Padang, harianindonesia.id – Rekanan terkontrak sebagai transporter disinyalir melalaikan jasa pengumpulan limbah medis B3 bahan padat.
Pasalnya PT. Artama Sentosa Indonesia sebagai rekanan dari RS. UNAND memiliki beberapa kewajiban yang belum terpenuhi di tempat penampungan sementara limbah medis B3 bahan padat.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Barat, Tasliatul Fuaddi, S.Hut, M.H saat diwawancarai. Sangsi diberikan kepada PT. Artama Sentosa Indonesia melalui Keputusan Kadis Lingkungan Hidup Sumbar, nomor 660/64/P2KF-2024, tertanggal 30 Desember 2024.
“Sangsi diberikan karena masih ada beberapa kewajiban yang belum dilakukan oleh PT. Artama Sentosa Indonesia,” ungkap Kadis yang akrab disapa Fuad.(18/02)
“Karena PT. Artama Sentosa Indonesia belum melakukan pengukuran parameter udara ambien seperti yang tercantum dalam UKL/UPL serta belum melengkapi papan informasi,” ujar Fuad kemudian.
“Pada bangunan masih terdapat bagian bawah yang tidak terlindungi dari masuknya air hujan, secara langsung maupun tidak langsung,” imbuhnya menambahkan keterangan.
Berdasarkan masih adanya beberapa kewajiban yang masih belum terpenuhi, DLH Sumbar memberikan sangsi administrasi kepada PT. Artama Sentosa Indonesia yang mewajibkan perusahaan untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu 30 hari kalender.
Selanjutnya menurut keterangan Kadis DLH Sumbar, pihak PT. Artama Sentosa Indonesia sudah memberikan laporan kepada DLH Sumbar bahwa pihaknya telah melakukan perbaikan.
“Pihak PT. Artama Sentosa Indonesia juga telah memasukan surat permohonan pencabutan sangsi administrasi dibulan Januari, tapi kita belum mencabut surat sangsi administrasi tersebut sampai saat ini,” tutur Kadis DLH Sumbar.
Saat wawancara dijelaskan PT. Artama Sentosa Indonesia menyewa gudang sebagai tempat penumpukan sementara limbah medis B3 bahan padat di KM 7 By Pass, Batung Taba, Nan XX, Kota Padang.
Menurut pantauan wartawan, PT. Artama Sentosa Indonesia masih memiliki banyak kekurangan dalam persyaratan bangunan tempat penampungan sementara limbah medis B3.
Saat mendatangi lokasi, wartawan menemukan kondisi bangunan dinding semi permanen (hollow brick dan seng bekas), kondisi atap seng yang sudah berkarat, tidak adanya ketersediaan air jika terjadi kebakaran, rangka atap dan dinding yang terbuat dari kayu sehingga mudah terbakar.
Direktur RS. UNAND yang dihubungi via chat WhatsApp sampai saat ini belum ada respon. Begitu juga saat dikonfirmasi oleh wartawan, Direktur RS. UNAND belum memberikan jawaban perihal kontrak dan kerjasama antara RS. UNAND dengan PT. Artama Sentosa Indonesia.
Sebelumnya pihak PT. Artama Sentosa Indonesia, Raden Jusuf membenarkan pihaknya menjadi rekanan kerjasama dalam pengangkutan, pengumpulan dan pengelolaan limbah medis B3 bahan padat dengan Rumah Sakit UNAND.
Konfirmasi ini dijawab oleh PT. Artama Sentosa Indonesia melalui chat WhatsApp.
Raden Jusuf mengatakan dalam kerjasama PT. Artama Sentosa Indonesia tidak melakukan pengelolaan di Kota Padang,
Aktivitas perusahaan di Kota Padang hanya pengangkutan dan pengumpulan.
“Tidak, PT. Artama Sentosa Indonesia tidak memiliki incinerator untuk di Padang. Di Padang hanya sebagai pengangkut dan pengumpul limbah B3 dan dibawa ke pengolah milik Artama Sentosa Indonesia di Semarang,” paparnya menjawab wartawan melalui chat WhatsApp, Kamis (13/2)
“Pengambilan limbah B3 medis padat dari RS. UNAND dilakukan 2xseminggu,” ungkap Jusup.
Selain itu Raden Jusuf juga menyampaikan PT. Artama Sentosa Indonesia tidak bekerjasama dengan RS. UNAND dalam hal limbah medis B3 bahan cair.
Limbah medis yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdiri dari limbah infeksius, limbah benda tajam, limbah patogen, limbah kimia, limbah radioaktif, dan berbagai limbah B3 lainnya.
Sementara pihak yang bertanggungjawab dan memiliki wewenang dalam pengelolaan sampah yang mengandung B3 dan/atau limbah B3 yalah Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam investigasi ini diharapkan pihak terkait dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang ada seperti Permen LHK No. 56 Tahun 2015 dan Permenkes No. 18 tahun 2020 yang mengatur pengelolaan limbah medis berbasis wilayah, meninjau ulang atau melakukan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan limbah medis.
Kepada pihak yang memiliki wewenang harus meninjau ulang kembali kelayakan PT. Artama Sentosa Indonesia sebagai rekanan yang terkontrak, termasuk dokumen lingkungan serta izin lainnya.
Sebab jika terjadi kebocoran, limbah medis B3 menimbulkan pencemaran lingkungan dan termasuk dampak kesehatan penyakit hepatitis dan HIV. (JJ)







