WNI Eks ISIS, Haruskah Mereka Pulang?

  • Bagikan

Oleh : DR. M. Kapitra Ampera, SH.,MH

Paska jatuhnya milisi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) Maret 2019 yang lalu, Otoritas Kurdi yang selama ini mengurus pengungsi eks ISIS mendesak dunia internasional untuk memulangkan warganya ke negara asal. Diperkirakan sebanyak ± 600 Orang Warga Negara Indonesia yang berada dalam tahanan maupun pengungsian,  diwacanakan untuk dipulangkan kembali ke Indonesia, yang tentunya menimbulkan pro dan kontra baik di pemerintahan maupun masyarakat umum. 

Saat ini pemerintah berjanji akan membahas hal ini dengan berbagai pertimbangan sebelum nantinya pada bulan Juni 2020, Presiden Joko Widodo akan menyatakan sikap pemerintah terkait dipulangkan atau tidaknya WNI Eks ISIS.

Berbagai aspek perlu dikaji dan dipertimbangkan secara maksimal. Disatu sisi, perlindungan terhadap setiap warga negara adalah suatu kewajiban bagi negara sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, namun disisi lain memulangkan eks ISIS yang memiliki ideologi yang bertentangan dengan pancasila berpotensi membahayakan keselamatan dan keamanan bangsa, sementara pemerintah saat ini sedang fokus pada bahaya radikalisme yang anti terhadap pancasila.

Negara pada dasarnya harus mengayomi dan melindungi seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Keberadaan WNI eks ISIS yang kini berharap akan dipulangkan ke tanah air, ibarat “anak yang jika berbuat nakal, harus tetap pulang dan diberi hukuman oleh orang tuanya”. Begitulah hakekat negara, melindungi namun tegas dengan hukum apabila berbuat salah. Oleh karenanya, pemerintah harus tetap memulangkan WNI Eks Simpatisan ISIS, dengan syarat tertentu.

Permasalahan sebagian WNI yang tergabung dalam simpatisan ISIS, mereka telah membakar pasport Indonesia, yang artinya tidak lagi mengakui sebagai rakyat Indonesia. Namun, tidak memiliki pasport adalah persoalan administrasi yang tidak semata-mata menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraanya. Terlebih Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan mengenal asas perlidungan maksimum yaitu asas yang mewajibkan pemerintah memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri. Maka sepanjang WNI belum pindah kewarganegaraan, negara masih wajib memberikan perlindungan terhadapnya. 

Oleh karenanya, tindakan pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah verifikasi data terhadap WNI yang mengajukan kepulangan ke Indonesia.
Pemerintah harus siap dengan segala instrumen apabila pemulangan WNI Eks ISIS dilakukan. Sebelum dipulangkan, setiap orang harus dilakukan profiling atas keterlibatannya dalam ISIS, mengidentifikasi pandangan ideloginya terhadap negara, dan mengklasifikasikan berbahaya atau tidaknya bagi negara apabila ia dipulangkan dan dikembalikan kepada masyarakat. Menurut informasi media sangat banyak WNI terutama perempuan dan anak-anak yang merupakan korban, menjadi simpatisan ISIS karena alasan ekonomi ataupun terpaksa mengikuti keluarga, dan saat ini menyesal dan berharap pulang ke Indonesia. Oleh karenanya prioritas pemulangan WNI eks ISIS adalah anak-anak dan wanita.

SIMAK JUGA :  Kisruh Kadin Sumbar, Mahyeldi Jamu Keduanya di Istana Gubernuran

WNI eks ISIS yang dipulangkan juga harus bersedia diproses secara hukum di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 Tindak Pidana Terorisme, mengatur setiap orang baik yang terlibat langsung dengan Terorisme maupun yang hanya menjadi anggota diancaman dengan hukuman sebagai berikut:

Pasal 12 A:

(1) Setiap Orang yang dengan maksud melakukan Tindak Pidana Terorisme di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di negara lain, merencanakan, menggerakkan, atau mengorganisasikan Tindak Pidana Terorisme dengan orang yang berada di dalam negeri dan/ atau di luar negeri atau negara asing dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling Lama 12 (dua belas) tahun.

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja menjadi anggota atau merekrut orang untuk menjadi anggota Korporasi yang ditetapkan dan/atau diputuskan pengadilan sebagai organisasi Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun.

Pasal 12 B:

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, memberikan, atau mengikuti pelatihan militer, pelatihan paramiliter, atau pelatihan lain, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dengan maksud merencanakan, mempersiapkan, atau melakukan Tindak Pidana Terorisme, dan/atau ikut berperang di luar negeri untuk Tindak Pidana Terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

Kementrian Luar Negeri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara harus bersinergi dalam mempersiapkan instrumen baik proses sebelum pemulangan maupun setelah sampai di Indonesia. Disamping melakukan proses hukum, Instrumen lainnya yang dipersiapkan adalah deradikalisasi sebelum nantinya dikembalikan ke masyarakat. Serta yang terpenting adalah pemerintah harus tetap memberikan pengawasan bagi setiap WNI eks ISIS yang dipulangkan ke Indonesia, untuk menghindari potensi terbawanya dampak lingkungan sosial yang mereka alami selama di Suriah, yang dapat mengancam keamanan negara.

Bahwa akan lebih baik pemulangan WNI eks ISIS dilakukan dengan difasilitasi pemerintah sehingga terdata dan dapat dimonitoring kegiatannya lebih lanjut. Namun, tanpa adanya perencanaan, persiapan instrumen, dan tekhnis yang matang maka opsi memulangkan ratusan orang Eks ISIS akan berpotensi membahayakan dan mengancam keamanan negara. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *