Pemkab Solsel, Pembatalan CPNS drg Romi Sudah Cukup Kajian

  • Bagikan

Sekda Yulian Efi didampingi Asisten 1, Kabag Hukum, Kabag Humas dan Kabid PPA BKSDM Solsel saat memberikan keterangan pembatalan drg Romi sebagai CPNS di ruangannya (IST)

Solok Selatan, harianindonesia.id – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terus mendesak agar Pemkab Solok Selatan (Solsel) segera mengangkat drg. Romi Syofpa Ismael sebagai CPNS di Puskesmas Talunan. Di sisi lain, Pemkab Solsel tetap bersikukuh bahwa pembatalan pengangkatan drg. Romi telah sesuai kajian teknis dan yuridis, dan mempersilakan dokter gigi penyandang disabilitas itu mengajukan gugatan di pengadilan.

“Keputusan itu diambil setelah konsultasi dengan Kemen-PAN RB, BKN, serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sudah melalui berbagai pertimbangan dan rapat-rapat yang cukup panjang antara Panselda dan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) Solsel,” ucap Kabag Hukum Sekdakab Solsel, Akmal Hamdi, saat pertemuan bersama Panselda CPNS 2018 Solsel, di ruang kerja Sekda Solsel, Selasa (23/7).

Oleh karena itu, sambung Akmal, perlu diambil sikap dengan segala pertimbangan serta meminimalisir resiko, maka dilakukan pengumuman pembatalan sesuai ketentuan persyaratan. “Rekomendasi dari KemenPAN dasar yang menguatkan pertimbangan untuk mengeluarkan pengumuman itu. Baik seacara hukum, maupun hasil konsultasi lainnya,” ucapnya lagi.

Sementara itu, terkait upaya hukum yang akan ditempuh oleh drg. Romi Syofpa Ismael, Akmal menilai hal itu adalah cara yang elok, karena memang begitulah jalur yang disediakan oleh pemerintah, khususnya untuk objek Tata Usaha Negara. “Kami rasa itu hak setiap warga negara. Pemkab Solsel sebagai bagian dari pelayanan publik juga siap jika dilakukan gugatan di pengadilan,” sebutnya.

Di sisi lain, Kepala Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Aparatur (Kabid PPA) BKPSDM Solsel, Admi Zulkhairi menyatakan, untuk peserta dengan formasi umum harus memenuhi syarat, sehat jasmani dan rohani. Oleh karena itu, peserta penyandang disabilitas membutuhkan surat keterangan dokter mengenai penyakitnya. Ia juga mengatakan, hasil konsultasi dengan Kemen-PAN RB disarankan ke Kementerian Kesehatan.

Kemudian, atas rekomendasi Kemenkes, diperoleh empat poin yaitu: Pertama, kelulusan drg. Romi dapat dibatalkan karena tidak memenuhi persyaratan umum CPNS yaitu sehat jasmani sesuai hasil tes kesehatan (sehat dengan catatan kelemahan otot tungkai kaki). Kedua, pembatalan kelulusan dokter Romi harus diumumkan dan berkas lamaran dikembalikan pada yang bersangkutan.

Ketiga, Bupati Solsel selaku PPK dapat melanjutkan proses kelulusan drg. Romi Syofpa Ismael jika kelemahan yang diderita dianggap tidak mengurangi kinerja sebagai seorang dokter gigi. Keempat, keputusan mengenai pembatalan kelulusan CPNS dokter Romi diserahkan pada Bupati Solsel selaku user (pengguna) dan PPK Pemerintah Solsel.

Poin tersebut sebut Admi, ditandatangani oleh Kepala Badan PPSDM Kesehatan, Usman Sumantri pada 25 Februari 2019. “Dari hasil itu, tim Panselda melakukan beberapa kali rapat yang akhirnya, kesimpulan tim adalah membatalkan kelulusan CPNS dokter Romi. Sebelum ditandatangani, dilakukan lagi konsultasi dan sampai rapat final. Kami tidak mengenal siapa cadangan yang nilainya berada di bawah nilai dokter Romi itu,” ujar Admi lagi.

Sementara itu, Sekdakab Solsel, Yulian Efi mengatakan, saat pengumuman seleksi CPNSD Solsel 2018, disajikan empat formasi, yakni Umum, Disabilitas, Honorer K2, dan jalur Cumlaude. Di mana, tahapan berlangsung melalui sistem online yang terhubung dengan jaringan pusat. “Nah, dokter Romi masuk pada formasi umum, bukan formasi disabilitas,” kata Sekda.

Menurutnya, setelah melewati proses mulai administrasi hingga pengumuman nilai, ternyata, tidak ada peserta CPNS yang memenuhi passing grade sehingga sesuai petunjuk Kemen-PAN RB, dilakukan penurunan passing grade. “Lalu, proses berjalan hingga tes akhir, yakni tes kesehatan jasmani rohani. Dalam tahap inilah, dokter Romi dinyatakan sehat dengan catatan lemah dua tungkai kaki, dan sudah berlangsung sekitar 2,5 tahun,” ucapnya.

Dalam proses itu, imbuhnya lagi, dilakukan konsultasi ke Kemen-PAN RB dan Kemenkes. “Selanjutnya, dilakukan rapat-rapat Panselda dan PPK hingga didapat keputusan pembatalan itu,” tuturnya.

SIMAK JUGA :  Pernyataan Walikota Payakumbuh Tentang "Penista" Dianggap Tidak Beralasan

Sebelumnya, sejumlah LSM mendesak agar Pemda Solsel memenuhi hak kelulusan CPNS drg. Romi. Sejumlah LSM itu antara lain, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Padang, Pertuni Kota Padang, Gerkatin Sumbar, Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah Sumatera Barat, WCC Nurani Perempuan, Mahasiswa PLB Universitas Negeri Padang, dan LBH Padang.

LSM tersebut mengungkapkan bahwa drg. Romi Syofpa Ismael adalah dokter gigi dan perempuan penyandang disabilitas yang menggunakan alat bantu kursi roda dalam menjalankan aktivitasnya. Sejak 2015 lalu, drg Romi mengabdi sebagai PTT/honorer dokter gigi di Puskesmas Talunan yang merupakan salah satu wilayah terpencil di Solsel.

Kemudian, pada Juli 2016, pascaoperasi sesar melahirkan putri keduanya, drg. Romi menderita kelemahan pada otot tungkai bawah. Setelah berobat selama tiga bulan, ia kembali memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Talunan dengan menggunakan kursi roda.

Lalu pada 2018, drg. Romi mengikuti tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) dengan mengambil formasi dokter gigi di Puskesmas Talunan yang hanya tersedia untuk satu orang. Setelah mengikuti ujian, Pemda Solok Selatan mengumumkan drg. Romi sebagai peserta yang lulus dan diminta untuk memenuhi kelengkapan administrasi.

Dalam proses pemenuhan kelengkapan administrasi, drg. Romi mendapatkan tantangan di mana kondisinya yang menggunakan kursi roda mesti melakukan uji coba pelayanan di rumah sakit. Setelah itu, dokter mengeluarkan surat keterangan yang mengatakan kondisi fisik drg. Romi sehat dengan catatan ada kelemahan di otot tungkai bawah serta memberikan saran agar memperoleh pendapat dari ahli okupasi.

Setelah itu, drg. Romi mendatangi RSUP M. Djamil Padang untuk mendapatkan rekomendasi dari ahli rehabilitasi medik dan kemudian ahli okupasi di Pekanbaru yang mengatakan kondisi disabilitasnya tidak mengganggu pada pekerjaan sebagai dokter gigi. Setelah itu, drg. Romi memberikan kelengkapan syarat administrasi yang diterima oleh Pemda Solok Selatan.

Namun tiba-tiba, drg. Romi menerima pengumuman bahwa kelulusan CPNS dirinya dibatalkan oleh Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria, pada 18 Maret 2019, dengan alasan mengundurkan diri dan/atau tidak memenuhi persyaratan tertentu, sehingga berkas yang sudah dilengkapi tidak dikirimkan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan nomor induk kepegawaian (NIK).

Atas kasus tersebut, drg. Romi mendapatkan dukungan dari berbagai pihak terutama Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Wilayah Sumbar. PDGI mengirimkan surat dan bertemu langsung dengan Pemda Solok Selatan yang menerangkan bahwa dalam menjalankan aktivitasnya, seorang dokter gigi memang dalam kondisi duduk dan tidak ada halangan bagi drg. Romi menjadi dokter gigi karena sudah teruji sejak 2016.

Di dalam konsil kedokteran, seorang dokter/dokter gigi bisa saja dalam kondisi disabilitas, dengan catatan khusus untuk dokter gigi tidak ada gangguan pada tubuh ekstrimitas atas yakni kedua tangan beserta jari, mata dan juga otak. Namun, Pemda Solok Selatan tetap bersikukuh membatalkan kelulusan drg. Romi hanya karena kondisi disabilitasnya.

“Atas kasus ini, kami dari peserta aksi menuntut Pemda Solok Selatan untuk mengangkat drg. Romi Syofpa Ismael sebagai CPNS di Puskesmas Talunan karena dia telah lulus tes CPNS di Pemda Solok Selatan Tahun 2018. Kami juga minta agar Pemda Solsel untuk mengarusutamakan penyelanggaraan negara yang melindungi hak-hak disabilitas dan mencegah terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap disabilitas di lingkungan Pemda Solok Selatan di kemudian hari,” ucap Ketua PPDI Padang, Direktur LBH Padang, serta Ketua KPI Sumbar

Kemudian, LSM tersebut juga meminta Gubernur/Pemprov Sumbar untuk bersungguh-sungguh mengimplementasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di semua wilayah provinsi Sumatera Barat. Selain itu, Kepala Daerah se-Sumbar diminta lebih serius mewujudkan kabupaten/kota yang inklusif bagi disabilitas, dan masyarakat diminta menghapus segala stigma dan tindakan diskriminatif terhadap disabilitas dalam hal apapun.(zaki)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *