Ahli Sejarah: Mengapa Soeharto tak Diculik PKI?

  • Bagikan

Jenderal Abdul Haris Nasution dan Mayor Jenderal Soeharto berdoa di depan peti jenazah almarhum Jenderal Sutojo Siswomihardjo dan enam rekannya yang gugur dalam Peristiwa 1 Oktober 1965. Pagi 5 Oktober 1965, hari ulang tahun Angkatan Bersenjata yang biasanya gilang-gemilang, saat itu kelabu, demikian kata-kata pengantar Jenderal Nasution. Tujuh peti jenasah berangkat beriringan dari Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Adegan dalam foto ini muncul dalam film Pengkhianatan G 30 S/PKI dalam bentuk dokumentasi aslinya. (Foto: koleksi pribadi Nani Nurrachman Sutojo, dimuat dalam buku Kenangan tak Terucap, Saya, Ayah dan Tragedi 1965 terbitan Penerbit Buku Kompas, 2013). (Koleksi pribadi Nani Nurrachman Sutojo)

Jakarta – Sejarah mencatat, enam jenderal serta satu perwira pertama TNI AD menjadi korban peristiwa G30S/PKI pada 1965. Namun, lembaran sejarah kelam bangsa Indonesia hingga kini masih menyisakan misteri mengapa Panglima Kostrad saat itu, Soeharto tidak diculik dan dibunuh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sejarawan Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso mengaku, masalah ini juga jadi pertanyaan para ahli sejarah dan butuh banyak bukti dan riset mendalam untuk memberikan kesimpulan.

“Saya kira itu pertanyaan dari para ahli sejarah yang meneliti kenapa Pak Soeharto tidak ditangkap dan diculik kalau memang tujuannya untuk kudeta,” kata Bondan saat dihubungi Republika, Kamis (30/9).

Bondan menambahkan, kalau niat PKI adalah kudeta, maka logikanya yang harusnya diculik adalah perwira yang memegang pasukan. Namun, dia melanjutkan, faktanya yang diculik dan dibunuh oleh anggota partai itu tidak mengendalikan pasukan, kecuali Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal AH Nasution.

Sementara, yang lainnya kebanyakan perwira staf di markas besar Angkatan Darat, tidak membawahi pasukan secara langsung. Adapun, perwira yang membawahi pasukan, seperti Panglima Kostrad Soeharto dan Pangdam Jaya Umar Wirahadikusumah justru tidak menjadi korban PKI.

SIMAK JUGA :  TPN Gelar Hajatan Rakyat di GBK, Dihadiri 240 Ribu Massa, Andi Gani : Kami Dipersulit Pakai Bus dan Massa Ancam Naik Sepeda Motor

“Tetapi yang paling mencolok adalah Soeharto karena dia Pangkostrad saat itu yang ada di Jakarta yang sedang menunggu anaknya yang sakit di rumah sakit tanpa pelindung. Artinya dia siap kok malah tidak diculik,” ujarnya.

Padahal, dia melanjutkan, Soeharto adalah Panglima Kostrad saat itu dan memiliki tentara yang dibawahi. Sedangkan tujuh orang jenderal dan perwira yang diculik pada 30 September 1965 perannya kurang strategis, kurang berbahaya karena tidak memiliki pasukan.

“Ini maknanya apa? Apakah terjadi kudeta? Karena seharusnya semua yang punya pasukan diculik. Kecuali terjadi sebuah konflik di tubuh internal Angkatan Darat yang menyebabkan jenderal disingkirkan,” ujarnya.

Belum jelasnya bukti hingga saat ini membuat misteri itu menjadi pertanyaan di kalangan sejarawan. Bondan pun ikut mempertanyakan persoalan itu sampai hari ini.

Menurutnya, perlu riset yang mendalam dan harus ada sumber bukti yang bisa ditemukan. Karena, untuk menyimpulkan berdasarkan data yang ada saat ini belum terlalu kuat sehingga belum ada kesimpulan akhir. Kedepannya, ia tidak menutup kemungkinan misteri ini bisa terjawab kalau ada bukti.

“Tetapi bisa juga tidak terpecahkan,” katanya.

Tak hanya peristiwa sejarah G 30S/PKI, dikutip dari Republika ia menyebutkan kejadian Supersemar, peristiwa Tanjung Priuk, lepasnya Timor-Timur belum juga belum tuntas terjawab. Bondan menambahkan, jika dicari penjelasan dan siapa yang bertanggung jawab maka itu sulit dijawab peristiwa-peristiwa sejarah itu sampai hari ini. /rif

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *