka dengan Islam. Dan sikap Komunis ini dilawan oleh Tan Malaka,” Umam menjelaskan.

SIMAK JUGA :  Ma'ruf Amin Siap Lepas Sarung

Umam juga menjelaskan bagaimana dekatnya hubungan Tan Malaka dengan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) seperti KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahid Hasyim (ayah Gus Dur). Saat terjadi pertempuran hebat di Surabaya November 1945 Tan Malaka sempat ketemu KH Hasyim Asy’ari di Mojokerto untuk mengatur perlawanan menghadapi Sekutu.

Tan Malaka juga dekat dengan Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman. “Sampai-sampai Jenderal Sudirman mengatakan lebih baik di bom atom jika Merdeka tidak 100 %. Itu pidato waktu Pak Dirman menghadiri Kongres Persatuan Perjuangan Januari 1946 di Purwokerto yang digagas Tan Malaka,” kata Umam.

Karena itu anggota DPR ini meminta agar perjuangan Tan Malaka dalam mendirikan Republik Indonesia dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional. ” Dan tolong dicatat Tan Malaka adalah Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Kepres nya di tandatangani Presiden Soekarno. Kepres Nomor 53 tahun 1963,” kata Umam Wiranu.

Sementara itu Profesor Zulhasril Nasir lebih menyoroti Tan Malaka sebagai seorang putra Minangkabau yang hafiz Al Qur’an dan paham dengan adat istiadat Minangkabau yang bersendikan agama Islam dan Al Qur’an.

“Tan Malaka itu tokoh besar yang melampaui zamannya. Seorang pejuang dan pahlawan Indonesia yang sangat menakutkan penjajah waktu itu. Banyak negara imperialis yang memburu Tan Malaka untuk ditangkap dan dibunuh karena mengancam kelangsungan kolonialisme di Indonesia dan Asia,” kata Guru Besar Universitas Indonesia ini.

Mantan wartawan Tempo Dwijo Utomo Maksum lebih menyoroti keengganan generasi muda saat ini mempelajari sejarah bangsa Indonesia dan tokoh-tokoh yang berjuang mendirikan negara Indonesia.

“Ini masalah serius. Dan kita harus mendorong anak-anak muda kita untuk mempelajari sejarah bangsanya dan tokoh-tokoh yang mendirikan Republik Indonesia. Agar timbul rasa cinta Tanah Air, terbangun rasa nasionalisme dan pada akhirnya dia akan bangga dengan negaranya,” kata wartawan senior yang banyak menulis literatur tentang Tan Malaka.

Acara dialog kebangsaan ini dilanjutkan dengan Menziarahi makam Tan Malaka yang berada di sebuah lembah berbukit di Desa Selopanggung Kediri. Pada 21 Februari 1949 Tan Malaka terbunuh waktu memimy perang gerilya. Ratusan mahasiswa dan narasumber berdoa dan mengheningkan cipta di makam Tan Malaka itu. Sebagian mahasiswa ada yang terharu hingga meneteskan air mata.

Hasan Azhari

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *