• Bagikan

Oleh : Yuli Yanna Fauzie) *

Jakarta, Harianindonesia.id ‐ Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengkaji kembali pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 ke Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun ini. Maklum saja, karena pemerintah sudah terlalu banyak mengeluarkan belanja untuk penanganan penyebaran pandemi virus corona atau covid-19 di Indonesia. 

Setelah mengeluarkan paket stimulus ekonomi jilid satu dan dua, belakangan, pemerintah bahkan mau tidak mau harus merogoh kocek lebih dalam mencapai Rp405,1 triliun untuk penanganan dampak penyebaran virus corona. Kendati belum direalisasikan, namun kebijakan ini setidaknya sudah membuat geger. 

Sebab, pemerintah sampai harus mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (perppu) karena perlu mengutak-atik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang sudah disiapkan. Bahkan, turut mengubah beberapa aturan lain, seperti amanah pembelian surat utang kepada Bank Indonesia (BI) hingga melebarkan defisit anggaran dari 3 persen ke 5 persen. 

Hal-hal ini yang mungkin menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menjadi pertimbangan Jokowi untuk mengkaji kembali pemberian THR dan gaji ke-13 kepada PNS. Toh, di sisi lain, pemerintah tetap memberikan sejumlah bantuan sosial (bansos) dan insentif kepada masyarakat, baik yang merupakan abdi negara maupun bukan.

“Mungkin ada pertimbangan tersebut, tapi harus betul-betul dilihat dampak plus minusnya,” ungkap Faisal kepada CNNIndonesia.com, Senin (6/4). 

Namun, bila dijabarkan, menurutnya, lebih banyak dampak positif dari pembayaran THR dan gaji ke-13 PNS secara normal ketimbang mengubahnya. Entah akan dihilangkan, atau sekadar ditunda. 

Pertama, kebijakan THR dan gaji ke-13 mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Sebab, masyarakat tengah dihadapkan pada situasi serba dari rumah, mulai dari kerja, belajar, sampai ibadah.

Hal ini membuat sebuah kelompok keluarga sangat bergantung pada sumber pendapatan yang pasti. Bila pekerja informal belum tentu bisa menikmati THR, bahkan gaji bulanan, maka para PNS diharapkan bisa tetap mendapat kepastian tersebut.

“Idealnya tidak dipotong atau dihilangkan, apalagi di kondisi sekarang ini. Mungkin ada masyarakat yang bergantung pada pendapatan anggota keluarnya yang PNS yang lebih pasti di tengah ketidakpastian ini,” katanya. 

Apalagi, sambung Faisal, PNS sejatinya tak melulu ada di kalangan masyarakat menengah ke atas. Banyak juga PNS yang sebenarnya berada di kalangan menengah ke bawah, khususnya 40 persen penduduk berpenghasilan rendah. 

Kedua, bila ada sumber pendapatan yang pasti, maka masyarakat akan tetap terdorong untuk melakukan konsumsi di tengah pandemi corona. Hal ini sejatinya dibutuhkan agar roda ekonomi tetap berjalan setelah tekanan tinggi selama pandemi corona berlangsung. 

“Selanjutnya, kaitannya ke daya beli masyarakat. Paling tidak, secara historis, ada tambahan konsumsi masyarakat di sebelum dan setelah Lebaran yang dalam beberapa tahun terakhir ada di kuartal II. Kalau tidak ada THR, konsumsi akan sama dengan bulan-bulan sebelumnya,” tuturnya. 

Sementara menurut hitung-hitungan Faisal, setidaknya konsumsi masyarakat yang terbantu THR pada periode sebelum sampai sesudah lebaran bisa mencapai kisaran 3 persen. Menurutnya, laju konsumsi tersebut setidaknya menjadi modal untuk mencapai rata-rata konsumsi 5 persen pada kuartal tersebut di waktu normal. 

SIMAK JUGA :  SINGKRONISASI KEBIJAKAN PENANGANAN COVID19

Selanjutnya, pertumbuhan konsumsi di kisaran tersebut dibutuhkan untuk menopang laju ekonomi nasional. “Meski belum ada hitungan pasti berapa peran THR ke pertumbuhan ekonomi, tapi biasanya ada peningkatan konsumsi pada periode tersebut,” ucapnya. 

Ketiga, kepastian pembayaran THR dan gaji ke-13 PNS menjadi jaminan agar perusahaan swasta tak mangkir dari kewajibannya. Menurutnya, dampak ini harus dipertimbangkan betul. 

“Itulah kenapa THR ini tidak hanya dilihat sebagai bonus ke PNS, tapi acuan untuk swasta juga. Kalau sampai mereka ikut-ikutan mempertimbangkan THR, yang terkena dampak justru masyarakat luas,” imbuhnya. 

Untuk itu, Faisal menilai masalah ini seharusnya sudah selesai, di mana pemerintah hanya perlu memastikan THR dan gaji ke-13 tetap sampai ke tangan PNS. Toh, sumber dana bagi pengeluaran ini seharusnya sudah pasti, yaitu masuk ke belanja pegawai yang sudah diperhitungkan setiap tahunnya. 

Kalaupun butuh dana tambahan, Faisal mengatakan pemerintah bisa mengambilnya dari pengeluaran jangka panjang, seperti proyek infrastruktur. Syaratnya, proyek tersebut belum jalan atau baru mau dimulai, belum tender, sehingga tidak ada tambahan biaya perawatan (maintenance) tinggi ketika ditinggalkan sementara untuk fokus ke penanganan pandemi corona. 

Senada, Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal menilai pemberian THR dan gaji ke-13 bagi PNS tetap mutlak dilakukan seperti biasanya. Justru, sambungnya, kebijakan ini seharusnya dijalankan dengan tanpa keraguan mengingat kondisi ekonomi tengah tertekan pandemi corona. 

“Seharusnya normal saja, karena di jangka pendek, pandemi corona masih membuat pelemahan demand konsumsi. Buktinya, inflasi Maret rendah, padahal sebulan sebelum puasa, itu indikator bahwa ekonomi lagi turun,” jelasnya. 

Bahkan, menurutnya, THR merupakan bantalan tambahan dari stimulus ekonomi yang saat ini diberikan pemerintah tanpa perlu mengeluarkan insentif tambahan lagi. Dengan begitu, masyarakat, khususnya PNS, tetap punya bantalan untuk konsumsi. 

“Saat pandemi ini, jangan sampai ekonomi masyarakat ambruk, justru harus tetap countercyclical,” ujarnya. 

Lebih lanjut, Fithra mengingatkan dampak THR mempengaruhi konsumsi karena PNS penerima bonus itu tersebar ke semua kalangan masyarakat. 

“Bahkan, setidaknya ada 30 persen di level 40 persen masyarakat berpenghasilan rendah. Meski dampak ekonominya bukan untuk selamatkan pertumbuhan, tapi tetap perlu untuk mendorong konsumsi,” imbuhnya. 

Di sisi lain, Fithra melihat tidak ada alasan kajian untuk pemberian THR karena anggaran sebenarnya sudah ada di belanja pegawai. Sekalipun ada tekanan pandemi corona, menurutnya, pemerintah tidak perlu sampai melakukan realokasi anggaran untuk membayarkan THR. 

Pada APBN 2020, pemerintah setidaknya sudah mengalokasikan belanja pegawai dengan jumlah Rp416,14 triliun yang sudah mencakup pemberian THR. Bila penambahan sampai diperlukan pun, sambungnya, ia mengestimasi masih ada dana sekitar Rp300 triliu di APBN 2020 yang bisa diutak-atik. 

“Yang jelas, anggaran yang bisa dilihat adalah subsidi energi BBM mencapai Rp100 triliun dan ada sekitar Rp300 triliun yang bisa disisir dari anggaran kementerian yang belum jelas outcome-nya. Selain itu masih ada opsi pandemic bond, pinjaman Bank Dunia untuk bencana, hingga penyebaran surat utang oleh BI,” pungkasnya. 

)*Wartawan CNNIndonesia.com

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *