Puncak Gunung Es Kasus Harun Masiku

  • Bagikan

Harun Masiku

Jakarta, Harian Indonesia ID Kasus dugaan suap penetapan pergantian antar waktu (PDIP), Harun Masiku, disinyalir hanya sebagai puncak gunung es. Sejumlah pihak menduga ada banyak kasus lain yang serupa namun tak terdeteksi oleh publik.

Beberapa waktu lalu, partai banteng yang berkantor di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, itu diterpa masalah kembali. Elite partainya dilaporkan kader ke Bareskrim Polri atas tuduhan pemerasan.

Adalah anggota DPRD terpilih Kabupaten Kampar, Riau, dari PDIP Morlan Simanjuntak yang melaporkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ke Bareskrim Polri.

Morlan mengklaim dipecat dari PDIP lantaran difitnah telah melakukan pidana Pemilu berupa politik uang. Padahal, merujuk pada surat dari Bawaslu Kabupaten Kampar tertanggal 29 Januari 2020, ia telah dinyatakan tak pernah melakukan tindak pidana Pemilu atau politik uang sebagaimana yang disebutkan.

Kuasa hukum Morlan Simanjuntak, Kamarudin Simanjuntak menjelaskan kliennya justru dimintai sejumlah uang oleh Hasto. Ia menyebut Morlan menyanggupi permintaan itu dengan catatan uang diberikan usai dirinya mendapat gaji pertama selaku anggota DPRD Kabupaten Kampar.

“Rupanya jawaban akan membayar setelah gajian itu tidak disuka oleh kesekjenan. Maka keluarlah surat pertama menunda pelantikannya dari Yasonna Laoly selaku Menteri dan juga selaku Ketua DPP Hukum dan HAM PDIP,” kata dia.

Koordinator Divisi Politik ICW, Donal Fariz, menilai pemecatan kader dan pergantian antar waktu menjadi fenomena yang sedang tren dalam demokrasi Indonesia. Dua hal tersebut, kata dia, menjadi celah atau ruang korupsi di sektor politik.

Donal mengatakan Hasto selaku Sekretaris Jenderal (Sekjen) memiliki pengaruh besar dalam menentukan posisi kader di suatu lembaga negara. Ia menuturkan terdapat dua peran yang kemungkinan besar diperankan oleh Hasto dalam kapasitasnya sebagai Sekjen.

“Satu, dia aktif melakukan pergantian antar waktu karena kepentingan politik dia sendiri atau partai, kemudian yang kedua dia paling tidak berada di posisi mengetahui, turut menandatangani,” kata Donal kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/2).

Donal mafhum semua tidak bisa digeneralisasi menjadi tugas Sekjen semata. Namun, ia tidak memungkiri jika ada Sekjen yang aktif untuk melakukan pergantian antar waktu atas motivasi tertentu mulai dari politik, uang, dan sebagainya.

Ia tidak secara gamblang menyatakan apakah Hasto termasuk ke dalam bagian itu atau bukan. Hanya saja ia berujar bahwa peristiwa tersebut memperlihatkan kuatnya oligarki partai.

“Kontrol peraturan perundang-undangan kemudian diabaikan, aturan diabaikan, padahal UU jelas menyebutkan anggota DPR terpilih berdasarkan suara terbanyak. Tapi suara terbanyak itu kadang-kadang sering diabaikan oleh partai dengan berbagai macam cara,” kata dia.

SIMAK JUGA :  Presiden Ukrania Serukan Rakyatnya Melawan Rusia

Senada dengan Donal, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai pengakuan Morlan yang menyatakan ada permintaan uang oleh Hasto menunjukkan oligarki partai. Hal itu, simpul dia, akan berimplikasi terhadap kerusakan sistem politik, sistem kepartaian dan sistem rekruitmen pimpinan negara dan pejabat publik.

“Ini korupsi politik yang menyebabkan masifnya money politic dan korupsi para pejabat publik,” ucap Fickar melalui pesan tertulis.

Hadar Nafis Gumay, eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), menduga cukup banyak kasus PAW dan pemecatan kader yang dilatarbelakangi ‘uang’. Hanya saja ia tidak bisa menyampaikan angka persisnya.

“Yang biasanya terjadi pemberhentian terkait proses PAW. Artinya pemberhentian anggota dewan, caleg terpilih yang sudah dilantik menjadi/ bertugas sebagai anggota dewan. Kalau pemberhentian dan pergantian caleg terpilih sebelum dilantik, perkiraan saya baru terjadi pada pemilu 2019 ini,” kata Hadar menjelaskan perbedaan situasi yang dialaminya.

Teruntuk Harun dan Morlan, kata Hadar, sudah barang tentu terdapat peran pimpinan partai dalam hal ini Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto.

“Di parpol melibatkan elit pengurus, dugaan saya iya. Karena surat formil pemberhentian ditandatangani oleh pimpinan parpol,” imbuh dia.

“Standarnya Pimpinan (Ketum/ Ketua dan Sekjen),” jawabnya ketika ditegaskan kembali nama Hasto dalam kasus PAW Harun Masiku dan pemecatan kader Morlan Simanjuntak.

Hasto sendiri telah mengakui ada tanda tangan dirinya dalam surat permohonan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas.

Permohonan PAW dari PDIP ini diwarnai suap membuat Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka.

“Kalau tanda tangannya betul. Karena itu sudah dilakukan secara legal,” kata Hasto di Arena Rakernas PDIP, JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (12/1).

Nama Hasto termasuk ke dalam dalil permohonan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. MAKI menggugat KPK agar segera menetapkan Hasto– dan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru kasus PAW anggota DPR 2019-2024.

Sidang praperadilan ini masih berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda pembuktian pemohon, Rabu (12/2) ***

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *