Apa Kabar Kasus Dugaan Jual Beli Kuota Haji 2024? Era Yaqut: Manipulasi Data hingga Laporan ke KPK

Harianindonesia.id – Jakarta, Memasuki musim ibadah haji 2025, Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan kuota haji reguler sebanyak 203.320 orang. Keputusan ini diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 1996 Tahun 2024 yang mengatur kuota haji reguler.

Kuota tersebut dibagi menjadi beberapa kelompok, meliputi 190.897 orang untuk jamaah haji reguler tahun berjalan, 10.166 orang untuk jamaah haji lanjut usia, 685 orang untuk pembimbing dari kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah, serta 1.527 orang untuk petugas haji daerah.

Namun, penetapan kuota haji ini kembali memunculkan sorotan terkait dugaan jual beli kuota haji di era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Dugaan ini pertama kali mencuat dari temuan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR yang dibentuk untuk mengevaluasi penyelenggaraan haji 1445 Hijriah.

Anggota Pansus Haji DPR, Wisnu Wijaya, mengungkapkan bahwa Kemenag diduga melanggar ketentuan pembagian kuota haji tahun 2024. Pansus menemukan Kemenag membagi kuota tambahan sebanyak 20.000 menjadi masing-masing 10.000 untuk haji reguler dan haji khusus, meski aturan menetapkan kuota jemaah haji khusus hanya boleh sebesar 8 persen dari total kuota.

Selain itu, Pansus menemukan 3.500 kuota tanpa masa tunggu dan adanya dugaan manipulasi data pada Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat). “Ada jadwal keberangkatan jemaah yang dimajukan atau diundur, menimbulkan kecurigaan adanya transaksi di luar prosedur resmi,” ujar Wisnu.

Wisnu juga mencurigai praktik jual beli kuota pemberangkatan ibadah haji. Menurutnya, terdapat jemaah jalur khusus yang diminta membayar hingga Rp 300 juta, jauh di atas biaya resmi sekitar Rp 160 juta. “Celah ini bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu tanpa pengawasan yang memadai,” tambahnya.

Temuan tersebut mendorong laporan terhadap Yaqut Cholil Qoumas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koordinator Amalan Rakyat, Raffi Maulana, menyebut Yaqut diduga menyalahgunakan wewenang dengan mengalihkan kuota haji reguler ke haji khusus sebesar 50 persen secara sepihak. Hal ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

SIMAK JUGA :  Pikap Tabrak Truk Tengki dan Terbakar di Trans Kalimantan

Pansus juga menemukan bahwa proposal penambahan kuota haji tambahan tidak berasal dari Arab Saudi, melainkan dari Kemenag sendiri. Hal ini dianggap melanggar aturan yang berlaku dan memicu ketidakpastian dalam proses pelaksanaan ibadah haji.

Meskipun kasus ini telah dilaporkan, hingga kini belum ada kejelasan mengenai kelanjutan investigasi terkait dugaan penyelewengan tersebut. Publik masih menanti langkah tegas dari pihak berwenang untuk memastikan penyelenggaraan haji berjalan transparan dan adil.

Source:Repelita